"Aku diterima dan besok langsung bekerja."
Ash..
Ia tak tahu harus merespon bagaimana. Satu sisi senang sih akhirnya dapat tempat magang. Disisi lain, kenapa harus 1 ruangan dengan pria itu ?
3 Bulan lagi. Zzzz.....
"Seriusan ?" Mereka secara kompak mengucapkan 1 kata yang sama. Livia memberikan ponselnya ke mereka.
"Kok bisa ?" Hanna masih tak percaya dengan apa ia dengar dan dilihatnya. Bagaimana mungkin seseorang yang pendiam dan tidak masuk kriteria yang dicari oleh perusahaan bisa diterima bekerja ? Sementara yang jauh lebih berpengalaman ditolak oleh perusahaan tersebut.
"Mana ku tahu." Gadis itu terdiam.
*Apa dia yang memintaku bekerja disana ?
Tapi, kenapa*?
"Sudahlah yang penting Livia diterima bekerja disana. Susah loh masuk kesana." Narulita memeluk Livia, "Selamat ya.."
"Kau harus hati-hati saja agar tak bertemu dengan CEO itu selama 3 bulan disana." Nia datang membawakan beberapa snack, disaat yang sama Hanna keluar dari kamar Livia.
Livia tersenyum getir, "Sepertinya akan susah." Ia mengambil snack dan membukanya.
"Kenapa ?" Yeni menatapnya.
"Pizzanya sudah datang guys." Hanna kembali membawa bungkusan plastik berisi pizza.
"Aku kerja di ruangan CEO itu." Ucapan Livia bagaikan sport jantung untuk teman-temannya setiap kali mendengar mengenai pekerjaan yang baru saja didapat oleh gadis itu.
"Apa ?" Narulita bertanya.
"Kok bisa?" Yeni tak mau kalah.
"Kau kan hanya sebagai staff intern Video Editor. Kenapa harus bekerja di ruangan CEO nya langsung ?" Nia juga ikutan.
"Wah.. kalau aku jadi kau sih, sudah gila memikirkan harus bereaksi bagaimana terlebih lagi sejak kejadian di lift itu." Hanna mengutarakan pendapatnya.
Dan Ai Chan hanya terdiam sambil memakan pizzanya. Tidak ada yang perlu ia tanyakan toh sudah diwakilkan oleh yang lain. Livia mendesah pelan, "Karena mereka membutuhkan orang untuk mengedit video dan membantu persiapan acara ulang tahun perusahaan tersebut. Aku bekerja di ruangan yang sama dengan CEO karena agar aku tidak bolak-balik naik turun lift hanya demi agar video tersebut sesuai dengan yang diinginkan oleh CEO nya." Mereka terdiam dan membicarakan hal lain.
Esok paginya, di Sapphire Blue Corp...
Baru saja Livia masuk ke lobby sudah ada beberapa orang menatapnya dengan sinis. Sepertinya berita itu sudah sampai di telinga seluruh karyawannya. Ia berjalan mendekati resepsionis. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu."
"Saya baru pertama kali berkerja disini. Kalau boleh tahu di lantai berapa ruangan CEO nya ?" Seketika ia menyesali pertanyaan yang dikeluarkannya. Dasar bodoh, tentu saja pasti di lantai atas. Perkataan teman-temannya memang benar sekali ucapan yang keluar dari mulutnya memang harus disaring dan dipikirkan terlebih dahulu.
"Di lantai paling atas. Dengan ibu Livia Wijaya ?"
"Ya mba."
"Ini kartu pegawai ibu dan selamat bergabung di perusahaan kami."
"Terima kasih." baru beberapa langkah Livia mendengar ucapan kedua resepsionis itu.
"Aku bingung kenapa gadis seperti itu bisa langsung diterima dan bekerja di ruangan CEO." Ujar resepsionis yang baru saja mengobrol dengan dirinya.
"Iya padahal cantik saja tidak. Make up pun tidak. Hanya seperti gadis kuliahan yang polos dan cupu." Ujar teman dari resepsionis tersebut.
Livia hanya menahan nafas lalu mengeluarkannya lagi. Ia harus tenang dan tak boleh memikirkan ucapan orang-orang diluar sana. Yang bahkan selalu bisanya mengusik dan membicarakan hidup orang lain.
Dasar kecoa- kecoa betina.
Saat menunggu lift pun banyak orang membicarakannya dari belakang. Err.. apakah ini pekerjaan mereka setiap pagi ? menggosip dan membicarakan orang lain. Bahkan para karyawan prianya saja tampak tak mau memperdulikannya.
Sudahlah. Dunia ini memang penuh orang-orang seperti itu. Jika mereka tak bisa menerima perbedaan maka kita lah yang harus menerimanya.
"Selamat pagi Livia." Ibu Sarah datang menghampirinya. "Selamat bergabung ya di perusahaan ini."
"Iya terima kasih bu." Livia tersenyum.
Setidaknya ada orang baik disini.
"Kau mau langsung ke ruang CEO ?"
"Iya bu."
Mereka masuk ke dalam lift yang kosong. Di dalam lift pun para karyawan wanitanya masih terus membicarakan Livia. Gadis itu hanya terdiam. Ia tidak mau hari pertama ia bekerja membuat moodnya rusak. Dan sepertinya memang akan rusak karena ia akan bertemu lagi dengan pria itu. Tidak terasa hanya dirinya lah yang berada di lift dan tiba di lantai paling atas.
"Selamat pagi dengan Ibu Livia." Ternyata wanita paruh baya yang ia liat kemarin di kampus adalah sekertarisnya. "Perkenalkan nama saya Ibu Jasmine. Saya adalah sekertaris dari Bapak Jimmy. Kebetulan beliau belum datang. Silakan duduk dulu sembari menunggu beliau."
"Terima kasih."
"Jangan gugup begitu santai saja. Saya senang sekali karena memiliki teman di lantai ini setelah sekian lama." Bu Jasmine memulai pembicaraan. Ya. Mungkin saja mereka akan menjadi rekan kerja yang baik. Mengingat Bu Jasmine selalu berada di lantai paling atas juga karyawan lain sedikit menjaga jarak dengan beliau karena jabatannya.
"Ibu Jasmine sudah berapa lama bekerja disini ?"
"Saya bekerja hampir 20 tahun lebih menjadi sekertaris dari pemilik perusahaan ini Pak David Xaverius Kurniawan yang merupakan ayah kandung dari Bapak Jimmy."
Livia ber-oh ria saja, selain mengenal pria itu ia juga mengenal keluarga dengan baik. Ya tapi, itu sudah lama sekali. "Lama juga ya bu. Bapak Jimmy sudah berapa lama memimpin perusahaan ini ?"
Belum sempat Ibu Jasmine menjawab sudah ada suara lain, "Jika kau ingin bertanya maka tanyakan langsung padaku." Jimmy baru saja datang membuat 2 orang di depannya langsung berdiri dan membungkuk mengucapkan selamat pagi.
Jimmy menatap seketarisnya, "Ikut ke ruanganku dan baca jadwal pagi ini." Matanya berbalik memandang Livia, "Dan kau tugas pertamamu adalah buatkan aku kopi."
Yang benar saja.
Kedua wanita itu saling menatap, "Tapi, pak. Dia masih menjadi karyawan baru." Sela Ibu Jasmine.
"Biarkan saja." Jimmy masuk ke ruangannya.
"Kopi kesukaan beliau cukup masukkan 1 sendok gula saja. Pantry berada tepat di samping ruangan ini." Ibu Jasmine segera menyusul bossnya.
Livia berjalan malas ke ruangan pantry, ada 2 Office Boy disana. "Pagi. Ada yang bisa saya bantu?" Gadis itu menatap name tag Office Boy/OB yang menyapanya. Joko.
"Saya Livia karyawan baru di ruangan CEO. Beliau menyuruh saya membuatkan kopi."
OB bernama Joko langsung mempersilahkan duduk, "Mba, duduk saja biar saya yang buatkan kopinya."
"Oh tidak usah, biar saya saja. Lagi pula kalau ketahuan boss nanti marah." Joko terdiam dan mempersilahkan Livia membuat kopi.
Ash.. Mana ada karyawan baru disuruh buat kopi.
Hanya dirinya.
Di ruangan CEO....
Tok.. tok..tok..
"Masuk."
Livia datang membawakan kopi pesanan bossnya. "Ini pak kopinya."
"Bu Jasmine, tolong kumpulkan perwakilan semua divisi untuk meeting sekitar 15 menit lagi. Saya mau membahas mengenai masalah kontrak dengan karyawan baru kita. Setelah itu kita kesana." Perintah Jimmy.
"Baik pak. Saya permisi." Ibu Jasmine meninggalkan mereka.
Jimmy memberikan beberapa kertas kepada gadis didepannya, "Ini surat kontrakmu. Silakan dibaca dan ditandatangani." Perintahnya sembari minum kopi. "Kopi buatanmu enak juga. Kalau begitu tugasmu selain yang sudah dijelaskan di surat kontrak adalah setiap pagi membuatkan ku kopi."
Ash.. Livia ingin melawan namun ia bisa apa dengan status sebagai karyawan baru.
"Ya." jawab Livia singkat.
"Kenapa di hari itu kau tidak datang menemuiku di belakang panggung?"
Karena aku memang tak mau bertemu denganmu.
"Aku sibuk."
"Sibuk ya ? Mahasiswa tingkat akhir yang baru saja bekerja di perusahaanku seharusnya tidak sibuk mengingat 2 hari yang lalu, kau belum aku interview dan jadwal skripsimu belum keluar."
Abaikan.. Abaikan...
Gadis itu terdiam lebih memilih untuk fokus membaca surat kontraknya.
"Kenapa tidak menjawab?"
Livia mengabaikannya.
Jimmy tertawa tak menerima dirinya diacuhkan seperti ini. Ia pun menyingkirkan surat kontrak itu, "Saya baru saja membaca setengahnya."
"Jawab dulu pertanyaanku. Kau tahu, sikapmu itu sungguh tidak sopan. Dimana etikamu saat ada atasan tengah bertanya tapi, kau malah diam saja."
Khusus kau memang sengaja aku abaikan.
"Pertanyaan mana?"
"Kau dari tadi tidak mendengarkanku berbicara sampai mulut berbusa ?"
Aku dengar.
"Tidak." Livia tidak perduli akan sopan santun berbicara dengan atasan. Jika sudah berhadapan dengan pria ini maka hal itu pun hilang. Jika dia ingin memecatnya, ya pecat saja ia tak perduli.
"Kau mau aku berikan nilai jelek di penilaian OJT mu selama disini ?" Jimmy tersenyum melihat Livia menatap tajam ke arahnya.
Sial.
Dia membalasnya tepat sasaran. "Baiklah, saya akan mendengarkan apa yang Pak Jimmy katakan."
Jimmy tersenyum puas, "Nanti saja kau selesaikan membaca surat kontrakmu itu."
Menyebalkan. Gumam Livia pelan namun masih dapat di dengar oleh Jimmy.
"Kemana saja kau selama ini ?"
Livia berdecak kesal semenit yang lalu pria itu mengatakan 'nanti saja kau selesaikan surat kontrakmu itu' dan sekarang mengajaknya kembali bicara.
Tidak bisakah dia diam ? Aku tidak bisa fokus membaca surat kontrak ini.
"Aku sudah memberitahu orang tuaku kalau kau bekerja disini bersamaku."
Livia mengabaikannya.
"Mereka merindukanmu terutama Tasya."
Tasya adalah adik kandung dari Jimmy. Umur Livia dengan Tasya berbeda 2 tahun, sedangkan dengan kakaknya yang tak lain adalah bossnya sekarang berbeda 3 tahun. Livia telah selesai menandatangani surat kontraknya.
"Ada yang ingin kau tanyakan ?"
"Kenapa aku bisa diterima bekerja disini ?"
Jimmy meletakan surat kontrak Livia di laci mejanya, "Kau seharusnya bersyukur bisa bekerja di perusahaan ini."
Ck. bersyukur apanya.
-To be Continue-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Ika Aprianti SSC🌹
sengaja yaa d tempatkan d 1 ruangan, makin penasaran!!!!
2020-08-18
1
🍾⃝ͩкυᷞzͧєᷠуᷧ уιℓ∂ιzι🥑⃟𐋂⃟ʦ林
nyampai sini dulu ah
2020-06-29
1
Dii 💔🥀
penasaran bagaimana hubungan mereka dulu yaa.
2020-06-26
1