"Aleta,., baru ada masalah ya." tanya Ferdinand pelan.
Aleta menggelengkan kepala, kemudian kembali menatap kosong ke arah lautan yang luas. Saat ini mereka baru duduk di atas pasir pantai Sadranan sambil menekuk lutut. Sesekali ombak menerpa kakinya, namun mereka tetap tidak beranjak.
"Bagilah bebanmu dengan kakak, agar kamu merasa ringan."
"Kak Ferdi, apakah boleh untuk sekali ini saja Aleta meminjam pundak kakak," tanya Aleta.
Ferdinand hanya mengangguk tak bersuara, karena dia juga tidak tahu apa yang dimaksud Aleta. Setelah melihat Ferdinand menganggukkan kepala, Aleta menyandarkan kepalanya di pundak Ferdinand. Pandangan Aleta tetap kosong ke depan, dan tanpa disadari ada setitik air bening di sudut matanya.
Dengan lembut Ferdinand menghapus air mata Aleta dengan jarinya. Tiba-tiba Ferdinand berdiri dan memegang bahu Aleta, kemudian mengajaknya pergi. Ferdinand memegangi tangan Aleta dan mengajak naik ke bukit kecil di pantai Sadranan. Setelah sampai diatas, Ferdinand menggandeng Aleta dan membawanya ke pinggir tebing yang langsung menghadap ke samudera luas.
"Ayuk teriaklah sekencang-kencangnya."
"Aaaaaaaaaaaa," Ferdinand memcontohi Aleta.
"Aaaaaaaaaaaaa," teriak Aleta.
"Ulangi Aleta, sampai sesak di dadamu hilang." seru Ferdinand.
"Aaaaaaaaaaaaa,,"
Setelah berkali-kali Aleta berteriak, tiba-tiba Aleta berlari memeluk Ferdinand dengan erat kemudian menangis di dadanya. Ferdinand sedikit tercengang dengan tindakan impulsif yang dilakukan Aleta, tapi kemudian dia membalas pelukan eratnya sambil mengelus punggung Aleta dengan sabar.
Sepuluh menit berlalu Aleta mendapatkan kenyamanan di pelukan Ferdinand, dan tanpa diduga sebelumnya dengan lembut Ferdinand memberikan kecupan di kening Aleta. Ferdinand sendiri langsung kaget dengan tindakannya sendiri, tapi Aleta tetap hanya terdiam seperti mati rasa.
Ferdinand melonggarkan pelukannya, kemudian memegang dagu Aleta dan menengadahkan ke atas.
"Aleta, matahari sudah diatas kita, kita berteduh yuk," ajak Ferdinand.
Aleta mengangguk dan mengikuti Ferdinand. Ferdinand dengan penuh kasih menggandeng Aleta, dan akhirnya mereka duduk di gazebo yang terletak di pinggir pantai.
"Aku tinggal sebentar ya," kata Ferdinand.
"Iya," jawab Aleta singkat.
Ferdinand meninggalkan Aleta sebentar dan kembali membawa dua buah kelapa muda. Setelah memasang straw, Ferdinand memberikan satu buah pada Aleta.
"Minumlah biar tenang hatimu,"
Aleta menyedot air kelapa, dan rasa segar mengaliri tenggorokannya.
"Kak Ferdi, hari ini aku pingin merasakan masa-masa pacaran seperti gadis-gadis yang lainnya. Tolong kakak perlakukan aku hari ini seperti pacar kakak ya. Hanya hari ini saja." kata Aleta lirih.
"Aleta..., jangankan hari ini sayang. Seumur hidup aku mau menjadikan kamu sebagai pasanganku." jawab Ferdinand.
"Hari ini saja kak," pinta Aleta penuh harap.
Ferdinand menurut kemauan Aleta, meskipun dia menginginkan tetap berdua dengan Aleta seumur hidupnya. Sampai tengah hari mereka berdua duduk di gazebo saling bersandar di pundak.
Sesekali tangan Ferdinand membelai lembut rambut Aleta dan memberikan kecupan lembut di keningnya. Aleta menikmati rasa getaran aneh dengan jantung yang berdetak lebih kencang setiap Ferdinand dengan lembut menyentuh rambut dan mengecup keningnya.
"Aleta, kita pulang yuk. Meskipun kamu tidak mau cerita, semoga hari ini.bisa sedikit membantu mengurangi kesedihanmu."
"Ya kak, terima kasih untuk semuanya kak."
Ferdinand menggandeng Aleta menuju mobil. Di dalam mobil, Aleta dengan manja menyandarkan kepalanya di pundak Ferdinand.
"Aleta..., jalan yang akan kita lalui naik turun. Kalau Aleta bersandar di bahu kakak, jadinya kakak tidak bisa mengemudi dengan baik." kata Ferdinand.
"Maaf ya kak, kalau Aleta hari ini meminta banyak dari kak Ferdi." tiba-tiba Aleta memberikan kecupan singkat di bibir Ferdinand.
Seperti terkena aliran listrik, bibir Ferdinand terbuka tidak percaya dengan kejadian barusan. Ferdinand menghentikan mobilnya di pinggir jalan, kemudian mengambil nafas dan membuangnya kembali. Dengan mata redup, Ferdinand berbalik ke arah Aleta kemudian memegang bahunya. Dengan sabar Ferdinand memegang dagu Aleta dan dengan lembut melum** bibir mungil di depannya. Setelah Aleta kehabisan nafas, Ferdinand menghentikan tindakannya kemudian kembali melajukan mobilnya.
Mereka terdiam di sepanjang perjalanan dengan pikirannya masing-masing. Hati Ferdinand dipenuhi rasa kebahagiaan, akhirnya dia bisa mendapatkan hati pujaan hatinya. Sedangkan Aleta juga merasakan kepuasan dapat menikmati getaran-getaran aneh masa pacaran.
"Selamat tinggal kak Ferdi," Aleta membatin pilu.
Pukul satu siang akhirnya mereka sampai di panti asuhan dengan selamat. Setelah mereka turun dari mobil, Ferdinand masuk ke dalam rumah untuk menemui Bu Rosna.
"Nak Ferdi, sudah sampai nak. Aleta nya mana," tanya Bu Rosna ramah.
"Tadi pamit ke belakang Bu."
"Bu Rosna, hari ini Ferdi melihat Aleta seperti bukan Aleta yang biasanya. Kira-kira apakah ibu tahu alasannya." tanya Ferdinand.
Bu Rosna terdiam, hanya memandang halaman rumah yang panas.
"Kok malah Bu Rosna ikutan bengong ya" batin Ferdinand.
*****
Aleta membawa nampan berisi air minum dan toples camilan ke depan.
"Ayuk minum dulu kak, pasti haus karena perjalanannya jauh."
"Iya nak Ayuk diminum tehnya, mumpung masih panas." kata Bu Rosna.
"Tehnya ada tiga gelas ya, berarti ibu dapat jatah juga nih,"
"Iya Bu, Aleta buat juga buat ibu."
"Gimana tadi mainnya, senang ya. Itu namanya kurang piknik, karena begitu pulang dari pantai wajah Aleta jadi sumringah."
"Iya Bu, Alhamdulillah. Aleta jadi segar kembali," jawabnya sambil tertunduk.
Ferdinand hanya tersenyum tanpa menjawab. Dalam hati dia merasa bahagia, karena sudah merasa kalau Aleta akan jadi miliknya. Tetapi di sudut hati lainnya, tidak dapat disangkal ada sesuatu yang aneh yang mengganjal hatinya.
"Hari sudah semakin siang, Aleta istirahat dulu ya. Kakak juga mau pulang dulu." pamit Ferdinand.
"Iya kak, hati-hati ya di jalan."
"Iya, makasih Aleta untuk hari ini. Ibu, Ferdinand pulang dulu ya." pamitnya sambil mencium tangan Bu Rosna.
"Ya nak, hati-hati ya."
"Assalamualaikum,"
"Wa Alaikum salam."
Bu Rosna dan Aleta menunggu di teras sampai mobil Ferdinand keluar dari halaman.
"Ibu..., Aleta mau bicara sama ibu."
"Tentang apa nak," tanya Bu Rosna lembut penuh kasih.
Bu Rosna kemudian mengajak duduk Aleta di kursi ruang tengah.
"Bicaralah nak, ibu akan mendengarkan."
"Ibu... Aleta sudah putuskan. Aleta setuju untuk menikah dengan cucu kakek Cokro."
"Apakah Aleta sudah benar-benar mempertimbangkannya nak."
"Inshaa Allah sudah Bu, tingkat mudharat dan maslahat nya juga sudah Aleta pertimbangkan. Aleta siap untuk dinikahkan secepatnya Bu, toh nikah sekarang sama nanti, hasilnya juga sama saja."
BU Rosna mencoba mengamati wajah Aleta lebih dekat, tapi tetap tidak dapat menemukan isyarat apapun.
"Apakah Aleta tidak mau mengenal calon suamimu terlebih dahulu."
"Aleta sangat percaya dengan pilihan ibu yang tidak mungkin akan menjerumuskan Aleta. Kakek Cokro juga sangat baik pada Aleta, jadi Aleta yakin kakek akan melindungi Aleta dari apapun."
Bu Rosna memeluk Aleta dengan perasaan haru, dan selalu berdoa agar pilihan yang diambil akan membahagiakan semua.
"Baiklah nak, ibu akan segera memberi tahu kakek Cokro."
"Baik Bu, Aleta ngikut apa yang akan diatur oleh ibu. Karena Aleta yakin semuanya untuk kebaikan Aleta sendiri."
"Aleta istirahat di kamar dulu ya Bu."
"Ya nak, istirahat saja dulu."
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Selamet Turipno
cerita perempuan murahan rupanya pepeknya sdh gatal utk dikentot
2025-02-08
0
Ahmad Al Hambaly
moduss...katanya gadis baik² nytanya perekkl😄😄😄
2022-12-15
0
lilis
lanjut thor
2021-09-12
1