Part 3

Lima tahun yang lalu, Arya bertemu dengan Rani, gadis cantik yang sudah membuatnya jatuh cinta. Tak hanya cantik, Rani juga ternyata gadis yang baik hati dan ramah hingga membuat Arya melabuhkan cintanya untuk gadis itu. Selama setahun mereka menjalin kasih, akhirnya Arya melamarnya. Kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis dan mereka saling mencintai. Hingga takdir memisahkan mereka saat Rani melahirkan buah cinta mereka. Hanya berselang sehari pasca melahirkan, Rani meninggal dan itu membuat Arya sangat terpukul.

Arya kembali mengingat masa yang menyedihkan itu. Air matanya seakan enggan untuk berhenti mengalir saat dia teringat akan permintaan terakhir istrinya. Sambil menahan air mata, Rani menggenggam tangannya. "Suamiku, bahagiakanlah putri kita. Jika ada wanita yang menyayangi putri kita dengan tulus, maka terimalah dia dan lupakan aku. Aku akan ikhlas asalkan kalian bahagia."

Kata-kata Rani masih terngiang di telinganya hingga kini. Sudah tiga tahun dia memegang teguh ucapan istrinya itu hingga membuatnya begitu berhati-hati dalam memilih wanita.

Arya Wicaksana, bukanlah lelaki sembarangan. Dia adalah salah satu pengusaha muda yang cukup sukses dan banyak wanita yang berusaha untuk dekat dengannya, tapi dia selalu menjaga jarak dan bahkan tidak peduli dengan mereka. Wajahnya yang tampan dan dipadukan dengan tubuhnya yang atletis, cukup membuat orang-orang tidak menyangka kalau dirinya adalah seorang duda beranak satu.

Arya masih memejamkan matanya seraya bersandar di kursi kemudi. Ingatannya kembali terusik saat mengingat Tania yang tertawa manja pada wanita muda itu. Selama ini, Tania tidak mudah untuk bisa dekat dengan seseorang. Hanya dirinya yang bisa membuat putri kecilnya itu tertawa sambil memeluknya. Dan hanya pada dirinya saja, putri kecilnya itu biasa mengecup pipinya sambil tersenyum.

Dan kini, seorang wanita telah berhasil merebut hati putrinya itu. Seorang wanita yang namanya saja tidak diketahuinya.

Arya kembali melajukan mobilnya dan sesekali memandangi Tania yang masih tertidur dengan pulasnya. Di depan sebuah rumah bertingkat dua, mobil itu berhenti. Arya kemudian menggendong Tania dan membawanya ke dalam rumah, namun Rina sudah menunggunya di depan pintu. "Mas Arya, aku minta maaf, aku tidak sengaja hingga membuat Tania terpisah dariku." Wanita itu tampak memohon sambil mengikuti Arya dari belakang.

Rina, wanita cantik dan seksi. Dia adalah adik kembar dari Rani. Sejak dulu, wanita itu diam-diam menyukai Arya walau dia tahu Arya adalah kekasih kakaknya sendiri. Walaupun mereka kembar, tapi kepribadian mereka sangatlah jauh berbeda.

Rani, gadis cantik yang baik hati dan sopan, begitu jauh berbeda dengan Rina yang berani dan blak-blakan. Kedua gadis itu memiliki sifat yang berbeda dan Arya lebih memilih Rani yang baginya pantas untuk menjadi istrinya.

Sejak Rani meninggal, Rina mulai berusaha untuk mendekati Arya, tapi lelaki itu seakan tidak peduli dan hanya menganggapnya sebagai adik ipar dan tante bagi putrinya, tidak lebih. Walaupun begitu, Rina tidak menyerah begitu saja karena dia mempunyai senjata ampuh, yaitu wajah yang mirip dengan kakaknya dan itu bisa meluluhkan hati Arya.

"Pulanglah, Tania sudah tidur. Sebaiknya, kamu jangan dulu bertemu dengannya." Arya menutup pintu kamar setelah meletakkan Tania di tempat tidurnya.

"Mas, maafkan aku. Aku tidak akan pulang sebelum kamu memaafkanku." Wanita itu merengek manja dengan wajahnya yang terlihat sedih.

Melihat wajah wanita itu memohon di depannya, membuat Arya menjadi luluh. Wajah itu, wajah yang sama yang selalu merengek manja padanya di saat dulu. Wajah yang selalu membuat hatinya luluh saat melihat air mata di wajah itu. "Baiklah, aku memaafkanmu. Pulanglah, aku ingin istirahat." Arya kemudian berdiri meninggalkannya dan masuk ke dalam kamarnya.

"Aku akan membuatmu jatuh dalam pelukanku. Lihat saja, kamu akan mampu bertahan sampai kapan. Aku akan mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku sejak dulu karena aku sudah mengalah pada kakakku, tapi kali ini aku tidak akan mengalah begitu saja. Aku akan mendapatkan dirimu dan juga hartamu." Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Arya yang tengah menahan hatinya yang begitu merindukan istrinya.

Di taman, Kania masih duduk di temani lelaki yang sudah menjadi sahabatnya sejak masa sekolah dulu. Bastian Wijaya, lelaki tampan yang masih betah hidup sendiri. Bukan karena dia tidak mampu untuk mendapatkan pasangan kekasih, tapi hidupnya cukuo sulit hingga membuatnya menahan diri untuk mempunyai kekasih. Bagaimana tidak, lelaki itu harus bekerja keras dan membanting tulang untuk menghidupi ibu dan tiga adik perempuannya. Ayahnya telah wafat dan itu berarti dialah yang harus mencari nafkah untuk keluarganya itu.

"Aku akan mengantarmu kembali ke toko, ayo, bangkitlah." Bastian mengulurkan tangannya, tapi Kania menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak ingin bekerja lagi di toko itu. Aku sudah dipecat dan aku akan berhenti."

Lelaki itu menatapnya. "Kania, aku tahu kamu marah, tapi ingat kamu butuh biaya banyak untuk pengobatan ibumu. Jika kamu berhenti bekerja, otomatis penghasilanmu juga akan berkurang. Kania, cari kerja itu sulit dan kamu hanya lulusan SMA dan itu tidak cukup untuk bisa membuatmu bekerja di sebuah perusahaan." Bastian kembali duduk dan terlihat kecewa.

"Aku tahu, makanya aku akan mencari kerja lagi. Tenang saja, aku yakin aku bisa mendapatkan pekerjaan baru." Kania tampak tersenyum di balik kesedihan yang masih terlihat di wajahnya.

"Sebaiknya kamu pergi, nanti kamu bisa dimarahi sama Bu Nova. Lagipula, jam makan siang sudah selesai dari tadi dan aku minta maaf, karena masalahku ini kamu belum sempat makan siang." Kania terlihat menyesal dan dia kembali menundukan wajahnya. Sekuat apapun dia menutupi kesedihannya itu, tapi Bastian paham kalau saat ini sahabatnya itu sedang bersedih.

"Ayo, aku belikan makanan." Bastian meraih tangannya dan mengajaknya ke satu kedai yang menjual roti bakar. Bastian memesan dua porsi dan membungkusnya. "Makanlah jika sudah sampai di rumah sakit." Satu bungkus diberikan pada Kania dan sebungkusnya dibawanya ke kantor. "Aku akan mencoba mencari lowongan kerja untukmu, jika dapat aku pasti menghubungimu. Pulanglah dan hati-hati di jalan, sebentar malam aku akan menghubungimu." Bastian kemudian pergi dengan motornya dan meninggalkan Kania yang memandangi kepergiannya dengan sebuah senyuman.

Kania memandangi bungkusan roti bakar di tangannya itu. Sejenak, dia tersenyum dan ingatannya tertuju ke sembilan tahun yang lalu, di saat dia bertemu dengan Bastian di sebuah SMA yang penuh dengan kenangan.

Bastian, pemuda sederhana yang selalu diremehkan karena kehidupan ekonominya yang pas-pasan. Setiap ke sekolah, dia selalu membawa bekal pemberian ibunya, yaitu nasi goreng dengan telur ceplok. Walau sering diganggu dan diejek, Bastian tidak peduli dan terlihat acuh. Hingga suatu hari, bekal yang dibawanya jatuh berhamburan di tanah karena seorang siswi baru yang berlari dan menabraknya hingga membuat perbekalan di tangannya jatuh berhamburan.

"Maaf, aku tidak sengaja." Gadis itu berhenti dan berdiri di depannya. Bastian terlihat marah dan ingin memarahinya, tapi hatinya luluh saat melihat gadis itu mengeluarkan bekal dari dalam tasnya dan memberikan bekal itu untuknya.

"Ambil bekalku ini untuk mengganti bekalmu yang jatuh. Aku minta maaf, tapi aku janji selama sebulan aku akan membawakanmu bekal." Gadis itu terlihat tulus dengan senyum yang terukir di sudut bibirnya.

"Tidak perlu, simpan saja bekalmu itu." Bastian menunduk dan mengambil tempat bekal dan menyimpannya di dalam tasnya. Pemuda itu kemudian pergi tanpa mengatakan apapun pada gadis itu.

"Tunggu!" Gadis itu mengejarnya dan berjalan di sampingnya.

"Maaf, namaku Kania, aku murid baru di sekolah ini. Aku harap kita bisa berteman." Kania tersenyum sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman, tapi pemuda itu malah mengacuhkannya. Kania tidak peduli, dia masih berjalan di samping pemuda itu hingga di dalam kelas, Bastian terkejut karena Kania ternyata sekelas dengannya.

Sejak saat itu, Kania berusaha dekat dengannya. Setiap hari, Kania membawa dua bekal ke sekolah. Satu untuk dirinya dan satunya lagi untuk Bastian, hingga membuat Bastian merasa tidak nyaman. "Kania, ini sudah sebulan sejak kamu memberikanku bekal makanan, mulai besok jangan kamu lakukan itu lagi."

"Iya, baiklah. Aku tidak akan membawakannya lagi." Kania tersenyum sambil meletakan bekal di meja Bastian. "Makanlah." Kania duduk di sampingnya dan menyantap bekal yang sudah disiapkan oleh ibunya.

Itu adalah saat-saat kebersamaannya dengan Bastian. Mereka sudah bersahabat sejak sembilan tahun yang lalu. Karena itu, Bastian sangat perhatian padanya. Perhatian yang kadang terlalu berlebihan hingga membuat lelaki yang ingin mendekati Kania menjadi salah paham dan mundur teratur karena mengira mereka adalah pasangan kekasih.

Kania tersenyum saat mengingat kisah persahabatan mereka. Walau ada saat di mana dia sangat menginginkan rasa persahabatan itu menjadi lebih. Terkadang, hatinya goyah karena perhatian lelaki itu, namun dia sadar kehidupannya sekarang sangatlah sulit dan dia tidak ingin membuat lelaki itu semakin sulit karena dirinya.

Beban hidupnya kini sangatlah berat. Walau begitu, dia berusaha menjalaninya dengan ikhlas. Di dalam ruangan salah satu rumah sakit, Kania duduk sambil menyantap roti bakar pemberian Bastian. Di dalam ruangan itu, terbaring seorang wanita paruh baya yang sedang tertidur. Kania berjalan mendekati tempat tidur dan duduk di depan wanita itu. Dengan lembutnya, Kania menggenggam tangan wanita itu. "Bu, maafkan Kania. Kania janji akan terus bekerja untuk mendapatkan uang. Kania akan membayar pengobatan Ibu agar Ibu bisa kembali berkumpul bersama Kania. Kania janji, Bu." Kania menghapus air matanya yang jatuh.

Sejak empat tahun yang lalu, Kania harus bekerja dan meninggalkan bangku kuliah. Semua itu karena perusahaan ayahnya tiba-tiba bangkrut. Ayahnya ditipu oleh sahabatnya sendiri hingga membuat seluruh hartanya habis untuk membayar hutang. Sejak saat itu, ayahnya mulai stres dan selalu pulang dalam keadaan mabuk. Ayahnya yang dulu selalu baik pada kelurga, berubah menjadi ayah yang selalu memukulnya dan juga ibunya.

Kehidupan mewah yang dulu mereka rasakan, akhirnya berubah menjadi kehidupan yang penuh derita. Dia harus memutuskan kuliah dan meninggalkan cintanya, karena harus bekerja membayar hutang judi ayahnya. Dan Bastian, orang yang selalu ada untuknya. Hanya Bastian yang selalu setia menemaninya.

Hingga suatu hari, Kania melihat ayahnya memukul ibunya saat dia baru saja pulang kerja. Orang-orang di tempat itu hanya melihat tanpa bisa melakukan apapun. Wajah ibunya berdarah karena dipukul ayahnya. Kania yang saat itu ingin membantu ibunya, juga mendapat pukulan dari ayahnya. Hingga kejadian itupun terjadi.

Ayahnya mengambil sebuah balok kayu dan ingin menghantamkannya ke kepala Kania saat dirinya mendorong ayahnya karena terus memukuli ibunya. Karena marah, ayahnya mengambil balok kayu yang tergeletak di sudut rumah dan tanpa ampun lelaki itu mengangkat balok itu tinggi-tinggi dan siap menghantamkannya pada Kania. Namun, balok kayu itu tiba-tiba jatuh dan ayahnya memegang perutnya yang tiba-tiba berdarah. Sontak, ayahnya ambruk dengan luka tusukan di perutnya.

Kania menatap ibunya yang memegang pisau di tangannya. Sambil menangis, Kania mendekati ibunya dan menghempaskan pisau dari tangan ibunya itu. Hanya air mata yang jatuh membasahi wajah ibunya. Wanita itu diam terpaku tanpa kata. Lelaki yang sangat dicintainya, kini mati di tangannya. Pandangan matanya kosong hingga membuat Kania memeluknya.

Mobil polisi kemudian datang dan membawa ibunya. Kania menangis saat melihat ibunya dibawa pergi. Dan jasad ayahnya dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi. Kania menangis, meratapi nasib diri. Keluarganya yang dulu bahagia dan saling menyayangi, kini hancur dan saling membunuh.

Bastian yang datang terlambat karena baru pulang kuliah sangat terkejut dengan peristiwa yang menimpa sahabatnya itu. "Kania, bersabarlah." Bastian ikut menangis saat melihat sahabatnya itu menangis sesenggukan sambil memeluknya.

Hidupnya yang hancur berantakan, terpaksa membuatnya melepaskan cintanya. Janji setia yang sudah mereka ucapkan, menguap begitu saja tanpa penjelasan dari Kania dan membuat kekasihnya itu terluka. Dengan sengaja, Kania menggandeng seorang pria saat melihat kekasihnya itu, hingga membuat kekasihnya itu akhirnya memutuskan hubungan yang sudah terjalin hampir dua tahun.

Kania menangis saat kekasihnya itu mengucapkan kata putus. Tak hanya itu, lelaki yang selalu memberinya cinta dan perhatian, kini membencinya karena merasa dikhianati dan Kania hanya bisa menangis menyesali diri.

Kania menghapus air matanya saat mengingat sosok yang pernah mengisi hatinya itu. Sosok yang sukar untuk dia lupakan begitu saja. Walau sudah empat tahun berlalu, namun rasa itu masih tersimpan hingga kini. Cinta itu masih enggan untuk pergi.

"Kania, ada yang ingin aku bicarakan." Seorang dokter datang menghampirinya, seketika air mata yang menggantung segera dihapusnya.

"Ada apa, dok?"

"Ikut aku." Kania kemudian mengikuti dokter wanita yang sudah menangani ibunya selama ini. Di depan koridor, mereka duduk.

"Apa kamu baik-baik saja?" Dokter itu menatapnya seakan melihat tekanan hidup yang berat di tatapan mata gadis itu.

"Aku baik-baik saja. Memangnya ada apa, dok?"

Dokter itu mendekati Kania dan mengelus lembut punggungnya. "Aku tahu ini berat, tapi aku harus memberitahukan kondisi ibumu, karena hanya kamu satu-satunya keluarganya. Akhir-akhir ini, ibumu mengalami suatu gejala penyakit yang membuatnya tidak bisa bergerak dan hanya bisa terbaring. Ibumu sudah tidak lagi berontak seperti biasanya dan aku mulai curiga dan mulai melakukan pemeriksaan. Dengan bantuan salah satu temanku, kami akhirnya tahu kalau ibumu saat ini menderita Leukima stadium 3."

Kania terkejut hingga membuat wajahnya memucat. Cobaan hidup kembali menderanya. Air matanya seketika jatuh tanpa bisa dibendungnya. Rasa marah dan benci akan takdirnya seketika berkecamuk di dadanya. Namun, perlahan dia mengelus dadanya dan beristighfar. "Tuhan, jika ini takdir yang Engkau berikan padaku, aku akan menjalaninya. Jika akhir deritaku bisa membuatku bahagia, maka aku akan bersabar." Air matanya jatuh seiring doa yang perlahan dia panjatkan, semoga deritanya kelak akan berakhir bahagia.

Terpopuler

Comments

Aqua_Chan

Aqua_Chan

kasian

2023-09-28

0

Hendri Safran

Hendri Safran

siapa masa lalu kania cinta pertamanya ...ap bastian
tapi bastian kan selalu deket dengan kania???? terus siapa ya🤔🤔🤔

2023-01-07

1

Alya Yuni

Alya Yuni

Makanya Kania jngn diam diri di tuduh mryu suaminya

2022-02-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!