Part 18

"Sepertinya kalian cukup dekat. Apa dia itu kekasihmu?" tanya Selly sambil memandangi Kania.

"Bukan, dia itu Bastian, sahabatku."

"Oh, aku pikir dia itu kekasihmu, tapi dia boleh juga." Selly tampak tersenyum saat mengingat wajah lelaki yang terlihat kesal padanya.

Tak lama kemudian, mereka sampai di pintu gerbang rumah Arya. Kania langsung turun dari mobil, tapi Selly masih duduk santai sembari memberikan tas belanja milik Kania. "Nih, tas belanjamu. Lain kali, temani aku lagi, ya? Dan thank you, karena kamu sudah menemaniku hari ini." Selly tersenyum hingga wajah cantiknya terlihat begitu menawan. Kania mengangguk sambil mengambil tas belanjanya itu.

"Terima kasih. Apa kamu tidak mampir dulu?"

"Tidak perlu, lagipula tidak ada Arya, aku jadi malas. Ya sudah, aku balik ya, dah." Selly melambaikan tangan padanya dan Kania membalas lambaian tangannya itu. Baru saja Kania melangkahkan kaki, terdengar suara mobil yang baru saja datang hingga membuatnya menghentikan langkahnya.

Arya terlihat keluar dari mobil itu dan berjalan mendekatinya. "Kalian baru saja pulang? Mana Selly?"

"Selly baru saja pergi."

"Sini, biar aku gendong Tania." Arya meraih Tania dari gendongan Kania. Gadis kecil itu tampak tertidur. Arya kemudian membawanya ke dalam kamar dan membaringkannya di atas tempat tidur.

Arya yang biasanya pulang malam, hari itu sengaja pulang lebih awal. Entah kenapa, dia ingin cepat-cepat pulang.

Setelah mandi, Arya duduk di ruang tengah sambil memeriksa pekerjaannya di laptop. Kania tiba-tiba datang sambil membawa sepiring kue dan segelas teh hangat untuknya. "Semua ini untukku?"

Kania mengangguk. "Iya, tapi maaf, aku tidak bisa memberikanmu kopi. Lebih baik minum teh hangat saja." Kania kemudian pergi meninggalkan Arya yang masih terpaku melihat hidangan di depannya. Sejak Rani meninggal, Arya tidak lagi merasakan cemilan sore yang biasa dibuat oleh Rani untuknya. Dan untuk pertama kalinya, dia merasa momen itu kembali terulang dan itu karena Kania.

Gelas yang berisikan teh hangat itu kemudian diraih dan diteguknya. Sontak, Arya menitikan air mata karena semua yang dilakukan Kania padanya mengingatkannya pada Rani. Teh hangat dengan aroma melati adalah kesukaan Arya dan Rani selalu menyediakan teh itu untuknya. Dan kini, teh yang diberikan Kania untuknya adalah teh melati hingga ingatan Arya kembali tertuju pada Rani. "Ah, kenapa dia membuatku teringat padamu? Rani, tidakkah ini terlalu kejam buatku?" Arya kemudian bangkit menuju kamarnya tanpa peduli pada teh dan kue itu lagi.

Di dalam kamar, Arya berbaring dan mencoba melupakan semua perlakuan Kania yang membuatnya teringat pada Rani. Dia takut, jika apa yang dilakukan Kania padanya akan membuat dia menyukai Kania dan melupakan Rani. Dia takut, jika dia mempunyai perasaan lebih pada Kania karena dia masih takut untuk jatuh cinta lagi.

Lamunan Arya terusik saat ponselnya tiba-tiba berdering. Nama yang tertera di layar ponselnya cukup membuat Arya terkejut hingga membuatnya segera mengangkat teleponnya itu. "Hallo, Ayah." Sapa Arya dengan penuh rasa hormat.

"Hallo, Nak." Suara seorang pria terdengar di ujung telepon.

"Ayah ingin kasih kabar kalau minggu depan Ayah akan pulang ke Indonesia. Arya, Ayah ingin kamu segera menikah agar cucu Ayah tidak kehilangan sosok ibu. Kalau kamu tidak punya calon, maka Ayah akan menawarkan banyak calon untukmu. Kamu bebas untuk memilih salah satu dari mereka." Lelaki itu adalah Wicaksana, seorang pengusaha yang cukup sukses. Sudah 6 bulan dia ada di negeri Paman Sam untuk mengurus pekerjaannya di sana dan dia akan kembali ke Indonesia untuk memastikan putra sulungnya itu untuk menikah lagi.

Mendengar ucapan ayahnya, Arya menjadi bingung. Bagaimana mungkin dia akan menikah kalau kekasih saja dia tidak punya. Dan dia tidak ingin menikah dengan pilihan ayahnya.

"Ayah hanya ingin kasih tahu kalau kepulangan Ayah ke Indonesia untuk melihatmu menikah. Kalau kamu sudah punya calon, maka segera nikahi dia, tapi jika belum punya, maka Ayah akan datangkan anak teman Ayah untuk dijodohkan sama kamu." Ucapan lelaki itu terdengar serius. "Arya, kamu dengar, kan apa kata Ayah?"

"Iya, Yah. Arya dengar."

"Bagus kalau begitu. Minggu depan, Ayah ingin mendengar kabar baik darimu. Ayah tidak ingin kamu terus menduda karena Tania juga butuh kasih sayang seorang ibu."

"Baik, Yah. Akan Arya usahakan."

"Ya sudah. Kalau begitu sampai jumpa minggu depan." Lelaki itu mengakhiri panggilan teleponnya. Sementara Arya tampak bingung hingga membuatnya tak bisa lagi untuk berpikir.

"Apa yang harus aku lakukan? Kenapa Ayah tiba-tiba memintaku untuk cepat-cepat menikah?"

Arya bangkit dari tempat tidur dan terlihat mondar mandir di dalam kamarnya. Hingga langkahnya terhenti saat teringat pada Selly. Dengan segera, Arya menghubungi sahabatnya itu. "Hallo, Sel."

"Tumben kamu meneleponku? Ada apa?"

"Aku ingin bertemu denganmu. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

"Wah, kamu rindu ya sama aku? Tak biasanya kamu ingin menemuiku. Kalau begitu, aku sekarang ke rumahmu, ya?"

"Ya, sudah. Cepatlah, aku tunggu." Arya menutup panggilan teleponnya dan keluar dari kamar. Di ruang tengah, Arya duduk dengan gelisah. Baginya, ini adalah masalah yang cukup pelik. Dia tahu watak ayahnya yang akan mengambil tindakan sendiri jika apa yang diharapkan dari anak-anaknya tidak bisa dia dapatkan. Walau dia juga tahu, ayahnya hanya ingin yang terbaik untuknya. Dia pahami itu, tapi dalam seminggu jika dia tidak segera menikah, maka dia akan menikah dengan pilihan ayahnya dan itu berarti dia akan melanggar janjinya pada mendiang istrinya.

Suara mobil terdengar di halaman dan tak lama Selly muncul. "Ada apa? Apa kamu tidak bisa menunggu hingga besok pagi? Inikan sudah malam? Apa karena kamu sudah terlalu merindukanku?" tanya Selly dengan senyuman di wajahnya.

"Sudah, jangan bercanda. Aku sedang punya masalah dan aku ingin kamu membantuku memecahkan masalahku ini." Wajah Arya terlihat serius. Selly kemudian duduk dan menunggu penjelasan sahabatnya itu.

"Jelaskan padaku, apa masalahmu?" tanya Selly sambil memandang lurus ke arahnya.

Arya menghela napas dan mengembuskannya kasar. "Minggu depan, ayahku akan datang dari Amerika."

"Hanya karena itu kamu meneleponku?"

Arya menggeleng. "Dia ingin saat dia pulang nanti, aku harus sudah menikah. Kalau tidak, dia akan menjodohkanku dengan anak sahabatnya."

"Ya sudah, menikah saja denganku." Selly menjawab dengan wajahnya yang serius, tapi melihat Arya yang tak merespon ucapannya membuat Selly tahu kalau sahabatnya itu sedang bingung.

"Kamu tahu sendiri wanita seperti apa yang ingin aku nikahi. Aku tidak ingin egois, Sel. Aku bisa saja menikah dengan wanita manapun, tapi bagaimana dengan janjiku pada Rani. Apa mungkin wanita yang aku nikahi nanti bisa menerima anakku?" Wajah Arya terlihat sedih hingga membuat Selly merasa iba.

"Lalu, apa kamu ingin mendengar solusi dariku?" Arya memandanginya dan berharap mendapat jawaban dari masalahnya itu.

"Menikahlah dengannya." Arya terlihat bingung dengan jawaban Selly.

"Dengan siapa maksudmu?" Pandangan Selly tiba-tiba tertuju pada Kania yang datang membawa sebuah nampan berisi teh hangat.

"Silakan diminum tehnya." Kania meletakkan dua cangkir teh di atas meja dengan setoples kue kering dan kemuidan pergi ke dapur.

"Kamu tidak menyuruhku untuk menikahinya, kan?"

"Kenapa tidak? Dia cantik, pintar masak dan yang paling penting dia menyayangi putrimu dan putrimu juga menyayanginya. Apa lagi yang kamu ragukan darinya?"

"Tapi, Sel ... "

"Jangan khawatir, aku yang akan mengurusnya. Aku yakin jika kita berterus terang padanya, dia pasti akan membantumu." Selly terlihat percaya diri dengan usulnya itu.

Selly kemudian bangkit dan menemui Kania di dapur. Kania tampak sibuk karena membantu Bi Suri menyiapkan makam malam.

"Aku ingin bicara berdua denganmu, apa boleh?"

Kania mengangguk dan mengajak Selly menuju halaman kecil di belakang dapur. "Ada apa?"

"Sebelumnya, aku ingin minta maaf, jika apa yang ingin aku sampaikan ini membuatmu merasa tak nyaman, tapi sungguh aku harus mengatakannya, karena bagiku hanya kamu satu-satunya yang bisa membantu menyelesaikan masalah ini."

Kania tersenyum dan menggenggam tangan gadis itu. "Katakanlah, apapun yang bisa aku lakukan, pasti aku akan membantu. Kamu tahu, aku cukup senang bisa mengenalmu, walau pertemuan kita belum lama, tapi aku yakin kamu wanita yang baik." Kania berucap dengan sungguh-sungguh. Baginya, Selly adalah temannya. Sikap Selly padanya membuat Kania yakin kalau Selly adalah wanita yang baik.

Selly tersenyum dan membalas genggaman tangan Kania. "Sebenarnya ini bukan masalahku, tapi masalah Arya."

"Arya? Memangnya, dia ada masalah apa?" Wajah Kania tiba-tiba terlihat cemas.

"Minggu depan ayahnya akan datang dari Amerika dan ayahnya memintanya untuk segera menikah, jika tidak, dia akan dijodohkan dengan wanita pilihan ayahnya."

"Lalu, apa hubungannya denganku?"

"Selama ini, Arya tidak pernah menjalin kasih dengan wanita manapun, karena dia ingin memegang teguh janji istrinya untuk menikahi wanita yang menyayangi putrinya dan begitupun sebaliknya. Jujur, aku menyukai Arya, tapi kini tidak lagi karena aku sadar aku bukanlah tipe wanita yang disukainya dan juga Tania tidak terlalu peduli padaku." Selly tampak tersenyum kecut saat mengucapkan itu.

"Akan tetapi, aku tahu ada seseorang yang memenuhi kriteria itu dan orang itu adalah kamu." Sontak, Kania terkejut hingga membuat matanya melebar.

"Aku?"

Selly mengangguk. "Iya, kamu. Bukankah, kamu menyayangi Tania dan Tania juga menyayangimu?"

"Tapi, aku ... "

"Kania, aku tahu ini pasti mengagetkanmu, tapi Arya hanya bisa berharap darimu. Saat ini, dia pasti sedang memikirkan nasib putrinya. Dia tidak ingin putrinya mendapatkan seorang ibu yang tidak menerima dan menyayanginya. Kania, aku mohon, cobalah untuk mengerti posisi Arya. Aku akan pastikan kalau pernikahan kalian hanya pernikahan kontrak bukan untuk selamanya." Selly terlihat memohon hingga Kania menjadi bingung.

"Apa hanya itu solusimu? Tidakkah ada solusi yang lainnya?"

Selly menggeleng. "Tidak ada, karena satu-satunya wanita yang diinginkan Tania hanyalah dirimu. Kania, tolong pertimbangkan sekali lagi. Semua ini bukan untuk Arya, tapi semua ini untuk Tania."

Ucapan Selly membuat Kania tak lagi berkata-kata. Mengingat Tania, hatinya menjadi luluh. Jujur, dia begitu menyayangi gadis kecil itu dan ingin selalu menjaga dan melindunginya. Melihat Tania, dia seakan melihat cerminan dirinya sendiri dan dia sudah berjanji akan melakukan apapun untuk mereka sebagai rasa terima kasihnya untuk lelaki yang sudah banyak membantunya.

Kania menarik napas dan mengembuskannya perlahan. "Bisakah aku bicara dengan Arya?"

Selly mengangguk dan meraih tangannya. "Ayo, kita temui dia." Kedua wanita itu lantas bergegas menuju ruang tengah dan mendapati Arya yang terlihat gelisah.

Melihat kedatangan kedua wanita itu membuat Arya langsung berdiri karena terkejut. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud ... "

"Aku akan menyetujuinya. Aku akan lakukan demi Tania. Aku akan menjadi ibu baginya, tapi maaf, aku tidak bisa menjadi istrimu karena status itu hanya ada di atas kertas, tak lebih. Aku harap, kamu mengerti."

Mendengar penuturan Kania, Arya mengangguk tanpa berpikir lagi. "Baiklah, aku setuju karena yang aku perlukan hanya seorang ibu bagi Tania. Jangan khawatir, karena aku akan memberikanmu harga yang pantas."

"Tidak perlu, aku melakukannya tulus. Bukankah, aku sudah pernah berjanji untuk membantu keluargamu? Aku akan melakukannya hingga Tania tak lagi membutuhkanku." Kania mengucapkan tanpa ragu sedikitpun. Dia sudah bertekad untuk membantu Arya sekaligus untuk membalas kebaikan lelaki itu padanya.

"Kalau begitu, masalahmu sudah selesai, tinggal mengurus pernikahan kalian saja. Jadi, kapan kalian memutuskan untuk menikah? Apa dalam minggu ini atau menunggu hingga ayahmu datang?" tanya Selly ingin memastikan.

"Bagaimana kalau dua hari lagi? Besok, aku akan mengurus semuanya. Kania, apa kamu tidak keberatan?"

Kania mengangguk. "Terserah padamu saja."

"Kalau kalian berdua sudah sepakat, baiklah, aku akan membantu mengurus pernikahan kalian." Selly terlihat antusias. Wajah cantiknya tampak tersenyum saat melihat mereka yang akan terikat dalam pernikahan kontrak. Walau hanya pernikahan kontrak, tapi Selly tak main-main dalam penyiapan acara pernikahan itu. Buktinya, wanita cantik itu tak segan-segan membeli kebaya pengantin untuk acara akad nikah.

Dua hari kemudian, suasana di rumah mewah bertingkat dua itu terlihat berbeda. Walau sederhana, pernikahan yang dilangsungkan secara tiba-tiba itu turut dihadiri oleh beberapa orang tamu dan diantaranya adalah Bastian. Lelaki itu terlihat tersenyum saat melihat Kania yang kini berjalan perlahan dengan menggunakan kebaya dengan sanggul melati yang teruntai indah. Wajah cantik Kania begitu terpancar hingga membuat Arya terkejut. Wanita yang selalu terlihat polos, kini terlihat cantik bak seorang dewi.

Tak hanya itu, Wicaksana juga menyaksikan acara akad nikah melalui video call. Dia tidak ingin acara sakral putra sulungnya itu terlewatkan begitu saja. Terlihat, wajah rentanya tampak tersenyum saat anak sulungnya itu berhasil mengucapkan akad tanpa cela sedikitpun.

Di sampingnya, duduk seorang pemuda yang juga terlihat antusias menyaksikan pernikahan itu. Dia adalah Ryan Wicaksana, pemuda tampan dengan senyumannya yang terlihat menawan, tapi kali ini senyumannya itu perlahan sirna saat melihat Kania yang telah duduk bersanding dengan kakaknya, Arya Wicaksana.

Terpopuler

Comments

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Jgn jgn Ryan itu mantan pacarnya Kania

2020-11-21

0

Onih Sulastri

Onih Sulastri

yeh seru nih.....

2020-06-21

1

Ilan Irliana

Ilan Irliana

yah yah yah...mulai dah..

2020-06-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!