2. Skenario

"Lama sekali kau membuka pintu sa—"

Grep!

Ciro mendadak diam ketika pintu terbuka dan secara spontan Lucio memeluknya erat.

"Ternyata ini bukan mimpi, aku benar-benar lega. Aku masih hidup. Aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Tadinya aku sempat berpikir kalau aku tidak akan pernah bisa bertemu denganmu lagi!" Lucio meracau sambil mengeratkan pelukannya, membuat Ciro tak bisa bernapas.

Lelaki itu mendorong tubuhnya. Dengan wajah bingung bercampur kaget, ia melihat Lucio.

"Kau ini bicara apa pagi-pagi begini?! Bicaramu sungguh tidak masuk ak—"

"Ini sungguh kau 'kan, Ciro?" Sekali lagi Lucio membuatnya tak bisa berkata apa-apa. Pria itu mendadak memegangi wajahnya dan menatapnya berbinar.

"Menggelikan! Menjauh dariku," tukas Ciro yang kembali mendorong tubuh Lucio. Pagi ini, laki-laki yang menjadi atasan sekaligus rekan kerjanya itu benar-benar bersikap diluar dugaan. Tidak biasanya Lucio bersikap menggelikan seperti ini.

"Apa sebenarnya yang kau katakan? Aku tidak mengerti. Sejak tadi kau terus bicara hal yang aneh-aneh, dan tidak masuk akal. Apakah kau mengigau?" Ciro berjalan melewatinya, melangkah menuju ruang dapur yang terhubung dengan ruang tengah lalu menaruh beberapa kantong belanjaan yang dibawanya ke atas meja bar yang ada.

Lucio segera mengikutinya dari belakang.

"Tadinya aku sempat berpikir kalau aku sudah mati. Bahkan aku masih ingat betul kalau aku baru jatuh dari atas sebuah menara di pulau berhantu. Rasanya benar-benar seperti nyata. Tapi syukurlah, ternyata semua itu hanya mimpi." Lucio tersenyum lega. Ia menghampiri meja makan dan duduk di kursi yang ada.

Ciro melirik ke arahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau ini sepertinya benar-benar mengigau," komentarnya sambil mengeluarkan semua barang bawaannya dari kantong kertas berwarna cokelat lalu membuka kulkas untuk membereskan isinya.

Syukurlah, aku benar-benar lega kalau semua yang aku alami itu hanya mimpi. Sekarang tidak ada yang perlu aku cemaskan lagi. Aku hanya perlu menjalani kehidupanku secara normal. Wajah Lucio tampak berseri-seri. Ia sungguh bahagia karena menganggap apa yang dia alami tentang kematiannya hanyalah sebuah mimpi belaka.

"Oh ya, aku membawa sesuatu untukmu pagi ini." Ciro mengalihkan fokusnya pada Lucio yang sejak tadi duduk di kursi yang ada.

Lucio seketika mengalihkan perhatiannya pada Ciro yang berjalan menghampiri meja bar yang ada lalu mengobrak-abrik isi tas lain yang dibawanya. Ia seperti sedang mencari sesuatu.

Entah kenapa, tapi rasanya Dejavu… pikir Lucio. Aneh, perasaannya tidak enak secara tiba-tiba.

"Ini dia!" Ciro mengangkat benda yang dibawanya. Sebuah naskah bersampul polos hanya dengan tulisan judul film yang nanti akan digarapnya.

Lucio menyipitkan kedua matanya begitu melihat kertas yang diacungkan Ciro.

"Kau dipilih oleh pak Ilario, untuk menjadi aktor utama dalam film yang akan digarapnya dalam waktu mendatang." Ciro tersenyum ceria. Namun Lucio menampakkan reaksi kebalikannya.

Ia membatu, rasanya seperti baru saja disambar petir di siang bolong mendengar apa yang baru saja dikatakan Ciro barusan.

"Kau pasti akan menyukainya!" Ciro dengan semangat menghampiri Lucio dan duduk disampingnya sambil menyodorkan kertas dalam genggamannya.

T-tunggu. Apa?

I-ini… tidak mungkin 'kan?

Lucio sulit mempercayai semua yang kini terjadi padanya.

"Ini adalah proyek film baru yang akan beliau kerjakan beberapa bulan mendatang. Karena kau sedang sangat populer, pak Ilario si sutradara terkenal itu ingin menjadikanmu sebagai pemeran utama pria dalam filmnya. Bagaimana? Bukankah ini berita bagus? Sejak dulu, kau sangat ingin bermain dalam film yang di sutradarai beliau 'kan—"

"Tidak!" potong Lucio cepat dengan wajah panik. Ciro sampai kaget dibuatnya.

"K-kau kenapa? Kenapa kau tampak kaget begitu?"

"Aku tidak ingin bermain dalam filmnya!"

"Apa? Kenapa? Bukannya kau sangat ingin—"

"Pokoknya batalkan! Aku tidak ingin bermain di filmnya."

"Tapi kenapa? Apa alasannya kau menolak tawaran ini mentah-mentah? Padahal kau sama sekali belum membaca isi skenario filmnya. Jika kau baca, kau juga pasti menyukainya. Aku jamin itu! Karena film ini sendiri sebenarnya diadaptasi dari novel salah seorang penulis populer, bahkan dia sendiri yang menulis skenarionya lho!"

"Aku tidak peduli dengan semua itu. Pokoknya aku tidak maun!" tegas Lucio.

Apa sebenarnya ini? Kenapa semuanya jadi begini? Jika yang aku alami tentang kematianku adalah mimpi, apakah itu artinya mimpi itu akan menjadi kenyataan? Atau justru… itu adalah sebuah ramalan? Kalau begitu aku tidak boleh sampai mewujudkan semua itu! Aku masih ingin tetap hidup. Lucio mendadak berkeringat dingin. Ketakutan mendadak menggerayangi tubuhnya.

"Huft~ setidaknya baca dulu skenarionya setelah itu baru putuskan. Lagipula kau harus punya alasan yang spesifik untuk menolak tawaran mereka!" tutur Ciro.

Lucio menoleh padanya. "Aku tidak mau karena aku memilih firasat tidak enak mengenai proyek film ini."

"Apa maksudmu?" Ciro mengerutkan kening.

"Aku tidak tahu apakah kau akan percaya dengan ucapanku ini atau justru malah menganggap ku aneh atau semacamnya. Yang pasti… aku benar-benar memiliki firasat buruk mengenai proyek film ini." Lucio melirik naskah di atas meja yang tadi diberikan Ciro.

"Venesia dell'amore illimitato. Sebuah cerita drama-romansa yang menceritakan tentang seorang wanita yang berusaha mencari kekasihnya. Tapi ternyata malah dikhianati, lalu dipertemukan dengan seorang pria yang terjebak dalam bayang-bayang mantan tunangannya yang meninggal. Sosok tokoh utama wanita yang memiliki wajah mirip dengan mantan tunangannya, membuat si tokoh utama pria berusaha mendekatinya dan berharap bisa menjalin hubungan dengan si tokoh utama wanita…"

"…Hubungan keduanya lantas berubah menjadi lebih intens ketika takdir terus mempertemukan mereka dalam situasi tak terduga. Seiring berjalannya waktu, kedekatan mereka menumbuhkan perasaan di hati masing-masing." Lucio menjelaskan sedikit mengenai isi skenario yang diingatnya.

Ciro speechless dibuatnya. Tak lama lelaki itu bertepuk tangan dengan begitu keras.

"Hebat! Bagaimana kau bisa tahu? Apakah kau sudah membaca bukunya? Tidak aku sangka ternyata diam-diam kau adalah pria yang suka membaca buku novel romansa," katanya yang dalam sekejap menyita atensi Lucio.

"Apa? Bukan seperti itu! Aku tidak —"

"Kau tidak perlu malu. Lagipula memang banyak orang yang suka dengan novel ini," potong Ciro tanpa mendengarkan penjelasannya.

"Aku bilang ini semua tidak seperti yang kau pikirkan! Aku tidak membaca novelnya!" teriak Lucio dengan wajah merona.

"Lalu kalau kau tidak membaca novelnya, kau tahu darimana semua itu?"

Lucio mendadak diam. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Masih dengan wajah merona, ia benar-benar malu kalau harus menceritakan ia tahu semua itu dari mimpinya.

"A-aku tahu mungkin ini kedengarannya konyol, tapi…"

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!