Chapter 7.2

Setelah menyelesaikan tugas kami yaitu membakar mayat singa ini agar tidak terjadi pembusukan. Aku berjalan ke tempat yang bertanda X di peta. Aku mengayunkan beliung, dan saat aku melakukannya, sesuatu di dinding itu bersinar.

Aku mengayunkan beliung sekeras yang aku bisa.

Dindingnya retak. Retakannya terus menjalar, dan akhirnya runtuh.

"Woah!"

Dinding itu hancur dengan cepat.

Aku memerhatikan sekeliling dan mulai menggali untuk mencari bijih mentah.

Tapi ini tidaklah mudah.

Aku terus mengayunkan dan akhirnya aku mencungkil sekeping bijih mentah.

"Mithril?"

Rupanya suatu jenis bijih mentah bernama mithril. Batu itu berwarna abu-abu gelap. Batu itu bisa dibuat untuk perlengkapan baju besi. Itu digambarkan menyerupai perak tapi lebih kuat dan lebih ringan dari baja, sehingga bisa diartikan baja perak.

Sepertinya ini bisa dijual dengan mahal. Lagipula banyak yang membutuhkannya, kan?

Jumlahnya tidak terlalu banyak, mungkin karena batunya sudah habissehingga gua ini ditinggalkan. Kami terus menggali sampai sore, dan hanya mendapatkan 10 buah.

"Gimana menurutmu?"

"Lumayan, daripada tidak sama sekali."

"Betul. Kalau  begitu, ayo kembali, Tuan Yuuki."

Astia meraih tanganku dan mulai berjalan.

"Kita harus tetap hidup."

"Ya."

Kurasa itu sudah jelas. Kami harus bertahan. Aku juga tidak tahu rintangan berat yang akan kami hadapi.

Kami kembali ke Desa Camue dan menjual bijih mentahnya.

Kami mendapatkan harga yang bagus untuk bijih itu. Hasil uanganya bisa mendukung kegiatan dan keperluan perlegkapan kami untuk beberapa saat.

.....

Beberapa hari setelah kami pergi dari gua terlantar.

Aku telah mempelajari skill dengan berburu monster tapi itu tidaklah cukup untuk meningkatkan kemampuanku dalam sekejap. Mengumpulkan obat-obatan dan bijih mentah adalah prioritasku saat ini.

Aku pernah kepikiran untuk mepelajari sihir dasar terlebih dahulu, tapi aku tidak tahu memulainya dari mana. CP milikku perlahan meningkat sedikit demi sedikit, dan kemampuan dasar dalam kehidupan sehari-hari juga sedikit meningkat dalam beberapa hari ini.

Astia berkembang sangat pesat.

Tapi pengalamannya masih minim, yang kulatih untuknya hanya kemampuan bela diri dan teknik berpedang, tapi kupikir itu cukup untuk pemula sepertinya. Jadi apakah dia bisa disebut muridku, yah?

Dunia ini sangat berbeda dengan game, tentu jelas, meskipun terlihat sama. Pada dasarnya dunia ini sama seperti dunia pada umumnya, tapi ada yang membedakan seperti perkembangan point. Jika ditelusuri lebih lanjut, orang-orang yang ada di dunia ini tidak terlalu memikirkan tentang peningkatan kemampuan, karena di negara ini terlalu aman dari ancaman monster kuat kecuali kasus Astia. Makanya jarang sekali ada petualang kelas S.

Aku masih berada di kelas D, itu masih sangat sulit dijelaskan. Aku bahkan tidak mengambil quest apapun di  papan quest Guild Petualang. Begitu pula dengan Astia, aku dan dia disibukkan dengan beberapa macam hal.

Aku aku akan memilih untuk tidak mengambil quest lebih dulu karena aku tidak yakin dengan quest-quest awal, siapa tahu yang ada cuman misi membersihkan atau mencari barang hilang. Huh itu merepotkan.

"Ayo kembali ke kota dan memberi peralatan baru untukmu."

"...Tuan Yuuki?"

Astia tersenyum, sedikit tegang, sepertinya khawatir akan sesuatu.

"Aku benar-benar menghargai tawaranmu untuk membelikan aku peralatan baru, tapi sebelumnya, bukankah kamu harus lebih memikirkan penampilanmu sendiri."

"Apa aku kelihatan aneh?"

"Bukannya begitu. Kamu bahkan tidak mempunyai pelindung untuk tubuhmu sendiri."

Astia meraih pundakku dan tersenyum.

"Sudah kubilang sebelumnya kan, aku tidak mau pakai peralatan berat seperti itu."

"Tapi, Tuan Yuuki... Kalau kamu tidak mengurus dirimu sendiri, kamu akan berakhir mati."

"Mati?!"

Astia meraih pedangnya, dan dia semakin memaksa. Seharusnya mantra budak mencegah dia melawanku.

"Sudah waktunyakamu menambah pertahananmu. Kamu paham, kan?"

"Yah..."

Astia mungkin benar ... kalau dilihat lagi, daya serangku mungkin cukup kuat tapi aku bahkan tidak memiliki pertahanan tubuh sedikitpun.

"Abaikan aku untuk saat ini. Fokuslah pada mendapatkan peralatan yang lebih baik untukmu ya, Tuan Yuuki."

"Iya-iya. Kita akan membeli beberapa barang, lalu menggunakan uangnya untukmu."

"Nah gitu dong."

Astia semakin nyaman bersamaku daripada sebelumnya, tapi sekarang dia lebih sering membantahku, huh.

Aku ingin mengingatkan dia bahwa dia bekerja untukku, mungkin, tapi dia telah memahami batas dari mantra budak, dan sekarang sangat berhati-hati agar melintas batasnya.

Sederhananya, Astia memang merasa kesakitan, tapi kalau dia menunjukkan kekuranganku, itu juga sangat aku butuhkan juga.

Kami segera meninggalkan padang rumput dan menuju toko senjata yang sering kukunjungi.

"Yah, bukankah ini pembeli setia kita. Sudah beberapa hari tidak bertemu."

Setiap kali kami kembali ke ibukota, kami hanya mengunjungi area pertokoan kota. Pemilik toko senjata karena sesuatu alasan menatap Astia dengan terkejut.

"Baru beberapa saat, atau mungkin ingatanku sudah seperti om-om ... tapi kau tentunya sudah tumbuh menjadi wanita muda yang sangat cantik."

"Hah?"

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Orang ini sepertinya mengatakan hal yang membuat Astia malu.

"Ya, dan kau juga cukup berisi juga. Kau sangat kurus pas terakhir aku melihatmu."

"Hei, kau mengejekku ya!"

Astia mengusap kedua tangannya sendiri dan tertawa saat dia menjawab.

"Hahahaha! Kau hebat merawatnya sampai jadi secantik itu."

"Iyakah?"

Beberapa hari lalu, aku melatih fisik dan kemampuan bertarung Astia, tanpa kusadari, Astia dapat menjaga dirinya sendiri tanpa perlindunganku.

"Huh... kau jadi tidak begitu ramah, bocah?"

"Aku gak tau apa yang kau bicarakan."

Siapapun akan melihat Astia dan melihat seorang gadis cantik berusia 16 tahun. Aku dan Astia makan secara teratur dan rutin belakangan ini, jadi dia sudah seperti gadis normal pada umumnya.

Dia selalu mengeluh lapar, jadi setelah kami membunuh monster, aku memasak daging untuknya. Aku bahkan khawatir tentang keseimbangan nutrisinya, jadi aku berusaha menggunakan herbal dan sayuran sebanyak yang aku bisa saat aku memasakkan daging untuknya.

Astia sudah tidak batuk lagi. Obat itu pasti berpengaruh untuknya.

"Apa yang kau lakukan selama beberapa hari ini? Hanya bertarung?"

"Aku sering membantu di penginapan, dan mengajari aku tentang sopan santun di meja makan, karena aku ingin melayani tuanku dan makan dengan sopan seperti Tuan Yuuki."

Ada yang aneh dengan perkataan Astia, tapi apa aku salah dengar, ya.

"Kurasa semuanya berjalan dengan baik, kalau begitu..."

Mas pemilik toko ini sepertinya sedang gembira. Mungkin bisa menggunakan Astia untuk mendapatkan diskon untuk peralatan kami. Terus goda dia, Astia.

"Jadi, apa yang bisa kubantu hari ini?"

"Kami butuh beberapa peralatan." Aku menunjuk Astia.

Astia memegang pundakku, dan memasang senyum yang menyeramkan.

"Oh? Kupikir kita kesini untuk membeli peralatan untuk kamu?!"

"Iya, aku tahu. Santai saja ... kenapa kamu panik?"

"Kurasa kamu sudah tahu kenapa."

"Aku hanya berusaha bersiap untuk menghadapi semua itu, tapi terserahlah."

"Huh, yah aku mengerti seberapa baiknya kau ini, dan sama seperti yang dikatakan gadis ini."

Aku semakin tidak mengerti perkataan mas-mas aneh ini. Jadi kami memutuskan untuk membeli peralatan untukku.

"Oke! Jadi kau mencari peralatan pertahanan kan? Gimana dengan anggaranmu?"

"Mentok 200 perak." Kata Astia, berbicara sebelum aku sempat ngomong.

"Hmm, yah ... dengan anggaran segitu, kau bisa mendapatkan chainmail."

"Chainmail?! Yah, aku tidak mempermasalahkan tawaranmu, tapi itu bisa berat dan membatasi pergerakanku, kan?"

Penjual toko menggaruk hidungnya, dia mencari-cari sesuatu yang lain.

"Ini agak sulit mempertimbangkan anggaranmu, tapi mungkin bisa dapat armor besi."

Dia menunjuk pada sesuatu di dinding yang agak jauh.

Ada sebuah armor besi full plate. Itu seperti armor yang bisa dilihat di istana.

Kalau aku memakainya, itu sangat tidak cocok untukku. Armor itu berat susah digerakkan dengan leluasa bagiku, kalau aku jatuh aku tidak bisa bangun kembali. Itu hanya bisa dipakaioleh orang-orang yang sudah terbiasa memakainya.

"Kalau kau cukup kuat, kau akan baik-baik saja, tapi masalahnya itu bukan tipe Light Armor."

"Light Armor?"

Istilah baru apalagi ini, Light Armor?

"Ya, itu adalah tipe produksi yang memungkinkan armornya menyerap kekuatan sihir pemakainya untuk membuat armor tersebut lebih ringan daripada aslinya. Sungguh mengesankan."

"Aku mengerti."

Kurasa itu artinya bahwa di dunia ini, armor yang tidak dibuat oleh Light Armor kemungkinan besar mustahil untuk bergerak saat memakainya.

"Sepertinya kalau kau melepas bagian-bagian yang berat, kau bisa membuatnya lebih ringan dan lebih murah..."

"Sudah kuduga kau akan bilang seperti itu."

"Kau benar-benar memahamiku ya. Kau bisa membeli pelindung dadanya saja, itu akan cukup murah."

"Aku memang butuh pertahanan, tapi kalau aku tidak bisa bergerak, maka tidak ada gunanya."

Aku bisa menyerang dan bertahan, tapi kalau aku tidak bisa bergerak , bagaimana caranya aku bisa melindungi Astia.

Aku memutuskan untuk mengabaikan armor yang akan mengorbankan pergerakanku.

"Apa kau tidak mempunyai pelindung Light Armor?"

"Sebenarnya itu adalah barang yang cukup rumit... Yah, karena kau adalah pelanggan setiaku, aku akan menjualnya."

"Benarkah?"

"Yah tapi kau harus memberikanku 50 perak lagi maka akan kujual itu padamu."

"Hmm..."

Sepertinya tidak masalah, tapi aku bingung, dia akan memberikanku pelindung seperti apa.

"Kau akan memberikanku model seperti apa?"

"Barang itu cukup berkesan... Pelindung itu bisa kau pakai di dalam pakaianmu. Meskipun barangnya tipis, tapi itu bisa memberimu pertahanan lebih dan itu membuatmu bergerak lebih fleksibel."

"Bagus, boleh juga penawaranmu."

"Sepertinya itu cocok untukmu. Kalau kau membeli beberapa material, aku bisa membuat seperti sesuai seleramu."

Si pemilik toko membuka selembar perkamen yang bergambar diagram dan tertulis daftar material.

"Aku gak bisa membacanya."

Aku tidak bisa membaca apapun tulisan di dunia ini. Astia menerjemahkannya untukku, jadi aku benar-benar tidak perlu mengkhawatirkannya.

Si pemilik toko terlihat khawatir saat Astia menjelaskan.

"Di sini kau harus membeli beberapa perunggu dan besi murah yang tipis, lalu memasukkan beberapa kulit direwolf dan juga beberapa bulu kelinci merah."

"Aku sudah mempunyai kulit dan bulunya."

Astia terlihat sangat senang, mengacak-acak tasku dan mengeluarkan kulit serta bulunya.

"Terus apa yang bisa kau buat dengan barang-barang ini?"

"Wolf Armor. Pertahanannya tinggi, dan ini lebih tipis dari armor kebanyakan, dan lebih hangat."

"Hmm..."

Wolf Armor ya ... tapi tidak apalah yang penting aku tidak kedinginan lagi.

"Makasih. itu sangat membantu. Baiklah, kami akan membeli perunggu dan besi."

"Ya! Ayo pergi sekarang!"

Astia sangat gembira. Dia meraih tanganku dan menarikku.

"Kenapa kamu begitu semangat?"

"Karena sekarang kamu akan terlihat seperti petualang sungguhan. Kita harus bergegas!"

"Um... Yah, oke."

Kami mengunjungi pandai besi, membeli perunggu dan besi.

Sepertinya toko senjata memiliki suatu perjanjian dengan pandai besi, karena itu aku mendapatkan materialnya dengan harga yang lebih murah daripada dugaanku.

Dan pria itu juga terus mengatakan bagaimana dia menurunkan harganya untukku karena Astia begitu cantik, dan begitu mempesona, dan sebagainya. Si pandai besi menatap Astia dan tersenyum, dan kemudian Astia tersenyum balik dan melambaikan tangannya pada si pandai besi.

"Yah, itu mudah. Kita mendapatkan materialnya."

"Kau memang pekerja keras, bocah penggila pedang."

"Tentu, semua orang terus mengatakan mereka akan menurunkan harganya karena seberapa manisnya Astia."

"Yah, begitulah."

"Hei tidak perlu membahasnya!" Astia menggelengkan kepalanya.

Si pemilik toko mendesah berat, seolah dia tidak bisa mempercaya apa yang dia dengar, lalu memicingkan matanya ke arahku.

"Pesananmu akan selesai besok. Apa kau bersedia menunggunya?"

"Ya. Kupikir akan butuh beberapa hari."

"Kalau orang yang tidak kukenal aku negrjainnya santai. Tapi kau adalah pelanggan setiaku."

"Kurasa aku harus berterimakasih."

"Ahahaha, aku jadi malu."

Sudah wajar aku akan mengucapkan terima kasih, lalu kenapa dia jadi malu?

Aku memberikan 250 perak dari kantonku dan menyerahkan padanya.

"Ngomong-ngomong, apa ada senjata yang seharga 100 perak?"

"Maksudmu buat gadis ini?"

"Ya."

Pedang kugunakan sebelumnya sepenuhnya kuasah, dan kami mempunyai pedang tua yang berkarat. Aku mengeluarkannya.

"Astia."

"Baik."

Astia menghunuskan pedang yang ada di sampingnya, dan meletakkannya di meja.

"Yah, yah, kayaknya kau merawatnya dengan baik."

"...."

Aku mengembangkan kebiasaan memoles dan mengasah pedangku saat dan setelah aku berburu monster, jadi pedangku selalu dalam keadaan bagus saat pagi. Apalagi pedangku terbuat dari material khusus dan kualitasnya terjamin, sehingga pedangku akan lebih bertahan lama dalam pertarungan apapun.

"Kau punya pedang yang sangat bagus."

"Bukankah aku membelinya dari toko ini?"

"Begitukah? Sepertinya aku lupa."

Si pemilik toko mengeluatkan tawa keras yang membuatku jengkel, dan mengubah topik.

"Pedang tua karatan ini tampak jauh lebih baik sekarang."

Dia terlihat terkesan, dan membolak-balik bilahnya di tangannya, memeriksanya.

"Hmm... kurasa mungkin bisa tukar tambah dengan Magic Iron Sword."

Aku ingat pernah mendengarnya. Itu lebih baik daripada pedang yang dimiliki Astia sekarang.

"Aku yakin itu sudah dilapisi material khusus seperti punyaku sekarang, kan?"

"Ah, tentu. Anggap saja itu bonus. Selain itu, aku bisa paham seberapa keras kau bekarja."

Kalau dipikir kembali, si pemilik toko dari awal sejak bertemu denganku, dia telah membantuku berkali-kali, jadi aku seharusnya mengucapkan terima kasih padanya.

"Makasih."

"Nggak masalah, nak. Matamu tampak sama persis dengan ketika pertama kali bertemu denganmu, itu bagus. Kau telah menunjukkan sesuatu yang bagus untukku."

Si pemilik toko terlihat senang saat dia memberikan Magic Iron Sword pada Astia.

Siapapun akan menjadi lebih kuat kalau mereka memiliki senjata yang berkualitas, tapi kalau kemampuannya tidak memumpuni, mereka akan merasa bersalah pada senjatanya. Aku yakin, kami tidak akan menyia-nyiakan senjata itu.

"Terima kasih!"

Mata Astia berkilauan saat dia menyarungkan pedangnya itu pada sarung yang ada di pinggangnya.

"Baiklah kalau begitu, kembalilah pada jam yang sama."

"Oke."

Aku dan Astia meninggalkan toko.

Saat di luar, kami melihat seberapa tingginya matahari di langit dan menyadari bahwa sekarang adalah waktunya makan siang.

Aku telah menghabiskan uang saat aku membeli peralatan untukku dan Astia. Aku sangat terbebani saat mengetahui uang dari kerja kerasnya selama berhari-hari ini lenyap begitu saja.

Tapi aku menganggapnya membeli peralatan tersebut sebagai investasi, dan sebagian dari banyak cara untuk mendapatkan banyak uang.

"Mau ke restoran yang kita kunjungi sebelumnya?"

"Bolehkah?"

"Tentu... kamu boleh makan apapun yang kamu mau."

"Oh berhentilah begitu! Aku bukan anak kecil lagi."

Pada saat sepanjang hari ini, Astia terlihat gembira saat dia bersamaku, tapi hatinya berubah seketika. Apa ini rasanya Astia memasuki tahap usia memberontak.

"Baik, baik aku ngerti. Tapi kamu mau makan, kan? Kalau begitu ayo pergi."

"Tuan Yuuki, kamu nggak dengar, ya?"

"Terserahlah, kamu gak perlu bertindak seperti orang dewasa. Lagipula umur kita tidak terlalu jauh, kan? Ayolah ... maksudku, kamu mau makan, kan?"

"Terus kenapa? Kamu pikir kamu kuat? Karena kamu bersikap baik padaku dan semuanya baik-baik saja? Aku nggak butuh kebaikanmu."

Aku tidak tahu kenapa sikap Astia tiba-tiba menjadi ngambekan, yang kutahu saat ini Astia mencoba untuk bersikap dewasa. Dia tidak salah, tapi dia terlalu berlebihan.

Aku dan Astia masuk ke dalam restoran yang biasa kami kunjungi saat kami jauh dari penginapan.

"Selamat datang!"

Salah satu pelayan restoran menyambut kami dengan lebih ramah, dan menuntun kami ke meja makan.

Aku penasaran apakah itu karena potongan rambut Astia yang kuberikan yang membuat Astia marah. Sikap Astia menjadi buruk saat aku mngajak ke restoran ini saat terakhir kali aku datang ke sini.

"Aku pesan makanan yang paling murah, dan berikan dia makanan anak-anak."

Aku saat ini ingin menghemat pengeluaranku termasuk aku membeli makan. Dengan itu aku bisa menyimpan cadangan uangku untuk situasi darurat.

"Tuan Yuuki!"

Seorang pelayan di depan meja makan, aku dan Astia membolak-balikan buku menunya, menatapku dan Astia dan terlihat canggung saat kami bersama.

"Aku juga pesan hidangan yang paling murah!" Saut Astia dengan nada kesal.

"Oh, baik. Tunggu sebentar."

"Kamu bosan atau tidak menyukainya lagi?"

"Sudah kubilang aku baik-baik saja."

Astia mengernyitkan alisnya saat wajahnya mulai memerah.

"Hmmm..."

Aku membiarkan Astia untuk melakukan apa yang dia mau. Itulah keputusanku saat sebelumnya mengatakan padanya bahwa Astia boleh memesan apa yang dia mau. Tapi kenapa dia masih marah?

****

Terima kasih telah membaca penutup dari chapter 7 ini, semoga kalian terhibur.

Kalau ada typo atau salah kata mohon dimaafkan.

Dah gitu aj. 

Terima kasih.

Arigatou gozaimashita.

Assalamu'alaikum

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!