Part 15

Di dalam kamar, Kania tampak menemani Tania yang sedang tidur. Kania berbaring di sampingnya dengan diiringi senandung pengantar tidur dan tepukan lembut di punggung gadis kecil itu. Hari yang semakin larut, membuat Tania tertidur pulas dengan pelukan Kania yang belum terlepas.

Setelah Tania benar-benar tertidur, Kania lantas bangkit dan mengecup dahi gadis kecil itu. "Bermimpilah yang indah." Kania mengelus lembut kepala gadis kecil itu dan melangkah keluar meninggalkan kamar dan berjalan menuju ke kamarnya.

Di atas tempat tidur, Kania duduk sambil menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur. Keheningan di malam itu, telah membuatnya merasa kesepian dalam kesendirian. Kania menekuk lututnya dan menyangga kepala di atas lututnya itu. Samar-samar, wajah ibunya melintas dalam lamunannya. Wajah ibunya tampak menangis di depannya. Seketika, Kania menitikan air mata saat mengingat pertemuan terakhir dengan ibunya itu.

Suara petir yang tiba-tiba menggemuruh tidak membuat Kania terkejut sedikitpun. Air hujan yang perlahan turun, seakan paham dengan kesedihan yang kini dirasakan oleh Kania. Titik air hujan yang mulai berebut jatuh menambah kesedihan di hatinya. Suara rinai hujan seakan ingin menutupi suara tangisnya yang perlahan terdengar.

"Ibu, apakah ibu baik-baik saja di sana? Ibu pasti kedinginan dan kesepian. Maafkan aku, karena aku tidak bisa lagi menemanimu." Kania menangis saat mengingat ibunya. Air matanya tak mampu dibendungnya. Isakan tangisnya tertutup suara hujan yang mengguyur di malam itu.

Di saat sendiri seperti saat ini, kesedihan dengan leluasa merasuk di hatinya. Kesedihan yang ingin dibuangnya, nyatanya kembali mengganggunya hingga membuat air matanya kembali jatuh.

Kania mengangkat wajahnya dan menghapus air matanya. Kania lantas bangkit dan berjalan menuju dapur. Dengan isakan yang sesekali terdengar, Kania melangkah menuju lemari es dan menuangkan susu kemasan di dalam gelasnya. Susu itu kemudian diteguknya dan berharap matanya bisa secepatnya terpejam.

"Kamu belum juga tidur?" Kania terkejut hingga membuatnya tersedak.

"Maaf, jika aku membuatmu terkejut." Arya yang kini berdiri di depannya segera mengambil kotak tisu dan menyerahkan pada Kania. Arya yang juga masih terjaga, rupanya ingin ke dapur untuk mengambil segelas susu untuknya dan tak sengaja melihat Kania.

"Apa kamu tidak bisa tidur?" tanya Arya sambil menuangkan susu ke dalam gelasnya.

Kania tidak menjawab. Wajahnya terlihat menunduk karena tidak ingin lelaki itu melihat matanya yang sembab.

"Apa kamu baru saja menangis?" Pertanyaan Arya sontak membuat Kania mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke arah lelaki itu.

Arya tersenyum kecut saat melihat mata Kania yang memerah dan sembab. "Aku tahu bagaimana perasaanmu itu. Di saat kita sendiri, maka kita akan menangis karena mengingat kebersamaan kita bersama mereka. Rasa kehilangan dan juga kerinduan pada mereka membuat kita ingin terus menangis. Aku pernah merasakannya hingga membuatku hampir gila."

Ucapan Arya membuat Kania menundukan wajahnya dan air bening itu kembali mengalir membasahi wajahnya.

"Apa kamu ingin aku temani kamu menangis atau kamu mau aku hubungi Bastian?" Arya berjalan menuju ruang tengah sembari membawa gelas yang berisikan susu. Diletakannya gelas itu di atas meja sambil duduk di kursi sofa. Arya kembali memandangi Kania yang masih berdiri tak bergerak, tapi tak lama, karena Kania terlihat berjalan menuju ke arahnya. Kania kemudian duduk di sebelahnya dengan gelas yang masih di tangannya.

"Menangislah, aku akan mendengar." Arya kemudian mengambil gelas dari tangan Kania dan meletakannya di atas meja.

Kania masih menundukkan wajahnya hingga perlahan kedua kakinya diangkat dan ditekuknya. Kepalanya kemudian diletakkan di atas lututnya sembari menunduk dengan isakan tangis yang perlahan terdengar.

Arya hanya mendengar tanpa mengatakan apapun. Dia terlihat asyik menyeruput susu di gelasnya, seakan dia tak mendengar apa-apa. Walau begitu, Arya tak bisa menutupi perasaannya sendiri yang saat ini ikut merasakan kesedihan melihat Kania menangis di sampingnya.

Suara hujan yang sedari tadi tak henti membasahi bumi, kini mulai mereda seiring tangisan Kania yang juga mulai berhenti. Kania mengangkat wajahnya dan memandangi Arya yang juga menatap ke arahnya. "Kenapa? Apa kamu sudah puas menangis?"

Perlahan, Kania menghapus air matanya dan mengambil susu yang teronggok di atas meja dan mulai meneguknya. "Terima kasih."

"Terima kasih untuk apa?"

"Untuk kesediaanmu menemaniku menangis."

"Tenang saja, aku tadi tidak mendengar apa-apa. Malah yang aku dengar hanya suara hujan dan suara petir." Arya tampak tersenyum dan Kania pun ikut tersenyum.

"Apa selama ini kamu mengalami kesulitan tidur? Apa kamu sama sekali tidak mengantuk?"

Arya tersenyum dan kembali meneguk susu di gelasnya hingga habis. "Tidak lagi sejak aku mulai rutin minum susu sebelum tidur."

"Syukurlah kalau begitu, aku ikut senang mendengarnya." Kania kemudian meneguk susu di gelasnya. Sesaat, mereka terdiam, tapi tak lama. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Kania sambil memandangi Arya.

"Apa yang mau kamu tanyakan? Cepat, tanyakan sebelum aku mengantuk."

"Hmm, aku ... " Kania tampak ragu, tapi dia kembali bertanya, "Apa aku masih bisa kerja di sini? Aku tahu, biaya untuk pengobatan ibuku tidaklah sedikit dan aku belum bisa membayarnya. Apa aku boleh tetap bekerja di sini untuk membayar hutangku itu?"

Arya memandangi Kania yang terlihat cemas seakan ada kegelisahan di hati gadis itu. "Aku tidak ingin kamu bekerja di sini karena hutangmu itu. Kamu tahu sendiri kan kalau aku yang memintamu tinggal di sini untuk menjaga Tania? Hutangmu itu aku sudah menganggapnya lunas karena berkat dirimu, Tania bisa bahagia. Sebenarnya, aku yang merasa takut jika kamu pergi meninggalkan rumah ini. Aku takut jika kamu pergi nanti, Tania akan merasa kehilangan."

Mendengar penuturan Arya, mata Kania tampak berbinar. "Tidak, aku tidak akan meninggalkan Tania. Tanpa dibayar pun, aku akan tetap ada untuk Tania. Aku janji, aku akan pergi jika kamu sudah mendapatkan wanita untuk menjadi istri dan ibu buat Tania. Aku janji, asal untuk saat ini biarkan aku bersama Tania, aku mohon." Kania tampak memohon, seketika raut kesedihan yang sempat terukir di wajahnya kini tak ada lagi. Yang terlihat saat ini adalah wajah penuh pengharapan dan kebahagiaan.

"Ya sudah, kalau itu maumu. Pergilah tidur, aku sudah mengantuk." Arya bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan meninggalkan Kania yang tampak tersenyum bahagia.

"Terima kasih, aku janji akan menjaga Tania dengan baik." Kania tampak bahagia. Senyumnya melebar saat mendengar ucapan Arya. Sementara Arya, berjalan dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Entah mengapa, mendengar Kania ingin tetap tinggal di rumahnya membuat hatinya bahagia. Seakan dia tidak ingin gadis itu pergi meninggalkannya dan juga putrinya.

Di atas pembaringan, Arya masih terjaga. Bukan karena belum mengantuk, tapi karena perasaan bahagia yang terus membuatnya membayangkan Kania. "Gadis itu, kenapa wajahnya tak bisa lepas dari ingatanku?" Arya mengusap wajahnya dan mencoba memejamkan matanya. Sambil terpejam, Arya tersenyum dan perlahan dia mulai terbuai dalam mimpi indahnya. Mimpi yang tak ingin membuatnya kembali terjaga.

*****

Pagi itu, Kania sudah bersiap dengan segala tugasnya. Di dapur, Kania membantu Bi Suri seperti biasanya. Dari menyiapkan sarapan dan keperluan lainnya.

Wajahnya yang cantik terlihat alami walau tanpa bedak. Wajah cantiknya itu terlihat polos dengan rambut panjang yang diikat asal. Sungguh, kepolosan Kania terlihat natural hingga membuat seseorang memandanginya dengan takjub.

"Apa dia memang sepolos itu?" batin Arya sambil duduk di meja makan.

Kania yang melihat Arya duduk di meja makan, lantas menyiapkan air madu hangat dan meletakkannya di depan lelaki itu. "Tidak mengapa kan kalau minum air madu lagi?"

Arya tersenyum dan mengangguk. Dengan segera, air madu itu langsung di teguknya. "Apa Tania sudah bangun?"

"Belum, dia masih tidur. Aku sudah mengeceknya, tidurnya nyenyak sekali." Kania tersenyum dan berjalan kembali menuju dapur. Tak lama kemudian, Kania kembali dengan membawa semangkuk nasi goreng yang baru saja dibuatnya.

"Wah, pagi ini kita sarapan nasi goreng, ya? Hmm, nasi goreng buatan Bi Suri pasti enak." Arya menyendok nasi goreng itu ke piringnya dan mulai melahapnya. "Hmm, enak." Arya memuji sambil makan dengan lahapnya hingga membuat Bi Suri yang datang membawa telur ceplok tersenyum.

"Apa nasi gorengnya enak, Tuan?" Arya mengangguk tanpa bersuara karena mulutnya penuh dengan nasi goreng.

"Itu nasi goreng buatan Kania, bukan buatan Bibi." Arya berhenti mengunyah dan memandangi Bi Suri dengan heran.

"Kania itu pintar masak, loh, Tuan. Tak hanya itu, dia juga pintar membereskan rumah." Kembali wanita paruh baya itu memuji Kania.

"Maksud Bibi, apa?"

Belum sempat Bi Suri menjawab, Kania muncul bersama Tania yang sudah wangi karena baru selesai mandi.

"Anak Papa sudah bangun? Ayo, sarapan sama Papa."

"Tania mau disuap sama Mama." Gadis kecil itu memandangi Kania yang sudah siap dengan sepiring nasi goreng di tangannya.

"Iya, nanti Mama yang akan menyuapimu." Kania lantas duduk di depan Tania dan mulai menyuapi gadis kecil itu. Tak butuh waktu lama, sepiring nasi goreng itu habis tak bersisa.

"Pintarnya anak Papa." Arya mencium dahi putrinya itu sembari mengelus lembut kepalanya.

Wajah lelaki itu tersenyum sumringah saat melihat putrinya itu. Wajahnya terlihat tampan dan penuh kharisma dengan penampilannya yang maskulin. Jas berwarna hitam dengan paduan kemeja putih di dalamnya membuat Arya terlihat gagah. Melihatnya, orang-orang pasti tidak menyangka kalau dia sudah menikah dan mempunyai seorang anak.

Arya dan Rani memang menikah di usia yang terbilang muda. Arya menikahi Rani di saat umurnya baru 24 tahun. Sementara Rani lebih muda setahun darinya. Di usianya kini yang hampir 29 tahun, Arya masih terlihat gagah dan tampan. Bahkan, dia menjadi salah satu pengusaha muda tertampan yang cukup populer di kalangan pebisnis wanita.

Ponsel Arya tiba-tiba berdering. Di layar terpampang sebuah nama yang tidak asing baginya. "Ada apa, Tia?"

"Maaf, Pak. Saat ini, Bu Selly sudah menunggu Bapak di kantor. Katanya, dia ingin bertemu dengan Bapak."

"Selly? Bukannya besok baru jadwalku bertemu dengannya?"

"Aku juga sudah jelaskan, tapi katanya dia ingin mengubah jadwal pertemuan menjadi pagi ini."

"Ya sudah kalau begitu. Aku akan ke kantor sekarang juga." Arya mengakhiri panggilan teleponnya dan pandangannya kembali tertuju pada putrinya.

"Tania main sama Mama, ya. Papa berangkat kerja dulu. Tania jangan nakal di rumah dan dengar apa kata Mama dan Bi Suri. Tania ingat kan, apa yang baru saja Papa katakan?"

"Tania ingat, kok, Pa. Tania tidak akan nakal. Iya, kan, Ma?" Kania mengangguk dan tersenyum padanya.

"Pergilah, aku akan menjaganya."

Arya mengangguk dan segera menggendong putrinya itu. Di depan pintu rumah, Arya mencium dahi putrinya dan memberikan putrinya itu pada Kania. Sambil melambaikan tangan, Arya kemudian pergi

Di kantor, Selly, wanita cantik dengan penampilannya yang glamor tampak duduk di ruang tunggu. Wajahnya yang cantik dengan bentuk tubuh yang indah, cukup membuatnya menjadi pusat perhatian. Setiap mata akan menatapnya penuh takjub dan rasa iri. Setiap lelaki yang melihatnya pasti akan tergoda dengan kecantikannya itu. Dan setiap wanita pasti akan iri dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya yang sangat proposional.

Melihat kedatangan Arya, wanita cantik itu lalu bangkit dan berjalan mendekati Arya dengan sikapnya yang sedikit manja. "Tumben, hari ini kamu datang terlambat? Biasanya kan kamu selalu datang lebih awal."

Arya tidak menjawab, tapi wanita itu tampak tak peduli dan mengikuti Arya masuk ke dalam ruangannya. Tanpa disuruh, wanita itu lantas duduk sekenanya di depan Arya sembari menatap wajah tampan yang membuat matanya tak berkedip.

"Kamu tahu kenapa aku meminta bertemu hari ini denganmu? Itu karena aku sangat merindukanmu." Wanita itu tampak tersenyum dan terus memandangi Arya.

"Sudah bercandanya?" Sergah Arya yang membuat wajah wanita itu menjadi cemberut.

"Hei, apa kamu tidak bisa pura-pura menyukaiku sedikit saja? Kamu tahu, di luar sana banyak lelaki yang berebut untuk bisa mendapatkanku, tapi aku tidak ingin mereka, tapi aku hanya ingin dirimu." Selly tampak kesal hingga wajah cantiknya itu tampak memerah.

"Apa hanya ini yang ingin kamu sampaikan padaku?" tanya Arya yang terlihat serius. Sontak, wajah kesal Selly perlahan melunak.

"Kamu tahu kan aku baru pulang dari Eropa dan langsung menemuimu. Apa aku tidak bisa rindu pada sahabatku sendiri?"

Selly Whardani, wanita cantik yang terlihat menggoda itu adalah sahabat Rani. Arya cukup dekat dengannya, apalagi setelah kematian Rani. Selly dengan sikapnya yang blak-blakan dan To The Point itu cukup membuat Arya kewalahan. Bukan hanya itu, Selly bahkan berterus terang pada Arya kalau dia menyukai lelaki itu walau Arya tak menanggapinya dengan serius.

"Aku ingin main ke rumahmu dan menemui Tania. Aku ingin tahu, apa dia masih enggan padaku atau dia akan menerimaku. Arya, tidakkah aku pantas untuk menjadi istrimu?" Ucapan Selly sontak membuat Arya mengangkat wajahnya dan menatap wanita itu yang ternyata masih mengharapkannya.

Terpopuler

Comments

AGR

AGR

👍👍👍👍👍👍

2022-05-09

0

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Widih....perempu satu satu berdatangan mendaftarkan diri utk menjadi istri Arya

2020-11-21

0

Riza.Lubis81

Riza.Lubis81

umur 29 itu masih muda bgt. jangan dibikin tua ah.

2020-06-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!