"Kenapa aku bisa diterima bekerja disini ?"
Jimmy meletakan surat kontrak Livia di laci mejanya, "Kau seharusnya bersyukur bisa bekerja di perusahaan ini."
Ck. bersyukur apanya.
"Kenapa aku bisa diterima di perusahaan ini?" ulang Livia sekali lagi.
Lagian apa susahnya tinggal menjawab saja.
"Dari sekian banyak pertanyaan kenapa hanya itu yang terus kau tanyakan ?"
"Ya, karena saya penasaran pak."
"Saya juga tidak tahu."
Mustahil.
Livia menarik nafas dan membuangnya secara perlahan.
Sabar.. sabar... Dia atasanmu sekarang.
"Maaf pak. Bukankah bapak adalah CEO disini dan bapak yang menentukan siapa yang berhak untuk bapak terima di perusahaan ini dari Interview kemarin. Karena, saya merasa bahwa saya tidak cukup memenuhi kriteria yang dicari."
"Lalu, kenapa kau melamar pekerjaan disini ?" Jimmy menatapnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Iseng doank.
"Dan kenapa bapak menerima saya bekerja disini yang sudah jelas saya tidak memenuhi kriteria yang ada?"
"Kenapa kamu malah balik tanya ?"
"Bapak tidak menjawab pertanyaan saya."
"Saya sudah menjawabnya tadi bahwa saya tidak tahu."
Omong kosong.
"Ya sudah kalau begitu saya juga tidak tahu kenapa saya bisa melamar pekerjaan disini." Memang saat interview awalnya Pak Andy dan Bu Sarah sangat penasaran namun, ditahan oleh Jimmy karena dengan alasan tak perlu bertanya karena toh juga tidak memenuhi kriteria yang ada. Tapi, kenyataannya beliau malah menerima Livia dengan alasan yang tak mau ia jelaskan pada gadis itu.
"Mulai hari ini mejamu disebelah sana." Jimmy menunjuk ke arah bagian pojok kanan ruangannya.
"Tidak bisakah saya pindah ke devisi Multimedia saja ?"
"Tidak."
"Tap..." Suara Livia terhenti karena Bu Jasmine mengingatkan bahwa sekarang mereka harus ke ruangan meeting.
"Kau ikut denganku." Livia terdiam mengikuti mereka.
Di ruang meeting...
Jimmy memperkenalkan Livia sebagai karyawan intern baru mereka. Sepanjang meeting, Livia terdiam mendengarkan berbagai ide serta proses untuk pembuatan video segala kegiatan di dalam kantor ataupun di luar kantor. Sungguh pekerjaan yang memberatkan karena deadlinenya 3 bulan lagi.
"Syutingnya akan dimulai setelah meeting ini. Mungkin saya tidak akan selalu ada namun, saya percayakan kepada Ibu Sarah untuk proses pengambilan videonya. Begitu selesai berikan kepada Livia agar ia yang mengedit semuanya." Jelas Jimmy.
Livia membulatkan matanya. Pria ini sudah gila rupanya. Entah sudah ke berapa kalinya sejak bertemu ia sering menyebut pria itu gila. Dan memang cocok untuknya. Mengedit video bukanlah hal yang gampang tidak akan mudah selesai seperti membuat mie instan yang hanya memakan waktu 3 menit saja. Terkadang untuk membuat video durasi 5 menit aja bisa memakan waktu berjam-jam karena harus mengambil angle yang tepat dan lagu yang sesuai, belum lagi jika pria itu ingin efek yang bagus di dalam videonya.
Mereka harus syuting pengambilan gambar pekerjaan setiap devisi,belum lagi kegiatan para Office Boy/Girl, Security bahkan kantin kantor mereka. Oh, jangan lupakan acara CSR (Corporate Social Responbility) yang sering diadakan oleh perusahaan ini. Dan semua itu Livia yang mengedit videonya. Sendirian. Dengan alasan bahwa staff multimedia sudah terlalu sibuk dengan video promosi yang dibutuhkan oleh anak-anak marketing.
Meeting pun telah usai. Livia, Jimmy, dan beberapa staff dari devisi Multimedia bersiap menuju lobby untuk video pertama mereka. Sepanjang syuting berlangsung, gadis itu terdiam memperhatikan Jimmy yang terus memberikan arahan.
"Saya tak menyangka bahwa Jimmy sama bekerja kerasnya dengan ayahnya." Bu Jasmine berdiri di samping Livia yang juga menatap atasannya.
"Memangnya bagaimana karakter bapak Jimmy selama di kantor ?" Ini kedua kalinya Livia menyebut pria itu. Walau begitu asing rasanya. Selama berkenalan dengan pria itu tak sekalipun ia memanggil nama pertamanya.
Bu Jasmine tersenyum, "Entahlah. Hari pertama ia datang ke kampusmu adalah hari pertama juga dia berkerja di perusahaan ini menggantikan ayahnya. Saya sedikit terkejut ternyata setelah kamu mengatakan Pak Jimmy adalah pria tua, gemuk dengan lemak di perutnya. Kamu berani datang untuk interview di perusahaan ini."
Wajah Livia memerah. Haruskah masalah itu terus diungkit-ungkit ?
"Tapi, saya lebih terkejut bahwa diantara banyak orang melamar posisi ini hanya kamu yang diterima."
"Saya juga sama terkejutnya."
Bu Jasmine menatap jam tangannya, "1 Jam lagi beliau harus pergi menemui orang tuanya." Mata Livia membulat. Semoga orang tua dan adik Jimmy datang ke kantor kemudian bertemu dengannya. Bisa-bisa akan muncul omongan tak enak lainnya.
"Mereka datang kemari ?"
Bu Jasmine tersenyum, "Tentu saja."
Bagus sekali.
Dan benar saja seluruh karyawan berhenti melakukan kegiatan mereka ketika Orang tua dari Jimmy datang berkunjung. Mata ibu Jimmy menatap Livia yang memberikan kode untuk diam. Seakan mengerti ia berbisik kepada suaminya dan anak perempuannya yang melirik ke arah Livia. "Sebentar ya." Ibu Jasmine pergi bertemu dengan mereka.
"Kakak..." Tasya berlari memeluk kakaknya yang tengah sibuk memainkan ponselnya. Ponsel Livia bergetar, ada WhatsApp masuk.
+62812xxxxxxxx : maaf, aku lupa memberitahu bahwa mereka datang hari ini.
Livia hanya membaca dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Jimmy berbicara pada Ibu Sarah kemudian mengantarkan orang tua dan adiknya ke lantai atas. Setidaknya Livia bisa bernafas lega. Walau sedikit.
Ruangan CEO...
David duduk di sofa menatap tajam ke putranya, "Kau tidak berniat membalaskan dendammu pada gadis itu kan ?"
Jimmy menatap tajam ke arahnya, "Papa datang jauh-jauh dari Singapore kesini hanya untuk menanyakan hal itu ?"
Flora, wanita berumur hampir 50 tahun itu berdiri memegang tangan puteranya, "Kami tidak mendidikmu untuk menjadi anak yang pendendam."
"Papa dan mama sudah melupakan apa yang gadis itu perbuat pada keluarga kita ?"
"Kau tidak boleh secara langsung mengambil kesimpulan dari sudut pandangmu, Jimmy." David berdiri menepuk bahu kanan putera sulungnya. "Sampai saat ini, kita masih menyelidiki kasus itu."
Jimmy tersenyum merendahkan, "Ini sudah 12 tahun kita selidiki sampai sekarang belum menemukan bukti yang cukup untuk membuat gadis itu masuk penjara"
"Jimmy." Sela Flora menatap sendu ke arah puteranya.
"Biar aku sendiri yang akan mencari bukti dan membuatnya menderita. Kalian tidak perlu ikut campur." Jimmy berbalik memandang pemandangan hiruk pikuk kota Jakarta dari jendela. Sudah bertahun-tahun ia mencari gadis itu dan sekarang sudah ditemukan.
Gadis itu.. Harus membayar semua penderitaan yang aku alami selama ini. Aku tidak akan membiarkannya hidup bahagia.
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Ika Aprianti SSC🌹
wow memang apa yg d lakukan Livia pada klrg Jimmy d masa lalu
2020-08-18
1
kopi pahit
apa yg di lakukan livia di msa lalu???
2020-08-10
1
fizi
makin penasaran
2020-07-07
1