Kesediaan Kania yang menyetujui permintaan Tania membuat Arya menjadi tak tenang. Di ruang tengah, dia duduk sembari menunggu Kania yang masih menidurkan putrinya di kamar. Rasanya, dia ingin meminta penjelasan dari gadis itu.
Dengan ditemani secangkir kopi, Arya duduk sambil memandangi layar televisi yang masih menyala. Namun, sebenarnya dia tidak fokus pada acara yang kini ditontonnya karena pikirannya masih terganggu dengan pengakuan Kania. "Bisa kita bicara sebentar?" Arya tiba-tiba berdiri di depan Kania saat gadis itu baru saja keluar dari kamar. Rupanya, Arya merasa tak tenang hingga membuatnya meninggalkan ruang tengah dan berdiri di depan kamar putrinya itu.
Kania hanya mengangguk dan mengikuti Arya yang berjalan menuju ke ruang tengah. Di sofa, Arya duduk dan Kania hanya berdiri tak jauh darinya. "Kenapa berdiri? Ayo duduk!"
Kania lantas duduk di sofa depannya. Seakan paham dengan maksud pembicaraan mereka, Kania lantas membuka kata. "Aku minta maaf, jika aku telah lancang menyetujui permintaan Tania. Aku sadar, aku tidak pantas untuk menyetujuinya, tapi aku tidak tega jika melihat Tania harus kecewa karena begitu mengharapkanku. Aku tahu, tugasku hanya menjaga dan memberikan perhatianku padanya, tapi aku sudah terlanjur menyayanginya."
"Apa hanya itu tujuanmu?" Ucapan Arya membuat wajah Kania berubah.
"Apa maksudmu? Apa kamu pikir aku sengaja menyetujuinya karena punya maksud tertentu?"
"Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya tidak menyangka, dengan mudahnya kamu menyanggupi tanpa berpikir terlebih dulu. Apa kamu serius dengan pengakuanmu itu? Tanpa bertanya padaku, kamu langsung menyanggupinya. Apa kamu tidak berpikir kalau aku bisa saja menolaknya?"
"Jika kamu menolaknya, aku bisa apa. Baiklah, apapun yang akan aku lakukan bersama Tania, aku akan meminta persetujuanmu dulu. Maaf, jika aku salah." Kania menundukan wajahnya dan tak lagi mengucapkan apapun.
"Apa kamu serius dengan keputusanmu untuk tetap tinggal di sini?" Arya terlihat mulai melunak.
"Aku akan tetap ada di sini, jika aku masih dibutuhkan karena aku punya hutang budi padamu. Aku akan pergi, jika aku sudah tidak lagi dibutuhkan. Aku sangat berterima kasih karena dirimu, ibuku bisa dirawat. Dan aku sudah berjanji untuk membalas kebaikanmu itu walau dengan nyawaku. Aku tak punya harta untuk bisa membayar hutangku itu. Aku hanya bisa memberikan kasih sayangku untuk Tania, dan itu tulus. Kapanpun kamu inginkan aku pergi, maka aku akan pergi." Kania mengucapkan semua itu dengan air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya. Rasanya dia begitu sedih hingga membuatnya menangis.
Melihat Kania menangis, Arya menjadi luluh. "Aku minta maaf, jangan menangis lagi. Aku tahu kamu tulus menyayangi Tania karena itu aku rela mencarimu, tapi aku juga khawatir karena aku tahu sifat putriku itu. Tidak ada wanita yang bisa membuatnya tertawa dan bahagia selain dirimu, walau tantenya sendiri dia tidak suka. Karena itu, aku khawatir jika Tania akan meminta lebih."
Kania mengangkat wajahnya dan memandangi lelaki itu. "Apa maksudmu?"
"Tania memintamu untuk selamanya tinggal di sini dan itu berarti dia ingin kamu menjadi ibunya. Dan itu berarti, kita harus menikah."
Kania terkejut dan memandangi Arya. "Menikah?"
"Kenapa terkejut? Apa kamu tidak berpikir akan hal itu sebelum menyetujui permintaan Tania?"
"Aku ... " Kania tampak bingung dan tak mampu untuk berkata-kata.
"Kenapa? Apa kamu tidak bisa menyanggupinya? Bukankah, kamu baru saja mengatakan kalau nyawamu pun kamu rela berikan untukku?"
Kania terdiam. Dia tidak menyangka, ucapannya itu akan membuat dirinya tersudut. Walau begitu, Kania berusaha untuk tetap tenang. "Kalau memang menikah denganmu bisa membuat Tania bahagia, aku akan melakukannya, tapi apa kamu mau menikahi wanita sepertiku? Aku hanya gadis miskin yang tak punya apa-apa. Bahkan, aku tidak secantik wanita-wanita yang kamu kenal di luar sana. Apa kamu tidak keberatan?"
Arya tersenyum kecut saat mendengar ucapan Kania. "Apa kamu pikir aku tidak sanggup melakukannya? Apa kamu pikir aku tidak ingin melihat putriku bahagia? Apapun itu, aku akan melakukannya demi kebahagiaan putriku walau harus menikahimu." Arya terlihat sungguh-sungguh hingga membuat Kania memandanginya.
"Kalau memang pernikahan bisa membuat Tania bahagia, aku akan menyanggupinya, tapi jika itu memang terjadi aku tidak akan memintamu untuk menjalankan tugasmu sebagai seorang istri. Cukup lakukan tugasmu sebagai seorang ibu bagi Tania, tak lebih. Ah, sebaiknya kita bicarakan ini lagi nanti. Aku tidak ingin membuatmu merasa kurang nyaman. Pergilah tidur." Arya kemudian bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya.
Kania juga melakukan hal yang sama. Di dalam kamar, dia terus memikirkan apa yang baru saja mereka bahas. Begitupun dengan Arya. Dia tidak bisa tidur karena memikirkan hal yang sama. "Ah, apa aku harus melangkah sejauh ini?"
Arya memandangi foto istrinya. "Rani, apa sudah saatnya aku memenuhi janjiku padamu? Apa dia wanita yang harus aku nikahi karena ketulusannya menyayangi putri kita?"
Arya memejamkan matanya dan mengingat semua yang pernah dijanjikan olehnya saat istrinya itu akan meninggal. Janji yang belum sempat ditepati karena wanita yang selalu ingin dekat dengannya, selalu ditolak oleh Tania. Dan kini, Tania menemukan wanita yang begitu tulus menyayanginya tanpa sengaja dan Arya, mau tak mau harus menepati janjinya itu.
Baru saja Kania memejamkan matanya, tiba-tiba suara tangisan Tania mengagetkannya. Spontan, Kania berlari menuju kamar gadis kecil itu dan diikuti Arya yang juga berlari ke arah yang sama.
"Tania kenapa menangis?" Kania lantas memeluk gadis kecil itu yang sudah menangis sesenggukan.
"Mama, Tania takut."
"Tania tidak usah takut lagi, kan ada Mama sama Papa di sini." Kania berusaha membujuk gadis kecil itu sambil mengelus lembut punggungnya.
"Papa dan Mama temani Tania tidur, ya?" Sontak, Kania dan Arya terkejut dan saling memandang.
"Biar Mama saja yang temani Tania tidur, ayo."
"Tania juga mau Papa tidur di sini. Ayo, Pa." Tania merengek sambil mengulurkan tangannya ke arah ayahnya.
"Baiklah, tapi Tania harus segera tidur dan jangan menangis lagi." Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum.
Di tempat tidur yang cukup luas, mereka bertiga berbaring. Kania terlihat canggung saat membaringkan tubuhnya di samping Tania. Walau posisi Tania berada di tengah-tengah mereka, tapi keduanya merasa sangat tidak nyaman.
Kania memandangi langit-langit kamar dan perlahan memejamkaan matanya. Arya yang juga diam terpaku, hanya bisa memandangi langit-langi kamar dan sesekali menatap putrinya yang juga belum tertidur. "Sayang, kenapa belum juga tidur? Papa dan Mama kan sudah menemani Tania di sini?"
Kania lantas membuka matanya dan memandangi Tania yang memang belum juga tertidur. Kania lantas memiringkan posisi tidurnya dan memeluk gadis kecil itu. "Tidurlah, Mama sudah memelukmu. Mama akan bernyanyi untukmu." Kania lantas bernyanyi pelan di ujung telinga gadis kecil itu sambil menepuk-nepuk bahunya dengan lembut.
Kania bersenandung sambil memejamkan matanya. Senandung tentang kerinduan seorang anak pada ibunya. Senandung yang sering didengarnya saat dia masih kecil dulu.
Tak lama kemudian, Tania tertidur. Begitupun dengan Kania yang sudah tertidur sambil memeluk gadis kecil itu. Sementara Arya masih terjaga. Matanya seakan enggan untuk terpejam. Perlahan, dia memandangi Kania yang tampak tertidur pulas. Wajah gadis itu terlihat cantik alami. Tak hanya itu, wajahnya terlihat polos dengan rambut panjangnya yang terurai.
Arya kemudian bangkit dari tempat tidur dan memandangi mereka sekali lagi. Sambil tersenyum, Arya menyelimuti keduanya dengan selimut. Dengan lembut, Arya membelai kepala putrinya itu dan mengecup pipinya. "Tidurlah yang nyenyak. Papa akan melakukan apapun asal kamu bahagia."
Arya kemudian meninggalakan kamar dan duduk di ruang makan dengan ditemani secangkir kopi. Sejak kematian istrinya, Arya mulai terbiasa untuk begadang hingga membuatnya mengalami insomnia yang cukup parah. Dalam semalam, dia hanya bisa tertidur dalam dua jam, dan itupun tidak tentu karena tiba-tiba saja dia terbangun. Dan sampai pagi, dia tidak akan tertidur lagi.
Hanya secangkir kopi yang selalu menemaninya di saat matanya terjaga. Seperti saat ini, dia duduk sambil sesekali menyeruput kopi yang dibuatnya sendiri. Jika dia terjaga, maka yang dilakukannya hanya menatap laptopnya dan menyelesaikan pekerjaan kantor yang belum selesai dikerjakannya.
Waktu menunjukan pukul 02.00 pagi. Namun, matanya belum juga bisa diajak kompromi. Walau pekerjaannya sudah selesai, tapi nyatanya matanya belum juga bisa terpejam.
Di dalam kamar, Kania perlahan membuka matanya. Diliriknya ke samping Tania sekadar memastikan keberadaan Arya, namun lelaki itu sudah tidak lagi ada di situ. "Mungkin, dia sudah kembali ke kamarnya," batin Kania sambil bangkit dari tempat tidur.
Kania lantas bergegas keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang makan. Tenggorokannya terasa haus hingga membuatnya ingin minum. Lampu di ruang makan masih menyala hingga membuat Kania penasaran.
Di meja makan, Kania melihat Arya yang tampak menyeruput minuman di cangkirnya dan itu adalah cangkir yang ke lima. Empat gelas bekas minumannya tampak teronggok begitu saja di atas meja.
Kania lantas berjalan mendekatinya. "Apa kamu tidak bisa tidur?" Kania berdiri di sisi meja sambil memperhatikan keempat gelas itu. "Apa semua ini kamu habiskan sendiri?" Kania terlihat heran hingga membuat Arya tersenyum.
"Kenapa? Apa kamu tidak pernah melihat orang minum kopi?"
"Bukan begitu, tapi ini tidak baik untuk kesehatanmu." Kania lantas mengambil keempat gelas itu dan membawanya ke westafel. Keempat gelas itu lantas dicucinya. Melihat satu gelas yang masih terparkir di depan Arya, gadis itu lantas mengambilnya dan membuang sisa kopi yang masih setengah.
"Hei, gelas itu masih ada isinya." Cegah Arya, tapi gadis itu tidak peduli.
Tak lama kemudian, Kania kembali dengan membawa segelas susu hangat dan diletakkan di depan Arya. "Dari pada minum kopi, lebih baik minum susu hangat ini. Aku jamin, setelah minum susu, kamu pasti bisa tertidur." Kania lantas duduk di kursi sambil menyeruput segelas air putih hingga habis.
"Setelah minum susu, sebaiknya kamu langsung tidur. Tuhan memberikan malam agar kita bisa istirahat bukan untuk bekerja. Kalau kamu sakit, Tania pasti akan sedih. Jagalah kesehatanmu karena masih ada Tania yang memerlukanmu." Kania lantas berdiri dan kembali ke kamar dan menemani Tania tidur.
Arya bagaikan tersihir hingga membuatnya tak berkutik. Ucapan Kania sontak menggugah hatinya. Gelas yang berisikan susu itu kemudian diraihnya. Perlahan, ingatannya kembali terusik. Di saat lalu, istrinya sering membuatkannya susu di saat dia masih terjaga. Dan kini, dia kembali merasakan suasana itu lagi, tapi bukan dengan istrinya melainkan dengan seseorang yang belum lama ini dikenalnya.
Tak menunggu lama, Arya kemudian menyeruput susu yang masih hangat itu hingga habis. Laptop yang awalnya terbuka, kini ditutupnya. Dengan langkah gontai, Arya kembali ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas pembaringan.
Arya memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur. Perlahan, dia mulai merasakan kantuk yang membuatnya enggan untuk membuka matanya dan tak lama kemudian, lelaki itupun tertidur.
Entah apa yang membuatnya bisa tertidur secepat itu, padahal sudah lama sekali dia tidak merasakan tidur yang nyenyak dan sepulas itu.
Jam enam pagi, Kania sudah bangun dan terlihat membantu Bi Suri di dapur. Walau sudah dilarang untuk membantu, tapi gadis itu tetap saja membantu Bi Suri walau hanya sekadar mengatur piring dan gelas di meja makan.
"Tumben jam begini Tuan Arya belum juga bangun?" tanya Bi Suri.
"Mungkin karena kecapean karena semalam aku lihat dia sedang mengerjakan pekerjaan di laptopnya." Kania menjawab polos.
"Kalau itu sudah biasa, karena tiap malam Tuan Arya duduk di meja makan sambil mengerjakan pekerjaannya itu, tapi biasanya Tuan Arya jam begini sudah siap walau dari semalam tidak tidur. Apa jangan-jangan ... "
"Jangan-jangan apa, Bi Suri?" Wanita paruh baya itu terkejut karena majikannya itu sudah berdiri di belakangnya. Lelaki itu sudah tampak rapi karena harus bersiap-siap ke kantornya.
"Bukan apa-apa, kok, Tuan." Wanita itu kemudian mengambil gelas dan bubuk kopi dan hendak membuatkan kopi untuk majikannya itu. Sementara Arya sudah duduk di meja makan sambil memperhatikan Kania yang tengah sibuk membantu Bi Suri.
"Bi, jangan bikin kopi lagi."
"Tidak bisa, karena tiap pagi Tuan Arya harus minum kopi, jika tidak nanti kosentrasinya bisa hilang."
"Kalau begitu, biar aku saja yang buatkan. Bi Suri siapkan lainnya saja."
"Ya sudah kalau begitu."
Kania lantas mengambil madu dan jeruk lime di kulkas dan dicampurkan ke dalam gelas dan ditambah air putih hangat. Dengan segera, minuman itu diletakkan di depan Arya.
"Minuman apa ini? Mana kopi untukku?"
"Minuman itu tidak akan membunuhmu. Cobalah untuk meninggalkan kebiasaan burukmu yang selalu minum kopi, karena itu tidak baik bagi kesehatanmu jika dikonsumsi secara berlebihan." Ucapan Kania membuat Arya merasa heran hingga membuat matanya melebar.
"Hei, sejak kapan kamu ikut campur dengan apa yang boleh dan tidak boleh aku makan? Cepat, bawakan aku kopi."
Kania lantas berjalan mendekatinya. "Baik, aku akan memberikanmu kopi, tapi aku ingin bertanya sesutu. Apa semalam kamu tidur dengan nyenyak?"
Arya terkejut dan dia akui itu, jika semalam dia bisa tertidur pulas dan itu mungkin karena pengaruh susu yang diberikan Kania padanya. Lelaki itu tak lagi membantah dan memandangi segelas air madu itu dan kemudian diteguknya.
Rasa segar tiba-tiba merasuk di tubuhnya setelah dia meminum beberapa teguk minuman yang diberikan Kania padanya. Dengan segera, minuman itupun dihabiskannya.
Kania tersenyum saat melihat Arya menghabiskan minumannya itu. Sementara Arya tak lagi bersungut dan memilih melihat ponselnya yang tiba-tiba berdering.
Setelah menerima teleponnya, Arya kemudian bangkit dan menuju pintu depan di mana muncul dua orang sepuh yang terlihat sangat dihargainya. Mereka adalah pasangan suami istri atau tepatnya mereka adalah mertuanya. Tak hanya itu, di belakang mereka terlihat wanita cantik yang ternyata adalah Rina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Aqua_Chan
halhhh
2023-09-30
0
Rini Widyaningsih
Kania pasti bisa jd ibu yg baik.utk Tania dan jd istri yg baik utk Arya
2020-11-21
1
Yati Yati
kania hebat...calon istri idaman
2020-03-31
3