Tidak Ingin Kehilanganmu

Steiner mengurai ciuman manis itu, dan meraih selimut untuk menutupi buah dada Luigi, wajah Steiner merona, wajahnya yang selalu bercahaya selalu memperlihatkan senyumannya. Seperti ada kekuatan diluar akal manusia, Luigi selalu saja tersihir dengan segala cara dan perlakuan Steiner kepadanya.

"Tidurlah Lui, aku akan menjagamu. Selamat malam Lui" suara lembut terdengar merdu. Luigi merebahkan tubuhnya dan Steiner menyelimutinya. Steiner tidur disebelahnya dengan menggenggam tangan Luigi, sesekali Steiner menciuminya.

"Kau tahu mengapa aku diberi nama Luigi?" mata Luigi terpejam, mencoba mencari rasa kantuk yang tak kunjung datang.

"Karena orangtuamu ingin anak laki laki, mungkin?" kata Steiner seraya menatap Luigi yang masih memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur. Luigi pun membagi kisahnya.

"Bukan-- aku memiliki dua kakak laki laki. Ayah dan Ibuku tidak akan berhenti sampai mendapatkan anak perempuan. Hingga suatu hari Ibuku mengandung dan beberapa bulan kemudian Dokter memberi hasil USG bahwa bayi yang dikandungnya berjenis kelamin laki laki. Ayah dan Ibuku menyiapkan perlengkapan bayi dan kamar bayi bernuansa laki laki bahkan kedua orangtuaku menyiapkan nama laki laki. Luigi. Hasil itu tidak pernah berubah, Stein. Hingga aku lahir prematur dan berjenis kelamin perempuan dan aku tetap diberi nama Luigi"

"Luigi dalam bahasa Italia, artinya Pejuang yang terkenal dan Luigi dalam bahasa Karakteristik, artinya Kreatif-- Kau pejuang Lui bahkan dari bayi, dan kau pasti sangat kreatif" Luigi tersenyum dan membiarkan Steiner menyingkir anak rambutnya di dahinya.

"Semua orang mengatakan aku kreatif. Tapi, Pejuang? Lihat saja, aku berakhir disini. Tak berdaya hanya karena bunga" Luigi membuka matanya dan menatap langit langit atap pondok yang terbuat dari kayu. Lalu ia kembali memejamkan matanya.

"Bunga Lotus dan Passion Flower" Stein membelai rambut Luigi, lalu mengusap alis tebal milik Luigi dengan jari telunjuknya.

"Kau melihat isi tas ku?"

"Aku mengambilnya karena bejana kacamu keluar dari tasmu-- Kau harus berhati hati dengan bunga itu Lui. Kau akan terjebak dalam ilusimu. Lui, bagaimana kalau ini adalah ilusi?" tanya Steiner terdengar mengujinya. Luigi membuka matanya lagi dan menoleh kearah Steiner yang menciumi tangannya.

"Aku ingin tertawa Steiner, tapi sakit sekali tubuhku. Baru saja aku menciummu, Stein. Aku menyentuhmu. Bahkan aku merasakan nafasmu begitu hangat di jemariku" Steiner tersenyum mendengarnya, ia kemudian meletak telapak tangan Luigi di dadanya.

"Jika kau tidak sakit, kau bisa membuatku melakukan hal lebih Lui-- Jika ini ilusi, apa kau percaya padaku?" bisik Steiner, bahkan suara Steiner nyaris menghilang. Luigi berdebar mendengarnya. Dengan gugup Luigi memalingkan wajahnya dan menatap langit langit pondok itu.

"Aku percaya padamu, Stein. Aku percaya ini bukan ilusi, bahkan jika hanya Ilusi aku akan terus berdiam dalam ilusiku"

"Terima kasih, kau percaya ini bukan ilusimu" ujar Steiner merubah posisinya, ia telentang dan satu tangannya menggenggam tangan Luigi yang ia letakkan di dadanya.

"Stein, apa kau sering ke pondokmu ini?"

"Iya-- Selalu Lui" jawab Steiner dengan menatap langit langit atap pondoknya.

"Hmm.. Jadi kau seorang turis sama seperti diriku? Kapan kau kembali ke London, Stein? Apa aku merepotkanmu?" Steiner menoleh kearah Luigi yang memejamkan matanya. Pertanyaan Luigi membuat hatinya gusar.

"Iya aku seorang turis, aku senang berpetualang. Dan aku tidak merasakan kau merepotkanku, Tapi, aku akan segera kembali" jawaban Steiner membuat hati Luigi merasa tenang.

"Apa kau bekerja? Katakan tentang dirimu"

"Aku?-- Aku lahir di Irlandia, tapi sejak usiaku dua tahun, keluargaku menetap di London. Aku menyelesaikan sekolahku di Oxford, jurusan ilmu ekonomi dan aku meneruskan usaha keluargaku" tutur Steiner membuat Luigi membuka matanya lalu kembali terpejam.

"Oxford? Sulit sekali masuk kesana. Universitas tertua dan bergengsi di dunia. Kau beruntung, Stein" kata Luigi membalas genggaman tangan Steiner.

"Ya-- sangat beruntung" suaranya terdengar getir, Luigi kembali membuka matanya dan menoleh kearah Steiner yang memejamkan matanya. Luigi tidak ingin mengganggunya, ia pun terdiam dan memejamkan matanya.

Namun saat Luigi memejamkan matanya, Steiner membuka matanya dan menatap seraut wajah Luigi. Wajah yang menampilkan kelembutan, penyayang dan menyenangkan. Steiner diam diam memperhatikan dan terus mengamati seraut wajah yang berjuang melawan maut.

-

-

-

Luigi, terjebak di Lembah Parnassus. Tidak ada alat komunikasi yang bisa menghubungkannya dengan dunia luar. Bahkan radio ponograph yang frekuensinya terhubung dengan Ranger (penjaga hutan) tidak bisa di gunakan. Hingga berhari lamanya di pondok itu, dengan perawatan Steiner, Luigi perlahan lahan pulih.

Pagi itu Luigi berada di beranda rumah pondok atau log cabin, ia bisa berjalan walaupun sedikit pincang. Di hadapannya adalah sungai besar yang mengalir disepanjang lembah Parnassus, di belakang pondok itu ada jalan yang menghubungkannya ke hutan. Udara begitu segar dan sejuk, Luigi memejamkan matanya menghirup udara pagi dan membiarkan matahari menembus kulitnya membakar lemak baik yang akan menghasilkan vitamin D yang berguna untuk tulang dan ketahanan tubuhnya. Suasana begitu tenang dan menghanyutkan.

Kicau burung bersahutan sebagai tanda alunan musik yang begitu khas di lembah itu. Hingga sekumpulan burung gagak bersahutan di sebuah pohon besar ditepian sungai. Luigi tidak tahu dengan pasti itu jenis pohon apa, tapi pohon itu tinggi menjulang dengan daun berwarna kuning, pohon itu paling mendominasi karena pohon itu dikelilingi pohon lain yang berwarna hijau.

Luigi menatap pohon itu seakan melambaikan ranting rantingnya kearahnya, pohon itu seakan memanggilnya. Hati Luigi diliputi rasa ingin tahu dan rasanya ia ingin kesana. Dan perlahan lahan, Luigi melangkahkan kakinya, keluar dari beranda pondok itu dan mencoba berjalan menyusuri sungai dengan kaki pincangnya.

Dan baru beberapa meter meninggalkan halamannya, hawa dingin seakan menyergapnya dari arah belakang. Luigi sangat terkejut manakala, kedua tangan kokoh milik Steiner mendekap se-eratnya.

"Lui! Jangan kesana, aku mohon! Kau belum sembuh Lui! Disana sangat berbahaya. Bagaimana bila ada buaya? Bagaimana bila kau tergelincir dan jatuh ke sungai, banyak gulma, banyak luman, banyak rumput di dalam sungai itu yang bisa menjeratmu! Lui jangan ke pohon itu!" di pundak Luigi, Steiner mengutarakan kekuatirannya, Luigi terkesima dibuatnya. Nada suaranya lembut namun penuh penekanan, Steiner terdengar cemas, sementara Luigi menatap pohon itu dengan hatinya yang kian gusar.

"Stein, tapi pohon itu seperti memanggilku. Bukankah aku jatuh di dekat pohon itu?" ujar Luigi dengan tatapan nanar.

"Lui-- Steiner membalikkan tubuh Luigi hingga mereka berdiri saling berhadapan --setelah kau sembuh kita akan meninggalkan tempat ini, jangan sampai kau terluka Luigi. Aku tidak mau kehilanganmu! Lui, aku benar benar jatuh cinta padamu" dan tatapan mata Steiner, dengan mata berkaca kaca meluruhkan hati Luigi, bening bola mata Steiner di pagi yang cerah itu, merasuki sekeping hatinya dan membuat desiran lembut di hatinya seiring jantungnya yang berdegub degub.

"Steiner" bisik Luigi dengan membalas tatapan Steiner.

"Lui?" dan Steiner seakan menunggu jawaban Luigi.

"Aku juga jatuh cinta padamu, Steiner" Senyuman Steiner mengembang, ia pun memeluk Luigi dengan erat.

"Lui, Lui, Lui-- bisik Steiner dengan menggoyangkan badan Luigi. Steiner pun menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi Luigi, lalu diciumnya dengan lembut, bibir merekah kemerahan natural yang menghanyutkan Steiner. Kemudian Steiner membopong Luigi ala bridal style --Ayo kita pulang Lui, aku telah menyiapkan sarapan untukmu" ujar Steiner setelah mengurai ciuman hangatnya. Luigi pun menganggukkan kepalanya. Lalu ia melingkarkan tangannya dileher Steiner dan meletak wajahnya di pundaknya Steiner. Aroma bunga persik mengusik indera penciuman Luigi.

Luigi memejamkan matanya dan menghirup dalam dalam aroma lembut itu. Pikirannya berkeliaran, bagaimana dengan keluarganya? Bagaimana dengan kawan kawannya? Mengapa tak ada satupun yang datang mencarinya? Apakah mereka semua menganggap Luigi telah tiada? Luigi ingin mengabarkan kepada semuanya bahwa ia baik baik saja.

Mengapa aku tidak boleh ke pohon itu? Ada apa Steiner...Bukankah aku berakhir disana, tempat aku jatuh ? Mengapa hatiku ingin sekali kesana.

-

-

-

Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangku yaa Reader Tersayang.

Biar aku semangat nulis lagu disela - sela waktu jadwal kuliahku yang padat. Terima kasih Reader tersayang 😘😘🥰🥰💕💐

Terpopuler

Comments

Melis Meliana

Melis Meliana

jangan jangan cuma ilusi nya Lui,

2022-04-20

1

⏤͟͟͞͞Rlinasaurus🦖

⏤͟͟͞͞Rlinasaurus🦖

wawwww mungkin hanya ilusi🤔🤔🤔🤔🤔

2022-04-13

0

A ai

A ai

author ,,,kamu lucu deh ah 🤣jadi gemes aq ny🤭

2022-03-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!