satu Minggu setelah kepergian ayahnya, penjagaan di rumah Wijaya semakin di perketat juga di beberapa rumah keluarga besar Prasetyo serta perusahaan milik Wijaya Prasetyo yang kini sudah diambil alih oleh Gavin.
Malam ini, Gavin selaku penerus ayahnya meminta semua anggota elang untuk berkumpul di rumah khusus pertemuan milik Club elang ini. Elang bukanlah geng motor, bukan juga sekelompok preman dan semacamnya, elang adalah kumpulan petarung hebat yang direkrut untuk menjaga seluruh anggota keluarga besar.
Kekuatan bertarung mereka tidak perlu diragukan lagi, mereka sudah sangat terlatih dan sangat profesional meskipun kebanyakan dari mereka masih berusia 20 tahunan. Di dalam Club elang ini juga terdapat anak cucu dari keluarga Prasetyo, termasuk Gavin, Adella, Rafa dan beberapa sepupu mereka.
Mengenai Rafa, dia adalah sepupu dari Gavin dan Adella, Rafa adalah anak dari adik ayahnya. tetapi fakta mengenai hubungan kekeluargaan mereka tidak diumbar untuk mencegah hal-hal buruk yang tidak ingin terjadi. Baik Rafa dan Adella bersikap biasa saja ketika bertemu di sekolah, menyapa dengan senyum dan bersikap seolah tak akrab.
Berbicara mengenai Adella, gadis itu tengah berada di atas ring tinju. peluh keringat membasahi wajah gadis itu, ia baru saja menumbangkan salah satu anggota baru yang direkrut seminggu yang lalu.
selama seminggu ini Adella tidak berlatih dan tidak sempat untuk menguji para anggota baru karena ya sudah pasti alasannya mengenai kepergian ayahnya.
"Segini doang?" tanya Adella dengan remeh. Seketika beberapa orang dibawah ring mengatakan sesuatu yang mengusik dirinya.
"Pasti pelampiasan emosi."
"Ya dia perempuan mana berani kita mukul kencang."
seperti itulah kalimat yang Adella dengar, meskipun mereka berbisik tapi mereka lupa jika pendengaran Adella sangat tajam. Adella melepas sarung tinju nya lalu melemparnya ke sembarang arah, kemudian ia turun dan berdiri tepat di hadapan beberapa orang yang wajahnya masih asing di mata Adella.
"Abang, Lo ngerekrut mereka cuma buat ngerendahin kemampuan orang lain sama cuma buat ngegosip kaya ibu-ibu gosip ditukang sayur?" teriak Adella yang ditujukan pada Gavin sebagai sindiran untuk tiga orang laki-laki yang berada di depannya itu. tatapan tak sedikitpun bergeser dari objek utamanya.
"Lo bertiga masih baru di sini, jangan sombong sama kemampuan karena masih banyak yang lebih hebat dan lebih terlatih dari kalian. dan tentang gua yang menurut kalian lemah, kalian bisa coba sendiri lawan gua, ga usah takut gua kenapa-napa karena gua perempuan," kata Adella. ketiga laki-laki yang tidak ia ketahui namanya itu hanya diam seperti patung.
Adella tidak marah, karena memang sudah menjadi hal biasa ketika perempuan dianggap remeh seperti itu, ia hanya kesal dengan pemikiran kampungan tersebut. Mereka pikir perempuan hanya bisa mengandalkan laki-laki untuk bertahan dari bahaya, padahal tidak semua nya seperti itu.
***
"Kak Gavin, menurut kakak ada yang ganjal ga sih dari kepergian Tuan Wijaya? sebelumnya, meskipun dengan alat bantu untuk bertahan hidup, Pak Wijaya masih sanggup untuk bertahan, tapi mendadak kemarin beliau kehilangan detak jantungnya," ujar Salah satu anggota elang yang berusia 19 tahun, dia adalah Dewa, salah satu sahabat Adella sejak kecil.
"Menurut gua sih engga, karena ada beberapa orang yang nyamar di sana buat jaga-jaga," sahut Rafa yang duduk di sebelah Adella.
Rafa menoleh pada Adella, ia melihat raut wajah gadis itu yang resah, ia tahu Adella tidak suka membahas almarhum ayahnya yang sudah tenang disana. tapi pembahasan ini perlu, untuk mencari tahu siapa yang berada di balik perencanaan kecelakaan tersebut.
"Apa kalian liat ada yang mencurigakan di sana?" tanya Gavin pada dua orang yang ditugaskan untuk menyamar di rumah sakit.
seketika ia teringat sesuatu mengenai seseorang yang ia temui di pemakaman, laki-laki berbaju hitam dengan topi yang dikenakannya. Sapu tangan itu bertuliskan nama Galen Leonardo, dan orang yang ia temui di rumah sakit juga bernama Galen bukan?
Apakah mereka adalah orang yang sama?
Ini terlalu kebetulan jika dalam sehari ia bertemu dengan dua orang yang memiliki nama sama. Jika saja ia berhasil mengejar Galen Leonardo di pemakaman, mungkin ia tidak perlu bertanya-tanya seperti ini.
Ia sedikit curiga dengan Galen Leonardo itu, pasalnya gerak-gerik laki-laki itu memang mencurigakan.
"Dewa, besok Lo ke rumah sakit tempat ayah gua dirawat, Lo minta copyan seluruh daftar nama pasien yang dirawat tepat dihari ayah gua meninggal ga boleh sampe terlewat satu pun, bisa?" kata Adella pada Dewa.
seluruh orang di sana memusatkan atensinya pada Adella, termasuk Gavin dan juga Rafa.
"Ada apa Del?" tanya Gavin.
Adella menggeleng, ia belum yakin dengan pemikirannya. ia akan mencari tahu terlebih dahulu, ketika ia sudah memiliki bukti nanti maka ia akan mengatakannya pada mereka semua dan meminta mereka untuk berjaga-jaga. Ia tidak bisa menuduh nya begitu saja.
Ponsel Adella yang berada di atas meja berdering, nama Fira terpampang jelas disana. buru-buru Adella mengangkatnya agar tidak mengganggu yang lainnya.
Saat baru menempelkan ponselnya ke telinga, ia sudah di kejutkan dengan suara jeritan gadis itu. seketika ia menegapkan tubuhnya.
"Fira Lo kenapa?" tanya Adella dengan nada khawatir. tapi ia hanya bisa mendengar suara Fira yang meminta tolong.
"Fira Lo lagi dimana?" tanya Adella lagi, kini seluruh tubuhnya bergetar mendengar Fira mulai menangis.
"Adel, tadi gua lagi di daerah tempat markas Lo cuma gua ga tau yang mana markasnya terus tiba-tiba ada beberapa orang yang mau bunuh gua, tolong Del."
"Lo lagi di mana?"
"Gua ga tau, dia tadi nanya alamat markas Lo, gua bilang gua ga tau, terus mereka nodong pisau, gua lagi di minimarket ujung jalan, gua ga berani keluar, gua takut pulang."
"Lo diam disitu kalo ada apa apa langsung telpon gua lagi, gua otw ke situ." Adella memutuskan sambungan teleponnya.
Sejenak ia menoleh pada Gavin, "Apa ada anggota kita yang di luar?" tanya Adella pada mereka semua.
Mereka menggeleng dan mengatakan harinya semua nya berkumpul di rumah ini.
"Kalo gitu jangan ada yang keluar, wajah-wajah kalian udah di kenali banyak musuh, Fira bilang ada beberapa orang yang nanya tentang alamat markas ini, gua ga tau itu siapa tapi gua yakin dia bukan orang sembarangan karena dia bawa senjata tajam, gua jemput Fira dulu," ujar Adella.
"Del, gua antar, karena ada orang yang nyari alamat ini, itu artinya di luar sangat bahaya," usul Rafa.
"Ga Raf, mereka pasti udah kenal Lo, satu-satunya orang yang mereka anggap ga ada di elang itu cuma gua karena gua perempuan, jadi biar gua aja." setelah mengatakan hal itu, Adella memakai jaketnya lalu mengambil kunci motor miliknya.
sebelum keluar, ia melihat situasi terlebih dahulu, dikiranya aman ia langsung bergegas keluar.
***
Motor besar berwarna hitam milik Adella sudah terparkir di parkiran minimarket. Ia segera masuk untuk melihat Fira, ternyata gadis itu tengah memilih-milih Snack, padahal ia sudah panik setengah mampus di jalan takut terjadi hal-hal buruk mengingat minimarket ini bisa dimasuki siapa saja.
"Lo ngapain sih disini?" tanya Adella to the point. Fira berjengkit kaget, gadis itu terlihat mengusap dadanya.
"Gua penasaran sama rumah kedua Lo itu, jadi gua ke sini ya terus yang tadi gua ceritain." Adella mengangguk lalu menarik gadis itu ke kasir agar Fira tidak memilih makanan lagi, karena jika Fira sudah memilih makanan dia akan lupa waktu.
ini sudah terlalu malam untuk gadis semanja Fira, biasanya pukul 11 malam gadis ini pasti sudah molor atau tengah asik menonton drama China kesukaannya.
"Del, tadi orang nya serem deh, cuma gua ga sempet foto," kata Fira ketika mereka tengah antri.
"Ga usah di ingat."
"Tapi ke ingat, dia bukan anak muda, udah tua gitu, ada kumisnya tebal soalnya." seketika Adella menoleh sebentar lalu kembali fokus ke depan.
Kalimat terakhir Fira menganggu kedamaian hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments