Saksenya dan Gayatri tiba di depan gerbang istana. Saksenya menarik tali kekang kudanya pertanda mereka akan berhenti. Gayatri mensejajarkan kudanya dengan kuda milik Saksenya.
“Tuan puteri, sampai di sini perjumpaan kita. Maaf aku tidak bisa mengantarmu ke dalam. Sampaikan salamku pada Raja” ujar Saksenya berpamitan pada Gayatri.
Gayatri melanjutkan memacu kudanya menuju istana. Gayatri tiba di bangsal wanita. Keadaan bangsal itu sangat suram, lorong menuju kamarnya tampak gelap.
Apa yang terjadi pikir Gayatri.
Tidak ada satu obor pun yang menyala. Gayatri menuju dapur tidak ada satu pelayan wanita di dapur. Gayatri terpaksa mencari jerami untuk dibakar dan menyalakannya pada salah satu obor, lalu di bawanya menuju bangsal wanita.
Gayatri menyalakan satu persatu obor hingga dia tiba di kamarnya.
Jantung Gayatri berdegup kencang melihat Siddarth duduk di ranjang dengan pedang di tangannya.
“Jadi ini yang dilakukan seorang istri saat suaminya tidak ada?” tanya Siddarth matanya menatap lurus ke depan. Mengabaikan Gayatri yang berdiri mematung di sisi ranjang.
Gayatri meletakan obor yang dipegangnya pada tempat obor yang ada dalam kamarnya.
“Raja Saksenya datang memberi salam dan mengajaku melihat sungai Yamuna. Ide bagus ini tentu saja tidak aku tolak” ujar Gayatri sambil menunggu respon Siddarth.
Siddarth telah mendengar laporan Gunjana, bahwa Gayatri pergi bersama Saksenya. Respon yang dia terima dari Gayatri luar biasa. Gayatri bahkan tidak takut dengan sikap dingin yang Siddarth tunjukan.
Siddarth menempatkan posisi Gunjana sebagai pelayan Gayatri bukan tanpa alasan. Siddarth ingin Gunjana melaporkan apa saja yang Gayatri lakukan selama dirinya tidak ada, jangan sampai Gayatri bersikap seperti Utari. Laporan yang dia terima dari Gunjana sejak mereka menikah Siddarth anggap sebagai pertanyaan
wajar dari seorang istri, tetapi tidak dengan hari ini.
“Apa yang akan rakyatku katakan saat mereka melihat istri dari seorang Siddarth pergi bersama laki-laki lain?” tanya Siddarth murka.
“Apa yang akan orang-orang istana ini katakan, saat seorang suami pergi tanpa berpamitan pada istrinya?” Gayatri menjawab pertanyaan Siddarth
dengan pertanyaan.
“Kau peduli pada rakyat dan musuh-musuhmu, sedangkan aku peduli dengan mulut semua wanita di istana ini” ujar Gayatri lagi.
Siddarth menggenggam erat pedangnya. Mencerna setiap kata Gayatri yang masuk ke telinganya.
“Malam ini kau akan ku hukum!” ujar Siddarth tidak terima dengan sikap Gayatri yang tidak mengakui kesalahannya.
“Simpan hukumanmu sampai suratku tiba di Dwipajaya, jika ayah menolak maka kau boleh menghukumku”
Amarah Siddarth perlahan mereda. Dia teringat bujukannya pada Gayatri.
“Besok pagi surat itu akan aku serahkan pada utusan khusus yang akan berangkat ke Dwipajaya” ujar Siddarth meninggalkan Gayatri.
Siddarth butuh sesuatu yang bisa menenangkannya. Laksmi. Siddarth melangkahkan kakinya menuju Odissa.
“Tuan puteri, saya akan ikut ke Odissa” ujar Gunjana yang muncul dari balik tirai kamar Gayatri.
“Tidak perlu” ujar Gayatri sambil mengangkat tangan kanannya
meminta Gunjana untuk tetap tinggal.
“Tetaplah di sini” perintah Gayatri.
Gayatri meminta Gunjana memijat bahunya sembari menulis surat ke Dwipajaya.
Gayatri menggoreskan kerinduan hatinya dalam surat tersebut dan meminta ayahnya untuk memberikan tanah bagiannya untuk ditanami palawija karena kondisi Astapura sedang terdesak.
Selesai menulis surat, Gayatri menggulung surat tersebut dan memasukannya dalam tabung surat.
“Serahkan ini pada utusan Siddarth yang akan berangkat ke Dwipajaya besok pagi”
Gayatri menyerahkan gulungan surat itu kepada Gunjana.
“Tinggalkan aku sendiri, aku ingin beristirahat”
Gunjana pamit dari kamar Gayatri setelah memadamkan obor yang ada di kamar itu.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments