Hari Pernikahan

...Sudah mengalami revisi....

...____...

...Selamat membaca....

...***...

“Aku nggak nyangka kalau Bu Ayu menikah.”

“Maksudnya gimana?”

“Iya, maksudnya menikah sekarang dan nikahnya juga bukan sama Pak Raka. Aku kira bakalan nikahnya sama Pak Raka, karena keduanya serasi. Pak Raka juga kelihatan lebih lembut perlakuan ke Bu Ayu, beda banget kalau ke orang lain. Tapi ternyata malah pria lain.”

“Iya sih, aku juga kaget. Padahal aku mikirnya mereka dekat banget loh, bahkan sampai semua pegawai juga ngiranya mereka hubungan khusus.”

“Dari yang aku dengar, calon suaminya itu CEO perusahaan kompetitor kita yaitu PT. Pharrell.”

“Ya ampun! Serius?”

“Iya, coba deh, kamu Googling. Aku juga kaget banget waktu coba cari tahu.”

“Wah, Bu Ayu beneran beruntung ya.”

“Tapi aku kasihan sama Pak Raka.”

“Iya, aku juga. Wajahnya juga muram terus seharian ini.”

“Pasti patah hatilah, aku juga gitu kalau jadi dia.”

Kepala Ayu dipenuhi oleh pembicaraan para pegawai yang tengah berada di pantry kantor saat jam makan siang tadi.

Apa benar Raka suka kepadanya sebagai seorang wanita? Dan patah hati setelah mendengar kabar pernikahannya.

Namun, Ayu serta merta menyanggah pikiran di kepalanya itu. Dirinya kini justru beralih memikirkan Danu, Ayu mengingat bagaimana acara lamaran kemarin.

Dia begitu bahagia, saat mengingat Danu yang tersenyum dan memakaikan cincin ke jari manisnya. Sampai-sampai ibunya memanggil pun, Ayu belum menyadarinya.

“Ay, kalau yang ini gimana?” Tanya Bu Ningrum kepada anak gadisnya, tetapi yang ditanyai tak kunjung menjawab.

Bu Ningrum memalingkan wajahnya kepada Ayu. “Ya ampun, Ay. Ibu dari tadi tanya ke kamu, bukannya dijawab malah ngelamun. Dua minggu lagi sudah mau nikah, tapi malah ngelamun, kesambet ratu cacing baru tahu rasa.”

“Ih, Ibu. Kok, ngomongnya gitu. Memangnya mau anak gadisnya yang cantik ini kesambet ratu cacing terus uget-ugetan di depan orang ramai?” Protes ayu dengan bibir mengerucut.

“Ya habisnya, ditanyai bukannya jawab malah melamun. Kamu melamun apa, sih? Sampai ibu dari tadi nanya dicuekin.”

“Nggak melamun apa-apa kok, Bu.” Ujarnya kemudian terkekeh.

“Ehm, yakin nih, kalau sudah begini pasti melamun soal Danu. Ya, kan? Hayo, ngaku.” Ujar Bu Ningrum dengan nada menggoda.

Ayu tersipu malu, pipinya merona. Dirinya tidak bisa mengelak karena tebakan ibunya benar.

“Ibu, sudah ih, Ayu malu.” Ujarnya merengek, kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

“Halah, biasanya juga malu-maluin.” Cibir Raihan yang tiba-tiba saja ikut menimpali.

“Mas Raihan! Datang-datang main samber saja, seperti gledek.” Protes Ayu kepada sepupunya itu.

Jika bertemu keduanya memang selalu saling ejek, tetapi justru yang membuat keduanya begitu dekat. Raihan lebih menyayangi Ayu dibandingkan dengan sepupunya yang lain.

“Apa? Memang iya, kok,” ejek Raihan dengan menjulurkan lidahnya.

“Kamu baru datang, Rai.”

Mengambil tangan Bu Ningrum untuk menyalaminya.

“Iya Budhe, Mama masih arisan keluarga. Jadi Raihan duluan ke sininya, kalau nunggu Mama suka lama soalnya.”

“Halah, bilang aja kalau kabur karena takut ditanya kapan nikah. Gaulnya sama Mas Raka saja, sih. Jadi dua jomlo,” ujar Ayu dengan nada mengejek.

Bu Ningrum terkekeh mendengar ucapan Ayu. Dia menggeleng melihat keduanya saling melempar ejekan satu sama lain.

“Biarin, daripada kamu. Mau nikah saja pakai acara dicariin calon suami, jelek sih, makanya nggak ada yang mau.” Balas Raihan.

“Enak saja, banyak yang ngantri ya.”

“Hush! Kalian berdua ini, sudah dewasa kok, masih saja nggak akur. Sudah sana, bantu pakde mu dulu. Anterin ngambil undangan yang sudah jadi di rumah Fadhil.”

Keduanya masih saling ejek satu sama lain, meskipun Bu Ningrum sudah menegurnya.

“Ay, dua minggu lagi mau nikah loh. Kamu jaga sikap, nggak mungkin seperti bocah terus, kan.” Tegur Bu Ningrum.

“Sendiko Kanjeng Ibu Ningrum yang cantik, istrinya Pak Adipati Hardana yang gantengnya kebangetan. Kalau di depan mertua dan suami harus bersikap anggun, sopan.”

“Nggak kerasa ya, sebentar lagi anak ibu mau jadi istri orang.” Ujar Bu Ningrum dengan mata berkaca-kaca karena merasa terharu.

“Ibu.” Ayu kemudian memeluk erat ibunya.

...***...

Hari itu akhirnya tiba, pesta pernikahan yang digelar sangat mewah di hotel berbintang dihadiri oleh pejabat dan para pengusaha serta beberapa artis.

Di ruang ganti pengantin Bu Ningrum memandangi Ayu yang begitu cantik dalam balutan kebaya pengantin berwarna krem. Kakinya melangkah mendekati Ayu yang tengah duduk menghadap meja rias.

“Anak ibu cantik banget,” puji Bu Ningrum dengan mata berbinar.

“Ibu, Ayu malu nih.” Ujarnya dengan wajah merona karena pujian dari sang ibu.

“Ibu nggak nyangka kalau hari ini Ayu mau menikah, anak ibu udah dewasa. Sebentar lagi mau jadi seorang istri. Nggak manja-manja lagi sama ibu, atau minta tidur di samping ibu. Ibu pasti kangen banget sama Ayu.”

“Ibu.” Ayu memeluk erat tubuh ibunya.

Bu Ningrum mengelusi punggung Ayu. “Sssttt ... susah, jangan nangis terus nanti makeup-nya jadi acak-acakan—” ujar Bu Ningrum, kemudian terkekeh.

“–Inget pesan ibu ya, Ay. Ketika nanti ada hal yang nggak bisa Ayu tahan, atau Ayu merasa disakiti Ayu jangan diam. Cerita ke Ibu dan pulang ke rumah, ibu dan ayah selalu ada untuk kamu. Ibu selalu berdoa semoga Ayu selalu bahagia.”

Ayu menganggukkan kepalanya.

Tok

Tok

Tok

Bunyi suara pintu yang diketuk. Keduanya saling melepas rangkulan. Pendamping mempelai wanita kemudian masuk ke dalam ruangan itu.

“Permisi, semuanya sudah siap dan menunggu mempelai wanita.”

“Ibu bantu ya.”

Ayu beranjak dari tempat duduknya, berjalan perlahan menuju ke tempat di mana Danu tengah menunggunya.

Saat Ayu berjalan semua tamu melihat ke arahnya. Tangan Ayu semakin erat menggenggam buket bunga yang tengah dipegangnya.

Detak jantungnya berdegup semakin kencang, terlebih ketika dirinya semakin mendekati tempat calon suaminya berada. Dibantu oleh pendamping mempelai wanita, Ayu duduk di samping kiri Danu.

Ayu tidak menyangka hari ini akan tiba juga. Dirinya Sebentar lagi akan menjadi seorang istri. Terlebih dari lelaki yang sejak dulu dicintainya kini berhadapan dengan sang Ayah.

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Ananda Danu Gunawan bin Chairul Gunawan dengan anak saya yang bernama Sukma Ayu Rengganis dengan maskawinnya berupa Emas 30 gram beserta uang tunai sebesar 5 juta dolar, Tunai.”

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Sukma Ayu Rengganis binti Adipati Hardana dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.”

“Bagaimana saksi? Sah?”

“Sah!”

“Alhamdulillah.”

Semua tamu yang hadir ikut merasakan haru bahagia, begitupun dengan Ayu yang juga meneteskan air matanya. Rasa haru karena bahagia yang tiada terkira dia rasakan setelah ijab kabul diikrarkan.

Kini dia bukan lagi seorang gadis yang menjadi tanggung jawab ayahnya. Melainkan telah menjadi seorang wanita dan istri yang sudah memiliki imam sebagai panutannya.

Namun, tanpa dia sadari ada seseorang yang dari kejauhan yang hatinya hancur berkeping-keping melihat semua itu.

“Semoga kamu bahagia, Ay. Aku selalu berdoa untukmu.”

Setelah mengatakan hal itu dirinya pergi meninggalkan tempat pesta pernikahan itu berlangsung tanpa seorangpun yang menyadari.

...****...

Terpopuler

Comments

putia salim

putia salim

masih menyimak alur cerita👍

2023-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!