Siddarth membebat bagian tubuhnya yang terluka dengan dedaunan yang telah ditumbuk di atas bebatuan lalu diikatkan dengan lengan bajunya yang telah disobek. Resep kuno yang dipelajarinya dari medan perang berguna mengurangi perdarahan pada lukanya.
Siddarth memacu kudanya kembali ke kemah. Dari kejauhan dia melihat para prajuritnya tengah berjaga-jaga. Siddarth menepikan kudanya, dan bersembunyi di balik semak. Dia mengamati sekitar kemahnya. Setelah Siddarth merasa tidak ada yang perlu dicurigai dia menampakan dirinya dan berjalan menuju kemah.
“Tuan, anda baik-baik saja?” salah seorang prajurit yang berjaga berteriak histeris.
Bansheer dan prajuri yang lain berlari mendekat.
Diam-diam ada prajurit yang memanfaatkan kedaan tersebut menuju tempat obat-obatan.
Siddarth mengangkat tangan kanannya, memeberi isyarat agar prajuritnya tidak perlu khawatir dengan luka yang dia alami.
Bansheer membawa Siddarth masuk ke kemah khusus yang telah dipersiapkan untuknya.
“Panggil tabib untuk mengobati luka Tuan Muda” perintah Bansheer.
“Sesuai dugaanku, Gopal melewati hutan kematian bersama dua prajurit terbaiknya.
Perketat keamanananya, agar penyusup tidak masuk” ujar Siddarth pada Bansheer.
Tabib datang membawa wadah berisi air hangat dan sepotong kain. Tabib meminta
Siddarth melepas pakaiannya. Tampak bekas sayatan dan bekas luka lainnya
memenuhi punggung Siddarth. Luka-luka itu dia dapat sejak dia mulai belajar
bela diri dan ikut dalam peperangan.
Tabib membersihkan kotoran yang menempal pada luka, termasuk sisa darah yang telah mengering di sekitar luka tersebut.
Tabib meracik obat di hadapan Siddarth lalu menempelkan hasil racikan tersebut pada lukanya dan dibalut dengan kain bersih.
Siddarth diam, sambil duduk bersila. Dia menahan rasa sakit sekaligus memulihkan
kekutannya dengan memusatkan perhatian pada ilmu pemulihan yang telah diajarkan
oleh gurunya.
“Tuan Muda, pengobatannya sudah selesai. Harap Anda beristirahat. Untuk membantu
proses penyembuhan, saya akan siapkan ramuan untuk diminum. Murid saya akan
mengantarkan obat untuk anda” ujar Tabib sebelum undur diri dari hadapan
Siddarth.
Siddarth menyerahkan tugas selanjutnya kepada Bansheer sedangkan dia beristirahat sesuai saran tabib. Penjagaan di sekitar tempat peristirahatannya semakin diperketat.
Tidak kama kemudian seorang pria datang terburu-buru membawa wadah yang ditutup rapat di atas sebuah nampan.
“Mau apa kau?” ujar ketua prajurit yang berjaga di kemah Siddarth.
“Ampun Tuan, saya hanya ingin mengatar ramuan dari tabib untuk tuan muda Siddarth” ujar pria itu.
Prajurit membiarkan pria itu masuk ke kemah.
“Permisi Tuan, saya datang membawa ramuan yang diresepkan tabib”
Siddarth yang sedang duduk bersila perlahan membuka matanya dan mengambil wadah berisi ramuan tersebut.
Sedetik kemudian Siddarth melemparkan ramuan pada pelayan itu.
Secepat kilat dia mengambil belati di bawah bantalnya dan mengarahkan ke leher laki-laki itu, lalu melumpuhkannya dengan satu tendangan keras di perutnya.
“Seret dia!” perintah Siddarth pada prajurit di luar kemahnya.
Mereka masuk dan menyeret laki-laki itu ke lapangan terbuka.
“Panggil tabib yang mengobatiku!”
Tabib istana yang ikut bersama prajurit di seret dan dipaksa bersimpuh di hadapan
Siddarth.
“Ampun Tuan, saya sedang membuat ramuannya" ujar Tabib ketakutan.
“Apa kau mengenal pria ini?” tanya Siddarth
“Tidak Tuan. Saya baru pertama melihatnya” ujar Tabib setelah meneliti wajah pemuda di sampingnya.
“Singkirkan dia!” ujar Siddarth menyuruh prajurit menyingkirkan Tabib dari hadapannya.
“Ku akui keberanianmu masuk ke wilayahku dan menaruh racun dalam ramuanku. Kalau
kau sedikit lebih pintar, kau tidak membawa racun tersebut dalam keadaan panas.
Uap yang ku hirup baunya sama persis dengan akar tanaman Zahar yang tubuh di
lembah obat. Wilayah itu sekarang sudah dikuasai Indrajaya” ujar Siddarth menginjak
dada pria yang sedang terlentang di hadapannya.
Pria itu meringis kesakitan.
“Kesombonganmu akan membawamu pada kehancuran. Saat ini prajurit Indajaya sudah dekat ke lapangan peringatan perang. Bersiaplah untuk kehancuran Astapura!
Hahahahahah...”
“Dukkk” kepala pria itu terlempar beberapa meter dari tubuhnya. Siddarth meghentikan
suara tawanya, dalam satu tebasan pedang. Ujung pedangnya meninggalkan bekas
goresan pada tanah. Darah yang tertinggal di bilah pedangnya diusapkan pada
bajunya hingga pedang itu bersih.
“Tinggalkan tempat ini!” perintah Siddarth.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments