Tubuh Livia bergetar hebat, "Aku bukan pembunuh." Semua orang terdiam dan bingung memandangnya. Ia menarik jas Robert, "Aku bukan pembunuh, Robert. Aku bukan pembunuh."
Yeni pindah ke samping Livia, "Tenang Liv."
Livia menangis di pelukan Robert, "Aku bukan pembunuh. Hiks."
Robert mengelus kepala Livia, "Iya. Kamu bukan pembunuh."
Yeni menatap ke arah Jimmy, "Saya minta tolong agar besok Livia tidak usah ikut dalam perjalanan bisnis anda ke Taiwan."
Jimmy mengganguk, "Baiklah."
"Berikan dia cuti selama beberapa hari sampai kondisinya agak membaik."
"Iya saya mengerti." Yeni mengambil tas Livia yang berada di meja pojok ruangan dan mengambil laptopnya. "Bentar ya. Jangan dimatiin dulu. Aku bawa dia ke rumahku sekarang juga." Ucapnya pada ketiga temannya melalui Skype.
"Ayo aku antar dengan mobilku." Ujar Robert menggendong Livia.
Yeni melempar kunci mobilnya ke bodyguard, "Kau bawa mobilku. Aku akan naik mobil Robert." Satu persatu mereka pergi meninggalkan Jimmy sendiri.
Pria itu tersenyum, "Sepertinya ia trauma akan masa lalu itu. Bagus. Aku akan memanfaatkan keadaannya untuk membuat Livia semakin terpuruk. Dia harus merasakan penderitaan yang berkali-kali lipat dari yang aku alami di masa lalu."
Tok.. tok.. tok...
"Masuk."
Bu Jasmine masuk, "Permisi. Ada telepon dari Ibu Tiara di line 1."
"Baiklah. Kau boleh pergi." Jimmy mengangkat telepon kantornya, "Ada apa ?"
Tiara yang berada di Rumah sakit menangis, "Kenapa kau tak datang menjengukku ?"
"Aku sedang sibuk."
"Kakiku patah karena tendangan wanita sinting itu dan akan sembuh 6 bulan kemudian."
Salahnya sendiri.
"Lalu ?"
"Kau seharusnya khawatir melihatku seperti ini dan membalaskan dendamku pada wanita itu."
"Tiara, dengarkan aku. Selama ini aku tidak pernah menggangap kau adalah kekasihku. Kau sendiri yang mengaku."
"Pria macam apa kau ini? kau menggangapku apa ? Aku sudah menyerahkan semuanya dan sekarang kau bertingkah seperti ini ?"
"Apakah aku pernah meminta kau menjual dirimu padaku ? Tidak. Kau yang datang dan menyerahkan dirimu sendiri padaku. Ya, sebagai pria normal tentu saja aku pasti akan tergoda. Jadi, mulai sekarang. Jangan pernah datang menemuiku lagi." Jimmy menutup teleponnya.
Tiara berteriak tidak terima akan keadaannya sekarang. "Kalian semua akan merasakan akibatnya karena sudah membuatku seperti ini !!!"
Di mobil Robert...
Livia tak bisa berhenti menangis dan terus menerus mengatakan dirinya bukan pembunuh. Ponsel Yeni berbunyi, "Ada apa, Rul ?"
'Aku baru selesai kerja dan bisa pulang setengah hari. Nia sudah memberitahu mengenai Livia. Ada dimana kalian sekarang?'
'Ke rumahku aja sekalian kau menginap disana saja.'
'Oke.' Yeni mematikan panggilan telepon.
Sesampainya di Rumah Yeni...
Begitu mereka tiba, Narul sudah menunggu di ruang tamu, "Ya ampun Livia. Kenapa bisa jadi begini ?"
Yeni mengambil laptopnya menyambungkan lagi skype yang tadi sempat tertunda, "Ai, kau masih disana kan ?"
'Iya Yen.'
"Bibi, tolong siapin minuman dan kue."
"Iya non."
"Kita Bawa Livia ke kamarku aja di lantai 2." Begitu tiba di kamar, Yeni menyuruh bodyguardnya pergi. Tak lama, para pelayan masuk mengantarkan minuman dan makanan setelah selesai mereka pamit pergi. Yeni langsung mengunci pintu kamarnya. Beruntung kamarnya kedap suara jadi apapun yang dibicarakan tidak akan tedengar dari luar.
"Bisa jelaskan kenapa dari tadi Livia terus mengatakan dirinya bukan pembunuh ?" Hanna menatap Robert untuk meminta penjelasan. "Kau tahu sesuatu yang tak kami ketahui 'kan ?"
"Dari pada hal itu, lebih baik kita membuatnya tenang dulu."
"Bagaimana caranya ?" Tanya Narul.
"Bentar aku buat dia rileks dulu agar bisa tidur." Robert menggendong Livia ke atas tempat tidur. Yeni berdiri dan pindah duduk di sofa yang agak jauh sambil menatap Robert yang sibuk menenangkan sahabatnya.
"Aku rasa nanti harus membuat perhitungan dengan wanita itu." Yeni mengukapkan kekesalannya. Ia mengambil ponsel, "Kau ingat wanita yang tadi aku tendang kakinya di Sapphire Blue Corp. Cari data selengkapnya mengenai wanita itu." ia mematikan ponselnya.
"Kalau kau butuh bantuan, aku punya banyak koneksi di dunia media." Tawar Ai Chan.
"Besok Livia jadi pergi ke luar negeri ?" Narul mentap gadis itu mulai terlihat tenang.
"Tidak. Aku meminta agar Livia tidak usah pergi sekaligus cuti sementara sampai ia benar-benar kembali sehat."
"Dia langsung setuju ?"
"Iya Na."
Robert menyelimuti Livia, "Dia sudah tertidur." ia berjalan mendekati teman-temannya.
"Kau tak mau menceritakan apapun pada kami ?" Hanna menatap tajam ke arahnya.
Robert terlihat bingung. Satu sisi ia tak tega untuk menceritakannya namun di sisi lain, Livia terlihat belum sembuh 100% dari traumanya. "Iya, akan aku ceritakan dari yang aku tahu saja ya." Ia mulai bercerita.
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Ika Aprianti SSC🌹
ok lanjut.....
2020-08-19
1
Ky2 SSC💕
makin penasaran.. cusss lanjutt
2020-06-09
1
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Hemm, livia punya trauma apa yaa 🤔🤔🤔
2020-06-09
1