Seorang wanita tua, dengan rambut putih yang di sanggul ala kadarnya, dan memakai kaos lusuh yang sudah berlubang di beberapa bagiannya. Beliau duduk di sebuah bangku kayu panjang, sambil sesekali menengok ke arah jalan raya. Beliau tersenyum mendapati seorang yang di tunggu telah terlihat.
"Mbok." sapa Arie sembari mencium tangan mbok nya yang sudah keriput di makan usia.
"Kok suwe, Nduk, lha sepedamu endi, lha Ki tanganmu kene opo beshet kabeh?"
[ "Kok lama Nduk, di mana sepeda mu, lha ini tangan mu kenapa luka semua?" ] tanya si Mbok sambil membolak-balik lengan Arie yang goresan luka akibat ciuman sama aspal.
"Nganu Mbok aku tibo, sepeda e rusak, tak titipno ten bengkel e Cak Mat,"
[ "Itu Mbok aku jatuh, sepedanya aku titipkan di bengkel Cak Mat," ] jawab Arie sembari duduk di samping mbok nya.
"Oalah ati ati.. Nduk.."
[ "Ya sudah Nduk hati hati," ] mata si Mbok sudah berkaca kaca, beliau tak tega melihat cucunya yang terluka.
"Iya ... Mbok, Kulo lesu mbok pean masak opo?"
[ "Iya Mbok, aku lapar, Mbok masak apa?"] Arie mengalihkan pembicaraan aga si Mbok tidak sedih, dia tau. Si Mbok Sangat menyayanginya karena hanya dia yang si Mbok punya.
"Ayo. . mangan sek, Mbok masak tempe,sama sayur asem."
[ "Ayo makan, Mbok masak tempe, sama sayur asem." ]
"Ayo Mbok." Arie memegang lengan si Mbok dan mereka berdua menuju ke dalam rumah.
Rumah yang tak luas 3x2 meter, tak ada kursi atau meja di ruang tamu melainkan sebuah ranjang reot, untuk tidur si Mbok. Sementara ruang belakang adalah kamar Arie yang bersanding dengan dapur, tak ada pintu hanya kelambu dari kain bekas sepanduk. Sementara untuk MCK mereka menggunakan milik bersama tak jauh dari sana.
Selesai menyantap makan siangnya Arie kembali keluar untuk bekerja. Dengan bekal masker, topi, celana training kumal yang dia padu dengan daster. Besi dengan ujung yang melengkung serta sebuah karung Arie siap bertempur menyusuri jalan di Surabaya. Ya ini lebih baik daripada jadi pengemis.
"Arie berangkat ya Mbok," lirih Arie mencium tangan si mbok yang tengah beristirahat. Ia tak ingin si Mbok terganggu, Arie dengan pelan menutup pintu rumah. Baru beberapa langkah kaki Arie dari rumahnya seseorang telah menyapa dirinya.
"Rie.. Arie.. Arep budal ya?"
[ "Arie mau berangkat?"] seorang memakai atasan warna merah terang, dengan celana selutut yang press body, roll rambut yang nangkring di poninya. Wanita itu berlari kecil sambil melambaikan tangan memanggil Arie.
Arie yang mendengar namanya di panggil pun, sontak berhenti dan menoleh ke sumber suara.
"iya Mbak Sum," jawab Arie ramah sambil tersenyum balik maskernya.
"Rie.. wes onok gurung duite, sepurane ya soale aku ya lagi butuh."
[ "Rie, apa sudah ada uangnya, maaf tapi aku lagi butuh."] tanya Mba Sum to the point.
"Sek ya Mba kurang titik, insyaallah sesuk sore Mba Sum" [ "Sebentar ya Mba Sum, insyaallah besok sore."]
"Ya wes .. ga popo, tak tunggu ya Rie, wes ati ati aku muleh sek."
[ "Ya sudah tidak apa apa, aku tunggu ya Rie, hati hati, aku pulang.'] dulu pamit mba sum sembari menepuk bahu Arie.
Arie hanya mengangguk pelan Sebenarnya Arie merasa tidak enak dengan mbak Sumirah pemilik rumah yang di kontrak Arie dan mboknya. Sudah lebih dari seminggu Arie telat membayar kontrakan bulan lalu. Arie pun melanjutkan perjalanan nya, ia tak ingin larut dalam perasaan sedihnya.
"Semoga hari ini bisa dapat rejeki lebih," gumam Arie lirih.
*****
Tap.. .tap..
Rambut klemis tersisir rapi, wangi, kacamata hitam, jas warna hitam rapi udah kaya ganteng pula, oh my good siapa yang ga klepek klepek sama pangeran sipit ini. Semua orang membungkuk memberi hormat padanya.
Bisik bisik para penghuni kantor, mengiringi langkah sang CEO muda yang baru saja menjabat 1 bulan yang lalu mengantikan sang kakek sang sudah pensiun.
BRAAAK
Alex membuka pintu ruangan dengan kasar.
karena gadis bar bar tadi meeting siang ini tertunda, hingga dia harus membayar pinalti.
"Dasar cewek sialan liat saja kalau sampai aku melihat mu lagi," ujarnya sambil menaikkan bibirnya.
******
Cakrawala senja terlihat indah di sela gedung pencakar langit Surabaya. Seorang wanita penuh peluh berjalan dengan payah, setelah bergelut dengan debu jalan raya, membawa sekarung penuh botol bekas ke tempat pengepul.
"Iki, Cak," ujar Arie sambil meletakkan karung di atas timbang.
"Ok... 3 kilo ya, Rie." jawab seorang pria tua sambil mencatat di buku besarnya, lalu mengambil beberapa lembar uang dari laci dan menyerahkan kepada Arie.
"ki oleh mu sak Minggu Iki."
[ "ini hasilnya kemarin."]
"Iya Cak, matur nuwun," Mata Arie begitu berbinar, tersenyum sumringah menerima uang dari pria itu. Setidaknya ada tambahan untuk bayar uang kontrakan meski belum sepenuhnya. Arie mengayunkan langkah dengan riang menyusuri gang kecil menuju rumah.
kriet
"Mbok," lirih Arie saat membuka pintu, didapati si mbok masih terbaring di ranjangnya. Melihat si mbok masih tidur Arie pun memutuskan untuk pergi membersihkan dirinya.
Setelah antri beberapa waktu di ponten umum, akhirnya Arie selesai membersihkan diri. Ia kembali ke rumah, di lihatnya si mbok sudah bangun duduk termenung di tepi ranjang. Arie mendekati nya, matanya terbelalak melihat noda darah di telapak tangan si mbok.
"Mbok.. kenek opo mbok,"
[ "Mbok kenapa."] Arie meraih tangan si mbok matanya berkaca-kaca.
Raut mukanya bertambah pucat tubuhnya terasa dingin.
Bukk
Tubuh si mbok jatuh di atas kasurnya.
"MBOKKKKK!" Arie berteriak histeris, ia mengguncangkan tubuh lemah neneknya.
Arie segera berlari keluar rumah, meminta pertolongan pada tetangga. Tak lama Beberapa orang memenuhi rumah Arie. Mobil Ambulan membawa tubuh si Mbok yang tak sadarkan diri. Arie terus menangis di pelukan Mba Sumirah yang berusaha menenangkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Lilis Ika Supriatna
Ya Allah mbok nya Arie knpa ya 🥺
2024-11-05
0
Sweet Girl
Sakno Arie, semoga Mboknya gak Popo...
2024-03-23
0
Hasrie Bakrie
Ceritanya sangat bagus, makanya aq mampir, untung bahasa jawanya ada terjemahannya jdi bisa ngerti. Tetap semangat ya thor 💪
2023-05-31
3