pertemuan kedua (revisi)

pagi ini, sebelum bel masuk berbunyi nyaring, Tiga gadis itu sepakat untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu dengan beralibi agar saya mendengarkan penjelasan materi fisika mereka tidak mengantuk dan bersemangat. Tapi Adella tidak yakin, karena mereka memang selalu beralasan seperti itu, ujung-ujungnya akan tetap tertidur di kelas.

Seperti biasanya, hanya Adella yang tidak memesan makanan dan hanya memesan sebuah es teh manis. Caca dan Fira sudah tidak heran lagi, pasalnya sejak menapaki sekolah ini, Adella tidak pernah makan makanan kantin. Ralat, hanya sekali saat benar-benar kepepet dan itu pun hanya beberapa suap nasi goreng. sampai detik ini, baik Fira maupun Caca tidak pernah mendapat jawaban apapun perihal tingkah sahabatnya itu.

saat mereka tengah asik makan sambil bergosip, tiba-tiba seseorang duduk di sebelah Adella dengan menyodorkan sebuah buku.

"Kata Rafa, Lo jago fisika, bisa ajarin gua soal-soal ini? tugasnya dikumpulin hari ini jam pertama, ajarin ya please." Adella mengerutkan keningnya saat melihat laki-laki di sampingnya itu memohon sambil menunjukkan wajah yang menurutnya sangat menjijikan.

"Gua bukan guru les." hampir saja Caca dan Fira tertawa jika mereka tidak ingat sedang memakan nasi goreng.

Alaska menghembuskan napasnya, ia sudah tahu Adella akan menolaknya karena sejak awal gadis itu tidak terlihat tertarik padanya sedikit pun.

"Lo ga mau bantuin orang yang lagi kesusahan? astaga Adella Lo manusia bukan sih? ga punya hati nurani Lo? gua kepepet banget ini," kata Alaska kesal.

Sungguh, tingkah Alaska membuat Adella ingin sekali mencekik laki-laki itu. "Lo bukan teman gua jadi ngapain gua bantuin Lo, sekali lagi gua bukan guru les!" seru Adella.

Alaska menarik napasnya dan membuangnya dengan kasar, emosi nya benar-benar diuji, jika saja ia tidak terlibat taruhan menyebalkan tersebut maka sudah ia caci maki gadis di sampingnya ini.

Awas aja Lo ya, gua bikin nangis darah kalo udah dapat.

"Setelah yang kita lakuin kemarin masih ga nganggep gua?"

uhuk...uhuk

Caca buru-buru mengambil air mineral miliknya dan meminumnya hingga setengah, tenggorokannya terasa sakit karena tersedak nasi goreng yang sangat pedas ini.

sedangkan Fira? gadis itu menghentikan kunyahannya dan terdiam.

"Kalian abis ngapain kemarin? astaga jangan-jangan Lo macem-macem ya sama sahabat gua?" tanya Caca dengan galak.

Alaska menepuk dahinya, "mana ada, kemarin dia nemenin Alika," jawab Alaska.

merasa jengah dengan pembicaraan mereka yang semakin ambigu. Akhirnya Adella mengalah dan menarik buku Alaska dengan kasar, "Mana pulpennya?" tanya Adella.

Dengan senang hati Alaska memberikannya, Ia memperhatikan Adella yang mulai menulis sembari menjelaskan pada dirinya. Adella begitu lihai, bahkan gadis itu hanya tinggal membaca soal saja dan dia langsung tahu rumus apa yang harus digunakan.

sejenak Alaska merasa kagum, tapi ia langsung menggelengkan kepalanya. Hanya sekadar taruhan, tidak boleh kalah.

Beberapa menit kemudian Adella sudah menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengembalikan buku serta pulpen tersebut pada sang pemilik. tanpa mengatakan apapun, Adella mengajak kedua sahabatnya yang entah sejak kapan sudah selesai makan untuk kembali ke kelas.

Sepeninggalan mereka bertiga, Alaska tersenyum melihat tulisan Adella di ujung buku.

Kalo bego belajar!!

"Satu langkah awal," gumamnya.

***

"Guys, tau ga si, kemarin gua ketemu cowo ganteng banget parah," ujar Fira yang duduk di depan Adella. gadis itu sudah membalikkan tubuhnya menghadap ke meja Adella dan Caca.

"Namanya siapa?" tanya Caca yang super kepo. Fira langsung mengeluarkan kartu pelajar yang kemarin ia temukan, niatnya ia ingin mengembalikan kartu tersebut tapi belum sempat .

"Galen Leonardo."

Mendengar nama tersebut, seketika Adella menghentikan kegiatan menulis nya. Nama itu, nama yang akhir-akhir ini mengganggu tidurnya, nama yang selalu menjadi pertanyaan di kepalanya.

Adella merampas kartu pelajar tersebut, "Gua kenal dia, biar gua yang balikin ya," kata Adella.

"Lah Lo kenal? ya udah Lo yang balikin, tapi nanti kenalin ya?" kata Fira sembari menaikkan kedua alisnya. Adella hanya tersenyum sebagai jawaban.

Bukan itu, tapi mungkin ini bisa membantunya.

***

Setelah pulang sekolah, Adella mampir sejenak ke toko bunga, ia berniat untuk ke tempat peristirahatan panjang ayahnya. sudah lama ia tidak berkunjung, ia ingin bercerita mengenai hari-harinya setelah kepergian sang ayah, ingin menumpahkan segala kegelisahan yang terus mendera hatinya.

Kepergian ayahnya membuat banyak perubahan dihidupnya, seolah kini dunianya hanya berwarna hitam, putih dan abu-abu. Ia sepeti hidup tapi terasa mati, ia seolah tidak memiliki tujuan hidup selain mencari keadilan untuk ayahnya yang kini sudah beristirahat dengan tenang di sana.

Saat tengah memilih bunga, matanya tidak sengaja melihat laki-laki yang sangat familiar. Adella menajamkan penglihatannya, ia sedikit berjalan mendekat. Jika tidak salah, bukankah itu Galen yang ia lihat dirumah sakit? Galen yang sama dengan yang berada di pemakaman tempo hari?

Adella teringat sesuatu, ia mengambil sebuah benda berbentuk persegi yang ia rampas dari Fira tadi. dan ternyata benar, dia adalah Galen Leonardo yang selalu mengusik malamnya.

Adella menghampiri laki-laki itu, "Tenyata Lo," kata Adella. Ia melihat laki-laki itu terperanjat karena kaget melihat dirinya.

"Lo juga kan yang gua kejar di pemakaman?" tanya Adella dengan ekspresi wajah yang datar. Adella melihat raut khawatir dari laki-laki itu, ia memang bukan ahli pembawa raut wajah seseorang, tapi ia bisa membedakan nama yang khawatir, ragu, takut, dan sedih.

"kenapa Lo lari waktu itu?"

"Waktu itu gua mau bilang makasih ke Lo karena udah nolongin gua, tapi Lo langsung pergi gitu aja, setelah gua cari tau dari beberapa suster ternyata ayah Lo baru aja meningal maka dari itu gua datang ke pemakaman. tapi Lo lagi berduka, gua liat Lo sedih dan terpukul banget jadi gua cuma liat dari jauh," jelas laki-laki itu.

Galen memberikan sebatang bunga Lily putih padanya, awalnya Adella menolak tetapi laki-laki itu memaksanya, "Sampe akhirnya Lo liat gua, tapi gua ga siap buat ketemu Lo jadi gua lari."

"Kenapa ga siap?"

"Lo kesini mau beli bunga, kan? mau beli bunga apa?" tanya Galen yang terlihat antusias. Adella mengerutkan keningnya saat ia tahu kemana arah pertanyaan tersebut.

"Lo berniat ngalihin pembicaraan?" tanya Adella. "Gua ga suka basa-basi, jadi jelasin sejelas-jelasnya," lanjut Adella.

"Tapi kenapa harus di jelasin?"

"Karena Lo bikin gua curiga!" Galen menelan salivanya melihat wajah Adella yang mulai terlihat galak.

"Gua takut, karena banyak media, banyak bodyguard. Gua cuma manusia biasa, gua ga pengen masuk berita dan ga pengen ketangkep orang suruhan keluarga Lo."

"Orang suruhan?"

Galen terdiam, mulutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi. mungkinkah ini adalah jalan yang harus ia tempuh?

"Lo tahu gua?" tanya Adella, ekspresi Adella saat ini datar sedatar-datarnya.

"Gua..."

"Tau apa Lo tentang gua?"

"Gua cuma..."

Adella memberikan peringatan pada Galen melalui tatapan tajam yang seolah menikam Galen.

"Gua tahu Lo siapa, gua tahu identitas tersembunyi Lo, gua tau apa yang Lo cari, dan gua juga tahu apa yang mau."

beberapa detik Adella terdiam, mencoba mencerna kalimat-kalimat Galen. mengapa Galen bisa tahu mengenai dirinya? tidak pernah ada yang tahu sebelumnya, tidak mungkin anggota elang membocorkan hal ini karena Adella tahu betul mereka semua.

Jika informasi dirinya terbongkar, maka. semuanya akan hancur dan sia-sia.

"Gua janji ga akan ngasih tahu siapa-siapa, justru gua mau bantu Lo buat nemuin jalan keluarnya."

Adella terdiam, Ia menyodorkan kartu pelajar milik laki-laki itu. "Gua ga tahu Lo itu siapa, tapi beraninya Lo tahu siapa gua!"

"Bahkan Lo udah tau gua sekolah di mana, gua ga akan lari dengan membawa rahasia seseorang, gua beneran mau bantu Lo, gua ga bermaksud jahat apapun," ujar Galen.

melihat Adella yang tak kunjung melepaskan tatapan tajamnya, Galen mengambil kertas yang berada di meja kasir beserta pulpen, ia menuliskan sesuatu di sana dan memberikannya pada Adella.

"Itu alamat rumah gua, nomor telepon gua, sekolah gua, kelas gua, dan nomor plat motor gua. Kalo Lo belum percaya, Lo bisa cari tau semua itu, dan kalo Lo udah siap dan udah percaya sama gua, Lo bisa datang kapan pun ke gua karena gua punya satu informasi yang penting buat kelanjutan misi Lo." Galen tersenyum, lalu ia menuju meja kasir lagi dan membayar bunga yang berada di tangannya, juga setangkai lily putih yang berada di Adella.

"See you," pamitnya.

Adella hanya diam, memperhatikan selembar kertas yang berada di tangannya. Apakah Galen sungguh ingin membantunya? haruskah Adella percaya?

wajah Galen terlihat serius untuk membantunya, tetapi masih banyak alasan untuk menolak tawaran laki-laki tersebut. Bagaimana jika ternyata Galen ada seorang mata-mata? bagaimana jika suatu saat Galen mengkhianati kepercayaan nya?

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!