Part 4

Karena telah membunuh ayahnya, ibunya di jatuhi hukuman penjara selama 7 tahun dan itu membuat Kania semakin terpukul. Rumah yang di tempatinya terpaksa dijual dan Kania hidup di sebuah kamar kost-an sambil bekerja sampingan.

Selama di dalam penjara, ibunya selalu mengamuk hingga membuatnya dikurung di ruangan terpisah dan itu terjadi bukanlah sekali. Karena sikapnya yang tidak biasa, akhirnya tim dokter mencoba untuk memeriksa mentalnya dan sekali lagi Kania harus mendengar kabar kalau ibunya dinyatakan mengalami kelainan jiwa.

Karena kondisinya itu, ibunya dibawa ke rumah sakit jiwa dan menjalani sisa masa tahanannya di sana. Dan kini, Kania harus kembali mendengar tentang penyakit yang kini diderita ibunya. Penyakit yang membuatnya harus berputar otak untuk mendapatkan biaya perawatan yang tentu saja sangatlah mahal. "Dok, lalu bagaimana dengan perawatan ibuku?"

"Aku sudah membicarakannya dengan temanku itu dan dia bersedia merawat ibumu di rumah sakitnya, tapi kamu tahu kan itu semua butuh biaya yang tidak sedikit. Untuk masalah hukumnya, ibumu sudah mendapatkan keringanan selama menjalani masa perawatan, jadi semua tergantung darimu. Jika kamu punya biaya untuk pengobatan ibumu, maka besok pun aku akan merujuknya ke rumah sakit temanku itu." Dokter muda itu menjelaskan dengan hati-hati, karena dia tahu bagaimana pengorbanan Kania selama ini untuk ibunya.

"Dok, beri aku waktu tiga hari, tapi aku mohon agar ibuku bisa mendapatkan perawatan. Hanya dia satu-satunya keluarga yang aku miliki. Apapun yang terjadi, aku akan tetap berusaha agar ibuku bisa dirawat." Gadis itu kemudian bangkit dan berdiri di depan dokter muda itu. "Dok, tolong jaga ibuku, aku akan mencari pekerjaan dan aku pasti akan kembali membawa uang untuk pengobatan ibu." Kania kemudian pergi dengan menahan air mata. Dokter muda itu hanya menatap kepergiannya dengan rasa iba.

Kania berjalan sambil menghapus air matanya. Rasanya, tubuhnya sudah lelah karena menanggung penderitaan yang tiada akhir.

Tanpa malu, Kania menyusuri setiap toko menawarkan dirinya untuk bekerja, namun mereka selalu menolak.

Di bangku taman, di bawah sinar lampu, Kania duduk sambil menangis. Ingin rasanya dia mati karena tidak tahan menanggung siksa derita yang tak kunjung berakhir. Sudah sedari tadi dia mencari lowongan pekerjaan, tapi dia selalu ditolak.

Diraihnya dompet kecil yang selalu dibawanya dan melihat isi dompet itu yang kembali membuatnya meneteskan air mata. Selama lima tahun dia bekerja, dan selama itu pula uang yang dihasilkannya selalu habis untuk membayar sisa hutang ayahnya. Belum lagi dengan biaya pengobatan ibunya yang membuatnya harus bekerja lebih keras. Bahkan, dia tidak mempunyai tempat tinggal karena selama ini dia selalu tidur di ruangan kosong di rumah sakit tempat ibunya dirawat.

Suara ponsel tiba-tiba mengagetkannya. Sambil menghapis air matanya, Kania menjawab panggilan itu yang ternyata dari Bastian.

"Kamu di mana?" tanya Bastian.

Kania belum menjawab. Dia masih mengatur napas dan suaranya agar sahabatnya itu tidak curiga padanya. "Aku di taman."

"Taman biasa?"

"He-em."

"Ya sudah, tunggu aku. Aku akan ke sana." Sambungan telepon terputus. Kania memasukan ponselnya kembali dan menatap sekeliling taman yang mulai remang.

Tak lama kemudian, sebuah motor berhenti di depannya. Terlihat seorang pemuda berjalan mendekatinya sambil membawa sebuah kantong kresek di tangannya. "Kamu pasti lapar, ayo dimakan." Bastian duduk di sampingnya dan meletakkan kantong kresek di atas bangku dan mulai membukanya.

"Makanlah, kebetulan masih panas." Bastian menyodorkan sebungkus nasi goreng ke arahnya. Tak lupa sebotol air mineral dan sendok plastik juga dibawanya.

Kania memandanginya dan bulir air bening jatuh di pipinya.

"Ayolah, jangan menangis. Apa karena nasi goreng ini kamu harus menangis? Kania, apa saat kamu membawakanku nasi goreng saat sekolah dulu aku menangis sepertimu? Tidak, kan?" Bastian tersenyum sambil menghapus air mata yang sudah membasahi wajah sahabatnya itu.

"Ayo dimakan, kalau tidak, aku akan menyuapimu." Bastian lantas membuka pembungkus nasi goreng itu dan ingin menyuapinya, namun Kania segera mengambil nasi goreng itu dan melahapnya.

Bastian memandangi tingkah sahabatnya itu dengan tersenyum, walau jauh di lubuk hatinya dia merasakan perih yang teramat luar biasa. Sahabat yang dulu selalu membawakannya bekal, yang selalu membantunya saat dirinya kesusahan, kini terlihat payah dalam hidupnya. Semua kemewahan hidup yang dulu pernah dirasakannya, hilang menguap tak tersisa dan hanya meninggalkan luka pedih yang teramat dalam.

"Bagaimana keadaan ibumu? Apa dia mulai membaik?" Kania menghentikan kunyahan di mulutnya dan meletakkan bungkus nasi goreng yang hampir habis.

"Ibuku baik-baik saja." Wajah Kania terlihat datar. Diraihnya botol air mineral dan mulai diteguknya.

"Apa kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" Bastian memandanginya seakan tahu kalau saat ini sahabatnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Apa ada yang bisa aku sembunyikan darimu?" Kania kembali menundukan wajahnya.

"Kegelisahanmu. Aku tahu itu dari caramu, wajahmu dan sikapmu di depanku. Aku tahu kamu sedang gelisah karena memikirkan sesuatu. Kania, aku sudah menjadi sahabatmu selama 9 tahun dan aku hapal betul dengan tabiatmu. Apa yang aku katakan itu benar, kan?" Bastian memandangi Kania dengan sorot mata yang tajam seakan dia ingin meminta penjelasan dari gadis itu.

Kania masih menundukan wajahnya seakan dia tidak ingin terlihat lemah. Dengan tersenyum, Kania memandanginya. "Aku baik-baik saja."

"Aku tahu kamu sedang berbohong. Iya, kan?"

"Sebaiknya aku kembali." Kania lantas berdiri, tapi Bastian segera meraih tangannya dan memeluknya. "Kalau kamu ingin menangis, maka menangislah. Hanya ini yang bisa aku berikan padamu. Bersandarlah padaku dan luapkan tangisanmu itu." Bastian memeluknya erat dan menyandarkan kepala gadis itu di dadanya. Jaket yang dipakainya kemudian menutupi tubuh Kania yang kini menangis dalam pelukannya.

Di dalam pelukan Bastian, Kania menumpahkan rasa sedihnya. Saat ini, Kania membutuhkan tempat untuk bersandar dan Bastian memahami itu. Dan kini, Kania menangis meluapkan semua kegundahan di dalam hatinya di dada lelaki itu. Kegundahan dan kegelisahan atas nasibnya yang buruk.

Pemuda itu hanya bisa mendengar isakan tangis yang begitu menyayat hati. Tangisan yang membuatnya ikut menangis. Perlahan, Bastian mengarahkan tangannya ke kepala Kania dan membelai lembut kepala gadis itu. "Hanya ini yang bisa aku berikan untukmu. Aku tak punya harta yang saat ini sangat kamu butuhkan. Andai saja aku ditakdirkan mempunyai harta, maka aku akan memberikan semuanya untukmu, hanya untukmu," batin Bastian yang perlahan menitikan air mata. Dipeluknya sahabatnya itu hingga suara tangisan gadis itu berhenti dan perlahan melepaskan pelukannya.

"Apa aku sudah bisa mendengar masalahmu itu?" tanya Bastian sambil meraih tangan Kania dan mengajaknya untuk duduk.

Kania menghapus sisa air matanya. "Ibuku menderita Leukima stadium 3 dan harus segera dirawat sebelum penyakitnya itu semakin parah." Kania berusaha tegar, tapi kembali air matanya jatuh hingga membuatnya menundukan wajah.

Mendengar berita itu, Bastian tidak mampu untuk berkata. Hanya genggaman tangan dan pelukan yang bisa dia berikan pada sahabatnya itu. "Bersabarlah. Aku akan selalu mendoakanmu dan ibumu agar semua masalah ini bisa cepat selesai." Kania mengangguk dan tersenyum, karena selama ini yang selalu ada untuknya hanyalah Bastian. Hanya pemuda itu yang membuat Kania mampu untuk bertahan dan bersabar menghadapi setiap cobaan.

"Ayo, malam ini tidurlah di rumahku. Ibuku sudah sering menanyakanmu. Melihatmu dia pasti akan senang." Bastian memegang tangan gadis itu dan mengajaknya menuju motornya yang terparkir di sisi jalan. Tanpa menolak, Kania menerima helm yang diberikan Bastian untuknya dan mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.

Di depan sebuah rumah sederhana, motor mereka berhenti. Tampak seorang wanita paruh baya melayangkan senyum saat melihat Kania. Dengan segera, wanita itu memeluknya. "Kenapa kamu baru datang ke sini? Apa karena Bastian hingga kamu tidak mau lagi datang ke rumah ini?" tanya wanita itu sambil memandangi anak laki-lakinya yang tampak cemberut.

"Kania, lihat kan? Aku lagi yang disalahkan gara-gara kamu tidak lagi datang ke sini."

Kania tersenyum saat melihat wanita itu yang teramat dekat dengan anak-anaknya. "Tidak kok Tante, aku hanya tidak punya waktu, makanya aku jarang datang ke sini." Kania mencoba membela Bastian dan wanita itu tersenyum.

"Iya, Tante mengerti, kok." Wanita itu mencubit lembut pipi Kania.

"Kebetulan kamu datang, ayo kita makan sama-sama." Tangan Kania diraihnya dan mengajaknya duduk di meja makan sederhana.

"Kakak, ayo duduk." Seorang gadis muda mengagetkan lamunannya. Dia begitu terharu dengan kebersamaan keluarga yang sudah dikenalnya dari 9 tahun lalu itu.

Kania tersenyum dan mengangguk. Di dekat Bastian, Kania duduk. Walau dia sudah merasa kenyang dengan nasi goreng pemberian Bastian, tapi melihat suasana rumah dan kebersamaan mereka membuat Kania ikut duduk dan menyantap makan malam bersama mereka.

Suara tawa terdengar di rumah sederhana itu. Walau sederhana dan hidup pas-pasan, tapi mereka bahagia. Bahagia karena mereka masih bisa kumpul bersama. Bahagia karena mereka begitu saling menjaga dan menyayangi satu sama lain. Bahagia yang sudah lama tidak dirasakan olehnya.

Malam itu, Kania bisa tidur dengan pulas walau begitu banyak beban hidup yang ditanggungnya. Suasana rumah, tempat tidur yang nyaman dan masakan rumahan yang sudah lama tidak dirasakannya, kini bisa dirasakan olehnya hingga membuatnya menangis dalam diam.

Di dalam kamar yang hanya berukuran 2×2 m3 itu, dia merasa nyaman. Seakan kamar itu adalah surga kecil yang diberikan Tuhan untuknya. Dia begitu menikmati kehangatan selimut yang kini menutupi tubuhnya dengan kelembutan kasur yang membuatnya memejamkan matanya. Rasanya, dia ingin tidur dan tak ingin bangun lagi. Semua kenyamanan itu bagaikan sebuah hadiah dari surga untuknya.

Tak terasa, kenyamanan itu telah membuatnya tertidur dengan mimpi indah yang kini telah membuainya dalam tidur lelapnya. Mimpi tentang seseorang yang tersenyum kepadanya. Seseorang yang sulit untuk dia lupakan dari hati dan juga ingatannya.

Sayup-sayup terdengar suara ayam berkokok dengan sinar matahari pagi yang mulai muncul dari celah jendela. Perlahan, Kania membuka matanya dan memandangi sekitar. Sontak, dia terkejut dan bangkit dari tempat tidur yang membuatnya terlelap tanpa sedikitpun terjaga. Diraih ponsel di dalam tasnya dan melihat jam di layar ponselnya itu. "Sudah setengah tujuh, aku harus bergegas." Kania lantas keluar dari kamar dan menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya, tapi langkahnya terhenti saat melihat Bastian yang sudah berdiri di depannya.

"Ini handuknya, setelah itu kita sarapan." Bastian memberikannya selembar handuk dan tersenyum padanya. Kania mengangguk dan masuk ke kamar mandi dan betapa terkejutnya dia saat di depan cermin dia melihat rambutnya yang terlihat acak-acakan.

Walau sedikit malu karena penampilannya itu di depan Bastian, Kania tidak peduli dan hanya tersenyum di depan cermin sambil merapikan rambutnya.

Di meja makan, Bastian sudah menunggunya. "Ibu dan adik-adikmu ke mana?"

"Ibu sudah ke pasar setelah menyiapkan sarapan dan adik-adikku belum bangun. Ayo, kita sarapan dulu dan setelah itu kita pergi."

Kania mengangguk dan duduk di meja makan. Sepiring nasi goreng dengan telur ceplok sudah tersedia untuknya. Kania tersenyum dan meraih piring itu ke arahnya.

"Kenapa? Apa kamu bosan dengan nasi goreng? Kalau begitu, aku belikan nasi uduk di depan, ya?"

"Tidak perlu, aku suka dengan nasi goreng buatan ibumu. Rasanya lebih nikmat dari nasi goreng manapun." Kania menyantap nasi goreng itu dengan lahapnya. Nasi goreng dengan rasa yang sama sejak pertama kali dilahapnya di saat dulu. Rasa yang tak pernah berubah hingga membuatnya tersenyum karena mengingat persahabatan mereka.

"Setelah ini, kamu mau ke mana?"

"Aku akan mencari pekerjaan baru." Kania masih asyik menyantap seakan begitu menikmati nasi goreng itu.

"Pekerjaan apa?"

"Entahlah, apapun lowongan yang dibutuhkan, aku akan kerjakan."

Setelah selesai makan, Kania lantas mencuci piring. "Cepatlah, nanti aku terlambat." Bastian berdiri meninggalkan Kania yang belum menyelesaikan cuci piring bekas makannya tadi.

"Iya, iya." Kania segera berlari dan meraih helm yang disodorkan Bastian padanya.

"Antarkan aku ke mall, aku ingin mengambil bajuku di toko." Bastian mengangguk dan mereka kemudian pergi.

Di depan mall, motor mereka berhenti. "Jangan lupa makan. Ingat, kesehatan itu penting." Pesan Bastian sebelum meninggalkan Kania. Gadis itu mengangguk.

Kania kemudian berjalan menuju toko dan mendapati Eva yang sudah menunggunya. "Kania, coba dipikir lagi keputusanmu itu. Bu Riska sudah menarik ucapannya waktu itu dan memintamu untuk bekerja lagi." Eva mencoba untuk membujuk, tapi Kania sudah terlanjur kecewa.

"Sudahlah, Kak. Aku tidak apa-apa, lagipula Kak Eva masih bekerja di sini saja aku sudah sangat bersyukur. Terima kasih, ya Kak dan jaga kesehatan Kakak. Aku pergi dulu." Kania mengambil tas yang berisikan bajunya dan meninggalkan tempat itu dengan menahan air mata.

Tak berselang setelah kepergiannya, Arya datang dan ingin menemuinya. "Apa? Dia sudah tidak lagi bekerja di sini?" Arya terkejut saat mendengar penjelasan dari Eva.

"Lalu, apa kamu tahu sekarang dia di mana?"

"Maaf, Pak. Kania tidak memberitahu kemana dia akan bekerja dan aku sendiri tidak tahu alamat rumahnya, tapi jika Anda mau, aku akan memberikan nomor ponselnya." Arya mengangguk dan menulis nomor ponsel Kania di ponselnya. Setelah mengucapkan terima kasih, Arya kemudian pergi.

Terpopuler

Comments

Lisye Veranitha

Lisye Veranitha

aku jdinya mewek lihat nasibnya kania

2022-05-07

0

Rini Widyaningsih

Rini Widyaningsih

Saknone Kania....sabar ya

2020-11-21

0

Jingga Annida

Jingga Annida

sedih bener ya...

2020-05-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!