Parla

...***...

"Tapi apakah kalian pernah bertengkar dan saling mendiamkan satu sama lain?"

"Seingat ku tidak. Ciro itu orangnya sangat penyabar dan perhatian, maka dari itu dia jarang sekali marah padaku."

"Benarkah?"

"Ya. Tapi terkadang dia suka mengomeliku seperti seorang ibu yang mengomeli anaknya. Terkadang saat dia mengomeliku seperti itu aku selalu kesal, tapi tidak sampai membuat kami saling marahan satu sama lain. Karena aku tahu Ciro mengomeliku seperti itu adalah pertanda bahwa ia sangat peduli padaku."

"A-ah begitu ya," Analia menanggapi. Setelah mendengarkan ucapan Lucio membuatnya merasa sedikit bersalah, apalagi ketika mengingat sikapnya pada Elvera.

"Aku merasa beruntung karena miliki manajer seperti Ciro. Jika dia hilang atau pergi, maka aku orang yang akan sangat sedih dan merasa kehilangan. Karena jika tanpa dia, maka aku tidak akan pernah bisa lagi merasakan kasih sayang dan perhatian melebihi dari kedua orang tua ku sekali pun," air muka Lucio tiba-tiba saja berubah dan bersamaan dengan itu, Analia merasakan atmosfer berbeda yang terpancar darinya.

"Huh? Tapi kenapa kau berbicara seperti itu?" Analia menatapnya dengan raut wajah bingung. Lucio beralih pandang menatapnya.

"Karena bagiku, Ciro bukan hanya sebatas manajer, tapi dia juga adalah asisten pribadiku, pembantuku, supirku, chef-ku, sahabatku, dan bisa di bilang sekaligus orangtuaku juga."

"Aku tidak mengerti, kenapa kau menganggapnya seperti itu?"

"Itu karena, semenjak aku kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua ku, hanya dia satu-satunya orang yang peduli dan menyayangiku. Bahkan rasa sayangnya melebihi kedua orang tua ku sendiri."

"Benarkah?"

"Ya."

"Maaf sebelumnya, tapi jika aku boleh bertanya. Memangnya ada apa dengan kedua orang tua mu?"

"Oh, kedua orang tua ku sudah bercerai. Dan semenjak saat itu, mamaku memutuskan untuk pulang kembali ke Barcelona, Spanyol tempat asalnya dan tinggal menetap disana. Sementara itu papa memilih lebih fokus pada bisnisnya yang terus berkembang. Maka dari itu, setelah kedua orang tua ku bercerai, aku sering berusaha sendiri dan melakukan semuanya tanpa bantuan kedua orang tua ku, sampai kemudian aku dipertemukan dengan Ciro. Dia yang banyak sekali membantuku melewati masa-masa sulit yang aku hadapi."

"Ah begitu rupanya. Omong-omong maaf jadi membuatmu harus mengingat kembali kenangan lama karena pertanyaan ku," Analia menundukkan kepalanya, ia merasa tidak enak sudah bertanya demikian pada Lucio. Tapi dengan mendengarkan cerita Lucio, setidaknya membuat Analia selangkah lebih dekat lagi dengan Lucio.

"Tidak apa-apa lagipula ini hanya cerita biasa yang menurutku semua orang boleh tahu."

"Mendengarkan ceritamu barusan membuatku merasa iri terhadapmu dan manajer mu yang selalu bisa akur satu sama lain."

"Iri? Memangnya kenapa kau harus isi padaku dan Ciro?" Lucio menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Karena aku dan Elvera tidak bisa seperti kalian yang selalu akur dalam setiap situasi. Terkadang aku dan Elvera saling marahan dan mendiamkan, apalagi jika ada masalah. Dan hal itu memang selalu membuatku tidak nyaman serta merasa canggung tapi walaupun begitu rasa kesal terkadang membuat kami saling egois satu sama lain dan memiliki untuk tetap diam hingga ada salah satu diantara kami yang mengalah, sampai mau berbicara lebih dulu."

"Memangnya kalian sering seperti itu?"

"Ya, memang sudah hal biasa itu terjadi. Apalagi pada anak perempuan, kami terkadang bisa saling membenci tapi kadang juga saling menyayangi. Kadang cepat marah dan kadang cepat memaafkan juga."

"Ah begitu ya," Lucio menanggapi.

"Ya, begitulah kurang lebih," sahut Analia. Setelah kalimat akhirnya itu terlontar dari bibirnya, hening seketika menyelimuti kebersamaan mereka. Tidak ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibir mereka masing-masing sampai mereka berdua tiba di ujung lorong dekat lift. Di sana mereka berdua dapat melihat Ciro dan Elvera yang tengah berdiri menunggu mereka di depan pintu lift, berdiri sejak tadi sampai-sampai mereka pegal karena terus berdiri.

"Oddio, akhirnya kalian tiba juga! Kalian tahu berapa lama kami menunggu?" Ucap Ciro begitu mereka tiba di sana.

(Oddio/ astaga—dalam bahasa Italia)

"Haha, maaf. Kami keasikan mengobrol sampai-sampai tidak sadar jika kami berjalan dengan langkah pelan," ujar Lucio seraya tersenyum.

"Ah, tidak apa-apa. Setidaknya kalian tidak merasa canggung dan ini cukup berguna nantinya untuk film yang kalian bintangi. Dengan mengobrol kecil seperti ini, membuat kalian lebih dekat dan membuat kalian lebih mudah membangun chemistry di antara kalian."

"Ya, kau ada benarnya juga. Dan sepertinya kita memang harus lebih banyak mengobrol bersama untuk membangun chemistry nya," Analia menjawab kemudian beralih pandang pada Lucio yang kini digandengnya. Sedangkan yang lain sibuk mengobrol, beda halnya dengan Elvera. Ia hanya diam dan menyimak saja, Elvera tidak ingin membuat suasana hati Analia berubah kacau saat ia ikut berkomentar. Dan ia tidak ingin membuat keadaan mereka semakin berantakkan.

"Baiklah kalau begitu bagaimana jika kita pergi sekarang? Artis yang lain sudah pergi lebih dulu sejak tadi, hanya kita yang datang paling akhir."

"Huh? Benarkah?"

"Iya. Jadi ayo pergi. Jangan membuat pak Ilario dan artis yang lainnya menunggu. Jangan mentang-mentang kalian tokoh utama dalam film ini," tutur Ciro yang di akhiri dengan kalimat sarkas. Analia dan Lucio hanya terkekeh menanggapi ucapan dari Ciro sampai kemudian bunyi ‘ting’ seketika membuat fokus mereka teralih. Bersamaan dengan itu pintu lift di sana terbuka, menampakkan beberapa orang didalam sana yang kemudian melangkah keluar dan meninggalkan lift dalam keadaan kosong.

Sejurus berikutnya mereka beranjak masuk ke dalam lift. Tiba di dalam, Ciro langsung menekan tombol dengan angka-angka yang melambangkan lantai di sana. Setelah menekan tombol itu, pintu lift mulai kembali tertutup, dan benda itu mulai beranjak naik menuju tempat dimana mereka akan bertemu dengan Ilario dan yang lainnya.

Di dalam lift, Analia dan Lucio mengobrol banyak hal, membuat mereka semakin dekat satu sama lain. Sementara Analia terus mengobrol dengan Lucio, beda halnya dengan Elvera yang semula diam kini mulai mengobrol dengan Ciro yang berusaha membuat keadaan lebih mencair.

Tidak lama mereka menunggu, pintu lift itu lalu kembali terbuka menampakkan keadaan lantai dimana mereka akan bertemu untuk makan malam bersama dengan Ilario dan artis yang lainnya.

"Ayo. Lewat sini," Ciro mengintruksi, ia lalu berjalan di depan memimpin langkah Lucio dan Analia menuju arah tempat dimana mereka akan makan malam bersama.

Mereka terus melenggang mengurusi koridor sampai kemudian mereka tiba di satu pintu yang di jaga oleh beberapa orang pria di bagian depan. Mereka lalu masuk.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!