Robert terlihat bingung. Satu sisi ia tak tega untuk menceritakannya namun di sisi lain, Livia terlihat belum sembuh 100% dari traumanya. "Iya, akan aku ceritakan dari yang aku tahu saja ya." Ia mulai bercerita.
12 tahun sebelumnya...
'Disini senang.. disana senang.. dimana-mana hatiku senang..'
Livia kecil yang berumur 9 tahun bersenandung ria sambil memainkan boneka teddy bear. Papa dan mamanya akhirnya mempunyai waktu untuk dapat berjalan-jalan naik ke gunung lalu camping. Selama ini ia diasuh oleh asisten rumah tangga keluarga itu dengan alasan orang tua Livia selalu sibuk dan baru hari ini lah mereka bisa meluangkan waktu untuk mengajak puteri tunggalnya jalan-jalan menikmati alam.
"Mama lihat ada banyak burung." Gadis kecil itu membuka kaca jendela mobil.
"Via awas jatuh." Mama Livia menggendong puterinya.
Gadis kecil itu terkekeh kecil, "Maaf, Ma. Via senang sekali karena kita bisa pergi liburan sama papa dan mama juga ada aunty dan uncle yang ikut dengan mobil di belakang. Via mau buka dekat jendela mobil ya. Anginnya sejuk, Ma."
"Ya sudah tapi mama pegang ya agar kamu tidak jatuh." Via menatap ke luar menikmati udara sejuk kedua tangan kecilnya melambai-lambai menyapa para penduduk sekitar yang tengah membajak sawah. Boneka teddy bear yang dipegang Livia jatuh. Ia berusaha mengambilnya hingga setengah tubuhnya keluar dari jendela kaca mobil.
"Astaga Livia awas nanti jatuh." Mama Via langsung menggendong puterinya masuk kembali dalam mobil.
Gadis kecil itu menangis, "Boneka teddy bear hilang, Ma. Hiks..hiks.."
Mama Livia mengusap air matanya, "Nanti kita belikan yang baru ya.."
Livia kecil menggeleng, "Tidak mau. Itu pemberian Alexander, Ma. Sebagai kado ulang tahunku beberapa bulan yang lalu. Aku mau boneka teddy bear itu."
"Tapi sayang, kita sudah terlalu jauh dengan tempat yang tadi. Nanti mama dan papa belikan yang baru ya."
"Tidak mau. Via mau boneka teddy bear itu sekarang. Nanti Alexander akan marah."
Mama Livia menatap suaminya yang sedang menyetir. Ponsel papa Via berdering, "Iya kak. Kita mau muter jalan dulu untuk ambil boneka Livia yang terjatuh. Maaf ya kak, kita harus putar balik dulu." Papa Livia mematikan ponselnya lalu menatap Livia melalui kaca spionnya, "Kita balik lagi ya untuk ambil boneka teddy bear kamu."
"Benar, Pa? Makasih.. Via sayang papa." Gadis kecil itu mencium pipi papanya. Tuan Wijaya berusaha untuk memutar balik mobilnya secara perlahan menuruni turunan yang cukup terjal. Yah, apa boleh buat demi membuat puteri semata wayangnya bahagia. Begitu turun mobil itu kehilangan kendali hingga jatuh terguling-guling ke dasar jurang. Mama Livia sempat keluar dari mobil namun ia juga terguling sambil memeluk Livia agar tidak terluka sedikitpun. Begitu tiba di dasar jurang, mama Livia menatap gadis kecilnya menangis histeris.
"Syukurlah kau tidak terluka banyak." Livia hanya mengalami luka kecil di kepalanya.
"Mama hiks... Via takut...Mama..." Livia memeluk mamanya yang mengalami pendarahan di kepala.
Seorang kakek-kakek datang menghampiri mereka, "Kalian baik-baik saja?"
"Iya."
"Lihat ada boneka teddy bearmu disana. Tunggu disini ya akan mama ambilkan. Kakek saya titip puteri saya sebentar ya."
Livia memegang baju mamanya kemudian menggeleng, "Via tak butuh boneka itu lagi. Via butuh mama.."
"Kau bilang boneka itu Alexander yang kasih."
"Tidak..Mama lebih penting dari boneka itu."
"Sebentar.." Mama Livia berjalan susah payah untuk mengambil boneka teddy bear puterinya. Ia tidak hanya mengalami luka parah di kepala namun di kakinya. "Nah ini boneka teddy bearmu."
Paman dan bibi Livia tiba di lokasi, "Ya ampun. Mana adikku ?" Tanya bibi Livia pada mamanya.
Mama Livia menatap mobil yang terguling di belakang, "Aku titip livia."
"Saya bantu anda untuk berdiri." Kakek itu menwarkan diri membantu Wanita berusia 30 tahun itu berjalan mendekati suaminya yang berada di dalam mobil, Mama Livia histeris melihat suaminya sudah tak bernyawa. Tak lama Mobil itu meledak. Kakek yang menolong mama Via pun ikut meninggal terkena ledakan tersebut.
"Papa... mama !!!" Via kecil semakin menangis melihat apa yang ada di depannya.
Bibi Via tersujud disamping keponakannya, kakak kandung yang sangat ia sayangi meninggal begitu tragis di depan matanya. Ia menatap Via kecil tengah ditenangkan oleh suaminya, "Semua ini gara-garamu." Ia mengoncangkan tubuh kecil Via. "Kalau kau tidak merenggek untuk kembali mengambil boneka sialan ini. Mereka tidak akan meninggal." Bibi Via mengambil dan melemparkan boneka itu ke bara api yang masih menyala, "Karena kau adik dan adik ipar ku meninggal."
"Tidak aunty..Via tidak membunuh papa dan mama."
"Kau lihat papa dan mamamu terbakar di api itu. Semua itu karena siapa ? Karena kau."
"Sudahlah sayang jangan memarahi anak kecil itu seperti ini." Suaminya coba menenangkan.
"Bagaimana aku bisa tenang kalau adikku sudah meninggal dengan cara seperti ini."
"Ini semua sudah takdir Tuhan."
"Kita bisa merubahnya kalau bukan karena Bocah ini merenggek untuk mengambil boneka nya yang terjatuh. Dia pembunuh."
"Via bukan pembunuh aunty. hiks.."
"Jangan pernah menyebutku aunty. Aku bukan aunty dari anak pembunuh sepertimu. Seharusnya kau yang meninggal bukan kedua orang tuamu !!"
-Flashback end-
"Ya begitulah ceritanya." Robert mengakhiri ceritanya membuat teman-teman Livia terdiam. "Karena sejak kejadian itu ia trauma ketika ada banyak orang yang berbicara tidak-tidak di depannya, Via mengangap mereka menuduhnya sebagai pembunuh orang tuanya. Aku sudah pernah mengajaknya ke psikiater namun tak menunjukkan hasil yang signifikan. Traumanya itu hanya muncul ketika ia dihadapkan di situasi dimana semua orang menatap dan berbicara yang tidak-tidak tentangnya."
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Ayu Lestari 🌼SSC🌼
ohh gituu, trus bibinya itu apalkah ortunya alex🤔
2020-08-30
1
Ika Aprianti SSC🌹
apa kakek yg menolong itu kakek nya Jimmy ???
2020-08-19
1
Dii 💔🥀
kasian Livia
2020-06-26
1