Narulita memandang Livia, "Pikir positif aja. Siapa tahu pihak tuh perusahaan melihat ada yang menarik sehingga mereka memanggil untuk interview besok."
Livia tersenyum kecil, "Ya. Semoga saja." jawabnya pelan. Ia harus berusaha untuk interview besok. Alasan kenapa ia bisa dipanggil untuk interview masih membayanginya. Jika boleh disuruh bertanya, mungkin hal itu lah yang ingin ditanyakan. Mata cokelatnya menatap langit biru dari jendela kantin.
Papa..mama.. Doakan agar aku bisa mendapatkan pekerjaan ini.
Teman-temannya sibuk bercerita, diantara mereka Livia adalah yang paling pendiam. Tidak tahu apa alasannya. Yang pasti jika gadis itu ingin bercerita maka mereka akan mendengarkannya. Pernah sesekali mereka menanyakan hal itu namun, Livia begitu enggan menceritakannya.
Mereka hanya berharap semoga ia bisa mendapatkan pekerjaan,bergaul dengan banyak orang dan sedikit merubah karakternya yang pendiam.
"Kyaaaaa.. tampan sekali." teriakan beberapa mahasiswi membuat Livia dan teman-temannya menatap ke depan pintu kantin.
"Nadia, disana ada apa ? kok ramai sekali ?" Tanya Ai Chan pada salah satu temannya.
"Itu. Dia akan jadi pembicara di Seminar nanti." Setelah itu Nadia ikut berlari ke arah segerombolan mahasiswi yang mengerumuni pembicara seminar yang tidak begitu jelas wajahnya.
Seminar ? Ah iya. Livia lupa akan adanya seminar hari ini. Salah satu seminar yang mungkin penting karena salah satu syarat kelulusan harus mendapatkan 7 sertifikat seminar sementara ia baru mendapatkan 6.
"Sepertinya habis ini aku harus ke Grand Auditorium untuk datang ke seminar tersebut." Ujar Livia menatap teman-temannya yang tak ingin ikut-ikutan mengerumuni pria yang bahkan wajahnya seperti apa.
"Nanti kita pergi bertiga dengan Narulita." Ujar Yeni yang duduk disamping Livia.
"Sertifikat kalian juga kurang?"
"Narulita saja sih yang kurang. Dia minta ditemani."
Oh iya. Datang ke seminar sendirian itu sangat tidak enak. Entahlah, Livia tak begitu suka datang ke acara seminar.
"Aku tidak tahu kalau kalian datang kesana." Ujar Livia yang mulai minum minuman kesukaannya. Oreo Milkshake.
"Kami juga tidak tahu kalau kau daftar juga. Aku kira karena kau tahu siapa pembicara yang akan hadir." Ujar Narulita.
"Memangnya siapa pembicaranya?" tanya Hanna.
"CEO dari Sapphire Blue Corp." Jawaban Yeni membuat Livia membulatkan matanya. Mata Yeni melirik kearah seorang pria yang masih dikerumuni oleh mahasiswi. Ia merasa pria itulah yang nanti akan menjadi pembicara diantara 3 pembicara lainnya. "Namanya kalau tidak salah Jimmy Alexander Kurniawan."
Livia langsung tersendak begitu mendengar nama tersebut, "Serius?"
Jimmy Alexander Kurniawan ?
Yeni tidak salah mengucapkan nama itu kan?
Mata Livia melirik ke arah kerumunan yang sudah pergi entah sejak kapan.
"Kau tidak apa-apa ?" Nia memberikan Livia tissue.
Gadis itu menggeleng sebagai jawabannya, "Aku ke toilet sebentar."
"Jangan lama, sebentar lagi kita harus ke Grand Auditorium." Teriak Yeni.
"Ya." Teriak Livia tak mau kalah.
Di dalam kamar Mandi, Livia terdiam menatap cermin di depannya.
Nama itu..
Nama yang sudah tak ia dengar selama 10 tahun ini, kini muncul.
*Tidak mungkin Jimmy itu kan ?
Kalau pun iya, apakah dia masih mengingatku* ?
Livia menepuk kedua pipinya. Ayolah. Tidak mungkin dia ingat padaku kan ? itu sudah lama sekali. Iya dia pasti lupa. Ayo, Livia cobalah berpikir positif.
Gadis itu keluar dari toilet wanita, baru saja beberapa langkah ia melihat sesosok pria tampan memakai jas abu-abu berjalan ke arahnya. Livia terdiam. Sepertinya memang benar. Jimmy yang berjalan ke arahnya adalah Jimmy yang ia kenal dulu. Pria itu melirik gadis itu sekilas sebelum masuk ke dalam toilet pria yang tepat di samping Livia.
"Nona..." Ucapan seorang wanita paruh baya mengalihkan Livia dari pintu toilet pria.
"Y..ya. Ada apa ?"
Baru saja wanita paruh baya itu ingin berbicara, teman-teman Livia datang menghampirinya. Beberapa dari mereka pamit pulang meninggalkan Livia,Yeni dan Narulita yang harus menghadiri seminar. Livia menatap pria yang ia yakini adalah Jimmy tengah berbicara dengan wanita paruh baya yang membuyarkan lamunannya.
Ting..
Pintu lift terbuka. Livia beserta kedua temannya masuk ke dalam. Namun, ketika pintu lift mau tertutup ditahan oleh tangan seseorang.
Jimmy.
Mata Livia tak bisa lepas dari punggung pria itu. "Sepertinya Grand Auditorium pasti sudah ramai. Kampus menjadi sepi banget." Narulita memecah keheningan di lift tersebut.
"Iya. Penasaran juga akan rupa si pembicara yang dari Sapphire Blue Corp itu. Karena di flyer seminar itu hanya wajahnya yang diblur." Yeni ikut bersuara. Mereka hanya mengetahui ada seorang pria yang dikerumuni mahasiswi di dekat kantin tadi. Namun, mereka hanya tahu bahwa orang tersebut merupakan salah satu dari pembicara seminar tadi. Hanya Livia tahu bahwa pria berpakaian rapi yang berada 1 lift dengan mereka sekarang adalah pemilik perusahaan yang akan ia datangi untuk interview besok, termasuk seseorang dari masa lalunya.
Semoga besok aku tidak bertemu dengannya.
"Oh iya, Livia. Besok kau kan interview disana. Wah. beruntung sekali kau bisa bertemu langsung dengan CEO nya di seminar nanti." Livia menatap Yeni yang mengajaknya berbicara.
Gadis itu tertawa pasrah, "Iya. Sepertinya CEO nya adalah pria tua, gemuk dan berlemak di perutnya." Livia dan kedua temannya menatap wanita paruh baya yang berdiri di depan mereka sambil tertawa kecil.
Livia bisa merasakan tatapan tajam dari pria berjas di depannya. Oh, ia tak mau perduli akan hal itu. Biarkan saja mau seperti apa pria itu menatapnya. Mungkin agak terdengar kurang ajar. Mengingat bahwa kau besok akan diinterview oleh pemilik perusahaan yang berada tepat di depanmu namun sekarang kau malah mengejeknya.
Livia memang seperti itu. Semua temannya tahu termasuk pria yang tengah mereka bicarakan. Walaupun gadis ini agak pendiam namun, sekalinya bicara maka kata-kata yang keluar selalu yang menusuk. Gadis itu tidak memikirkannya lagi. Terlalu blak-blakan. Mereka tahu itu tak sengaja. Salah satu sifat Livia yang susah dirubah. Sekalinya ia membuka mulut maka kata yang keluar itu adalah kata-kata yang tidak ia cerna dulu dalam pikirannya.
"Jangan sembarangan bicara. Kalau di dengar langsung bisa habis kau." Ucap Yeni sembari keluar dari lift.
"Bukankah sebagian besar CEO di sebuah perusahaan memang seperti itu?" Bela Livia.
"Sudah ayo masuk bentar lagi mau dimulai." Sela Narul. Dan benar saja, ruangan Grand Auditorium memang hampir penuh, acaranya sudah dimulai. Livia dan teman-temannya duduk di bagian tengah.
Drrrt... Drrttt..
Ponsel Livia bergetar ada notifikasi WhatsApp masuk.
+62812xxxxxxxxx : Lama tak bertemu Livia.
Alis Livia terangkat. Siapa orang ini ? Di wallpaper WhatsApp nya hanya bergambar sunset.
**Livia : Siapa ya ?
+62812xxxxxxxxx : Kau lupa ? Baru saja tadi kau bertemu denganku**.
Bertemu ? tadi ?
"Tanpa menunggu lama lagi mari kita sambut. CEO dari Sapphire Blue Corp. Bapak Jimmy Alexander Kurniawan." ucap MC acara seminar membuat Mata Livia menatap Jimmy naik ke atas panggung.
"Bukankah tadi dia berada dalam 1 lift dengan kita ?" Mata Yeni dan Narulita menatap ke arah Livia yang terdiam menatap Jimmy diatas panggung.
"Ya memang dia." Gumam Livia pelan. Yeni dan Narulita saling memandang. Mereka ingat dengan jelas, Livia mengatakan sesuatu yang cukup menyindir ke CEO Perusahaan yang akan menginterview dia besok. Mereka hanya berharap semoga hal itu tidak mempengaruhi penilaian perusahaan tersebut kepada Livia. Gadis itu kembali membuka WhatsApp.
Livia : Siapa kau sebenarnya ?
Setelah selesai ia melihat Jimmy sedang memainkan ponselnya dan tak lama...
+62812xxxxxxxxx : Coba kau tebak.
Livia terdiam. Nomor tak dikenal itu adalah Jimmy.
Livia : Dari mana kau mendapatkan nomorku ?
Setelah terkirim, ia baru sadar. Dasar bodoh, tentu saja dia adalah CEO maka, dengan mudah ia mendapatkan nomorku. ash..
+62812xxxxxxxxx : menurutmu ?
Livia memasukkan ponselnya ke dalam tas. Abaikan.. abaikan.. abaikan.. Bak mantra, ia mengucap dalam hati untuk berusaha tak membalas WhatsApp tersebut.
"Kita beralih kepada Bapak Jimmy Alexander Kurniawan. Bagaimana kabar anda pak ?" MC memulai pembicaraan. Seluruh mahasiswi berteriak histeris.
"Baik. Panggil saja saya Jimmy." Ujarnya sambil tersenyum yang membuat para mahasiswi semakin histeris. Bagaimana tidak, rambutnya yang hitam dengan mata hitam, dan berkulit putih serta badan yang begitu atletis. Pasti semua wanita akan histeris jika bertemu dengan pria seperti itu, kecuali Livia tentunya.
"Wah di usia muda seperti ini sudah menjadi CEO yang digilai setiap wanita. Semua mahasiswi kami begitu histeris melihat anda. Tidak ada yang menyangka bahwa CEO dari perusahaan ternama merupakan orang yang sangat muda."
Jimmy tertawa kecil, "Saya juga sangat berterima kasih karena dapat diundang menjadi salah satu pembicara di kampus ini. karena baru kemarin saya tiba di Jakarta setelah bertahun-tahun berada di Singapura. Saya tidak menyangka akan ada banyak penggemar dadakan disini. Mungkin diantara kalian ada yang mengira bahwa dimana-mana CEO suatu perusahaan adalah pria tua, gemuk dan memiliki lemak di perutnya. Anda salah, tidak semua CEO suatu perusahaan seperti itu." Yeni dan Narulita melirik ke arah Livia yang terdiam dengan pipi memerah karena malu.
Habislah dia. Pikir mereka. Sindiran itu tentu saja ditujukkan kepada Livia.
-To Be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
rinsia 🌷
Mampir
2020-08-20
2
Ika Aprianti SSC🌹
hmm sepertinya pernah ada sesuatu antara Jimmy dan Livia
2020-08-18
1
kopi pahit
ha haaa,,, auto seru nih,,,,,
2020-08-10
1