3. Gelang

"Aku tahu mungkin kedengarannya ini konyol, tapi… aku melihat semua itu dalam mimpiku," gumam Lucio dengan wajah merona. Kalimatnya berhasil membuat gelak tawa Ciro terdengar mengisi seluruh ruangan.

"Hahahaha, apa kau bilang tadi? Mimpi? Kau percaya pada mimpi? Hahahaha, yang benar saja!" Ciro tak bisa menghentikan tawanya.

Lucio mendelik ke arahnya dengan wajah gusar. Ia jadi menyesal sudah mengatakannya. Lagipula siapa yang akan percaya?

"Berhenti tertawa!" tukas Lucio ngambek.

"Haha, okay-okay. Aku berhenti." Ciro berusaha untuk menghentikan tawanya.

"Yang terpenting, bukan itu… melainkan apa yang terjadi padaku dalam mimpi yang aku alami ketika menerima tawaran film ini." Lucio berusaha melanjutkan ceritanya.

"Memangnya apa yang terjadi padamu?"

"Dalam mimpi itu, aku dan aktor yang lain tiba-tiba saja terpisah dari kapal yang kita tumpangi. Setelah itu, aku dan aktor lain terdampar di pulau Poveglia. Kejanggalan demi kejanggalan mulai terjadi, satu persatu aktor yang ada tiba-tiba saja mati secara mengenaskan—"

"Apakah kau juga termasuk salah satunya?" potong Ciro.

"Eh?" Lucio menaikkan sebelah alisnya, dengan ekspresinya ia seolah berkata, "bagaimana kau tahu?"

"Maka dari itu sejak tadi kau bicara melantur?" lanjut Ciro.

"Ah… tapi itu semua benar-benar terasa nyata."

Tep!

Ciro menepuk pundaknya pelan. "Kau tidak perlu terlalu cemas. Lagipula itu hanya mimpi, dan seperti yang kita semua tahu. Mimpi hanyalah bunga tidur, jadi kau tidak perlu terlalu memikirkannya."

Ciro beranjak bangun dari tempatnya. Hendak melanjutkan kegiatannya, memasak untuk sarapan mereka berdua.

"Aku tahu, tapi bagaimana jika mimpi itu menjadi kenyataan?"

"Tidak mungkin. Sudahlah lebih baik sekarang kau cuci wajahmu setelah itu kita sarapan. Mengenai skenario itu, lebih baik kau pikirkan dulu sebelum mengambil keputusan. Jarang-jarang kau mendapatkan kesempatan sebesar ini untuk bermain di film seorang produser film terkenal 'kan?"

Lucio terdiam membenarkan ucapan Ciro. Memang benar jarang sekali mendapatkan tawaran untuk bermain dalam film yang dikerjakan secara langsung oleh produsen film terkenal seperti Ilario.

...*...

Apakah aku harus menerima tawarannya? Tapi jika mimpiku itu menjadi nyata, bagaimana?

Lucio menatap dirinya lewat pantulan cermin yang ada dihadapannya. Sekarang ini dirinya berada dalam kamar mandi, baru saja selesai menggosok gigi dan mencuci wajahnya. Sekarang ia hendak mengganti pakaiannya.

Kalau aku menolaknya, alasan apa yang harus aku berikan?

Apa aku harus menjelaskan alasan yang sesungguhnya?

Mimpi? Yang benar saja. Yang ada pak Ilario menertawakan ku seperti Ciro tadi.

Atau aku harus menyalahkan skenarionya? Bilang saja kalau skenario filmnya tidak aku sukai? Begitu?

Ah tidak! Yang ada aku malah dianggap besar kepala karena mentang-mentang karirku sedang bagus dengan seenaknya menolak kontrak yang diberikan oleh produser terkenal seperti beliau.

Lucio menghela napas dalam-dalam. Ia jadi galau sendiri memikirkan apa yang sedang dialaminya.

"Huft~ sudahlah. Lebih baik aku ganti pakaianku dulu setelah itu sarapan, baru pikirkan lagi hal ini." Lucio beranjak dari kamar mandinya.

Ia melangkah menuju ruang penyimpanan pakaiannya yang terletak bersebelahan dengan kamar tidurnya.

Tiba di dalam sana, ia segera mencari pakaian yang hendak dikenakannya.

Lucio melepaskan piyama tidurnya. Ia mendadak berhenti ketika sesuatu menyita perhatiannya begitu ia membuka baju.

Pria itu terdiam, menatap dirinya lewat pantulan cermin.

"Ini…" Lucio memegangi benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia benar-benar baru sadar kalau dirinya mengenakan sebuah gelang.

Lucio mengangkat tangannya, menatap benda itu lekat.

"Galang ini… bukankah ini adalah gelang yang pernah diberikan pria itu?"

...*...

Beberapa waktu lalu…

Lucio berjalan beriringan dengan Ciro, melangkah menyusuri trotoar menuju salah satu pusat perbelanjaan yang biasa mereka kunjungi.

"Apa saja yang harus aku beli."

"Aku sudah membuat daftarnya di sini." Ciro menatap layar tablet di genggamannya, di sana sudah terdapat beberapa daftar barang yang harus mereka beli sebelum berangkat syuting beberapa waktu mendatang.

Tiba di dalam, mereka mengunjungi salah satu toko dan membeli beberapa barang di sana.

Lucio yang terduduk di sofa, menunggu Ciro selesai melakukan pembayaran atas barang belanjaan mereka secara tiba-tiba dihampiri oleh seorang pria.

Pria itu tiba-tiba saja datang dan duduk di sofa kosong disampingnya.

"Dilihat dari penampilanmu, kau adalah aktor terkenal itu 'kan?" tanya pria itu yang dalam sekejap membuat fokus Lucio beralih padanya.

"Bagaimana kau—"

"Semuanya terlihat jelas dari brand pakaian yang kau gunakan," potong pria itu cepat sebelum sempat Lucio menyelesaikan kalimatnya.

Lucio sudah mengenakan penyamaran yang nyaris sempurna, tapi tidak di sangka ternyata dirinya bisa dengan begitu mudah dikenali. Aura bintangnya sungguh tidak bisa ditutupi.

"Tolong jangan ribut, aku tidak ingin sampai orang—"

"Kau tenang saja. Aku tidak akan membuat keributan dengan memberitahu semua orang kalau seorang bintang top ada di sini."

"Syukurlah, terima kasih banyak. Tapi, kenapa kau melakukan itu? Apakah kau ingin meminta tanda tangan ku? Atau kau ingin berfoto bersamaku? Akan aku lakukan asalkan kau tidak ribut dan mengundang para fans berdatangan, aku sedang ingin pergi cepat-cepat."

"Aku tidak membutuhkan itu semua. Aku kemari hanya untuk memberitahu sesuatu padamu."

"Eh?"

"Sebentar lagi kau akan melakukan syuting film terbaru di Venesia 'kan?"

"Cepat sekali beritanya menyebar… padahal pak Ilario belum secara resmi mempublikasikan berita ini."

"Akan ada sebuah kejadian besar yang terjadi nanti."

"Apa? Apa maksudmu?"

"Aku bisa merasakan sebuah aura negatif dari syuting mu kali ini. Kau harus berhati-hati."

"Aku tidak mengerti, apa yang kau…"

"Pakailah ini, benda ini dapat membantumu terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Anggap saja sebagai jimat, atau gelang keberuntungan."

"Huh?"

Pria itu tanpa permisi memasangkan gelang ditangannya pada Lucio.

"Ingat untuk jangan melepas gelang ini jika kau ingin benar-benar selamat. Itu saja yang ingin aku katakan." Pria itu beranjak bangun dan berlalu meninggalkannya.

"Tunggu! Apa maksud dari—" Lucio hendak mengejarnya, tapi secara tiba-tiba Ciro memanggilnya, membuat fokus lelaki itu seketika beralih padanya.

"Lucio, aku sudah selesai dengan semuanya. Ayo kita pulang."

"Sebentar, aku harus melakukan sesua—" Begitu menoleh, pria yang tadi memberikannya gelang itu hilang entah kemana.

Lucio terdiam tanpa kata. Matanya mengedar mencari sosok yang tadi ditemuinya.

Dia beranjak cepat menghampiri pintu keluar, berharap pria itu masih berada di sekitar sana.

"Apa yang sedang kau cari?" tanya Ciro dengan ekspresi bingung ketika melihat lelaki itu tampak resah mencari seseorang yang entah siapa.

"Aku mencari seorang pria yang tadi aku temui."

"Maksudmu?" Ciro menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Pria yang tadi di toko!"

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!