Dira berjalan dengan sedikit tergesa menuju lift,rasa kesal karna harus bertemu kembali dengan Hans membuat dia melupakan Sila yang sejak tadi bersamanya.
"Diraaa..."
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggil namanya. Suara seseorang yang sangat dia hafal dan sedang dihindarinya...yaitu suara Damar.
Dira mencoba acuh dengan suara Damar yang memanggil-manggil namanya. Dan sialnya pintu lift di hadapan Dira tak kunjung terbuka,padahal Dira sudah memencetnya berkali-kali.
'Ya Allah...kenapa Kau buat hariku seapes ini...kenapa orang-orang yang ingin ku hindari justru datang satu per satu...Astaghfirullah haladzim...'
Dira menepuk jidatnya lalu menutup mukanya dengan tangan kanannya.
"Dira...kita butuh bicara,aku butuh penjelasan darimu..."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi Damar...semuanya sudah berakhir,aku sudah tidak mungkin lagi bersamamu..." ucap Dira.
"Ayo ikut aku,kita cari tempat yang enak untuk bicara. Aku mencintaimu Dira,aku tidak mau putus..."
"Maaf Damar...tapi aku sudah tidak mencintaimu lagi,aku sudah capek menjalani hubungan ini...aku benar-benar ingin fokus pada skripsiku"
"Dira please...
Apa jangan-jangan kamu sudah punya yang lain hingga kau ingin mencampakkanku? Dan fokus pada skripsi itu hanyalah alibimu saja? Iya kan Dira..."
"Damar,cobalah kamu introspeksi diri karna seharusnya kau tau betul apa alasanku minta putus darimu...Jangan maling teriak maling..."
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan sayang..."
Tiba-tiba Damar mencengkeram tangan kiri Dira dengan kuat hingga membuat buku yang dipegang Dira jatuh berantakan di lantai.
"Aauuww..lepaskan tanganku,kau menyakitiku Damar..." teriak Dira di depan lift,sementara suasana koridor kampus lantai 4 itu terlihat sangat sepi.
"Apa? Menyakitimu? Apa kau tidak sadar,dengan kau memutuskan hubungan kita secara sepihak,kau juga telah menyakitiku?"
"Please Damar lepasin..." pinta Dira memohon.
"Kasih tau dulu,apa alasanmu hingga kau berani memutuskanku..."
Tapi baru saja Dira mau menjawab,bersamaan dengan itu...'tring...' pintu lift terbuka dan ada Aditya di sana yang tanpa sengaja melihat adegan itu,adegan yang membuat Dira meronta kesakitan dan ketakutan.
"Damar...! Apa yang kau lakukan? Lepaskan tangan Dira...!"
"Ini bukan urusanmu!"
"Tapi kau tidak lihat Dira kesakitan?"
"Hei saudara Aditya yang terhormat...Kenapa sih kau selalu ingin tau masalah orang? Kenapa kau selalu datang bak pahlawan kesiangan di setiap kami tengah bertengkar? Apa kau masih saja belum menyerah? Apa kau masih belum bisa menerima kenyataan jika kau telah aku kalahkan?" ejek Damar,sementara Dira masih saja meronta berusaha melepaskan tangannya dari genggaman erat Damar.
"Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu dengan Dira. Aku hanya tidak ingin melihat ada orang yang menyakiti Dira,itu saja..."
"Halah...kau jangan pura-pura Aditya...Ooh...aku baru sadar,apa jangan-jangan kamu orang ketiga yang membuat Dira mutusin aku?"
"Apa? Dira mutusin kamu? Apa benar itu Dir?" tanya Aditya kepada Dira dan Dira pun mengangguk.
"Heh bagus itu,Damar...Damar...sepandai-pandainya kau menyimpan barang busuk,suatu saat pasti akan tercium juga. Kau harus terima itu,karna sudah saatnya Dira tau seperti apa kau yang sebenarnya..."
"Br*******k kau...'bugh'..."
Sebuah bogem mentah dilayangkan Damar ke muka Aditya hingga tanpa sadar Damar telah melepas tangan Dira dengan tiba-tiba. Dan karna Dira tidak siap,tak urung terlepasnya tangan Dira membuat tubuhnya limbung hingga membuat Dira terjatuh. Tapi belum sempat Dira jatuh ke lantai,sebuah tangan kekar meraih tubuhnya.
"Aaahh..." teriak Dira ketika tubuhnya oleng.
"Akh...kamu..." ucap Dira kesal ketika dia tau siapa yang menolongnya. Buru-buru dia bangun dari pelukan Hans dan menarik tangannya yang berada dalam genggaman Hans dengan kasar.
"Hadeeh...udah ditolongin juga...bukannya berterimakasih tapi malah marah..." gerutu Hans lirih.
"Terimakasih bapak telah menolong saya..." ucap Dira cuek tanpa dosa.
Hans melotot pada Dira,dia tidak terima karna Dira masih saja memanggilnya 'bapak'.
Ingin rasanya Dira tertawa melihat ekspresi Hans setiap dia memanggil Hans dengan sebutan 'bapak'.
"Dira...lu nggak papa kan?" tanya Sila cemas.
"Alhamdulillah...tapi aauuww...jangan tarik tangan kiri gue dong"
"Maaf..." ucap Sila.
"Eh memangnya kenapa tangannya...?" tanya Hans yang masih di situ.
"Nggak papa...Udah bapak pergi aja sana...selesaiin urusan bapak sendiri,saya udah ada Sila yang bantuin kok"
"Oh oke kalo udah nggak butuh bantuanku..."
Hans pergi meninggalkan Dira dan Sila dengan perasaan kecewa.
"Ih lu keterlaluan ih...omonganmu sadis bener ke Kak Hans..."
"Bodo..."
'Hmmm...Sepertinya aku memang butuh extra sabar menghadapi cewek satu ini...' gumam Hans dalam hati.
Tapi belum lagi Hans melangkah jauh,dirinya sudah dikejutkan dengan ucapan Sila yang sepertinya sengaja ingin menarik perhatiannya.
"Astaghfirullah Dira,tangan lu kenapa jadi memar begini?"
"Hiis...ini nggak papa kali,jangan keras-keras ngomongnya napa?"
"Eh kenapa...tangan Dira kenapa Sila?" tanya Hans yang kembali menghampiri mereka lagi.
Dira melotot ke arah Sila,karna gara-gara teriakan Sila,Hans jadi datang kembali.
"Ini kak,tangan Dira memar parah,mungkin karna tadi Damar mencengkeramnya terlalu keras..." adu Sila.
Hans pun langsung meraih tangan Dira dengan hati-hati.
"Eeh,udah...saya nggak papa kok pak...Aduh,bisa pelan dikit nggak sih?"
"Cerewet amat sih,katanya nggak papa tapi aduh...Jadi cewek jangan sok kuat kenapa sih...Sil,beresin barang-barangnya terus susul kami ke ruang kesehatan..." ucao Hans yang langsung membopong Dira ala bridal style.
"Eee...ini apa-apaan sih,saya nggak lumpuh kali pak...saya masih bisa jalan sendiri kok. Yang sakit kan tangan saya,bukan kaki saya..."
"Bisa diem nggak? Dari tadi kamu tu udah kebanyakan ngomong,nggak capek apa?" hardik Hans.
"Tapi saya kan malu pak,diliatin banyak orang..." ucap Dira lirih setengah berbisik.
"Tutup mukamu dan palingkan wajahmu ke arahku..." titah Hans dan akhirnya Dira pun mematuhinya.
Koridor lantai 4 yang tadinya sepi memang mendadak ramai setelah para mahasiswa mengetahui ada yang berkelahi di sana. Damar dan Aditya sudah di bawa ke kantor keamanan kampus sejak tadi,untuk didamaikan.
Bisik-bisik para mahasiswi yang melihat Dira di bopong oleh Hans pun terdengar jelas di telinga Dira.
'Ya Allah,apa lagi yang akan aku hadapi setelah kejadian ini...' gumamnya dalam hati.
Sampai di ruang kesehatan,Hans menurunkan Dira perlahan di ranjang pasien. Sila sudah ada di sana dan melihat Hans dengan telaten mengoleskan salep yang dibelikan oleh seorang OB atas titah Hans.
"Pak,saya bisa mengolesnya sendiri..."
"Diam...jangan mulai cerewet lagi...habis ini kita ke kantor keamanan,menyelesaikan masalahmu"
"Sudahlah pak,nggak usah dibesar-besarkan...saya nggak papa kok..."
"Nggak papa gimana? Tangan sampai memar begini,bilang nggak papa? Kalo di visum,sudah cukup untuk bukti pelaporan ke kepolisian. Ini termasuk tindak kriminal penganiayaan...ada pasalnya tau nggak sih...Katanya mahasiswi paling pintar..."
"He he...menurut Sila,kayaknya berlebihan deh kak..." kata Sila sambil nyengir kuda.
Hans langsung menoleh ke arah Sila yang duduk dibelakangnya sambil melotot. Sementara Dira menjulurkan lidahnya mengejek Sila yang tengah dipelototin Hans.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Suherni 123
Dira nya kurang tegas ke damar, kenapa ga jujur aja alasan putus dengan damar karena selingkuh dengan angel,,
2023-01-07
1
Reski Rezki
sy pikir pemeran cowo.y yg seorang ceo sperti kbanyakan ceo² di novel sebelah yg sifat.y dewasa & tegas,,klau ini mah ceo tpi sifat.y kekanak kanakan mnurut sy
2022-03-01
1