Cinta Untuk Ayana
Hujan lebat disertai dentuman petir yang menggelegar, menghiasi langit malam ini. Suasana kota tampak sepi kala itu. Hanya beberapa orang yang terlihat berteduh di depan bangunan yang sudah tak terpakai.
Seorang gadis tampak berlari untuk menghindari derasnya air hujan yang turun saat itu. Ia hanya menggunakan tas yang dibawanya sebagai penutup kepala. Ia akhirnya berhenti di sebuah halte busway untuk berteduh. Sekujur tubuhnya sudah basah kuyup. Cardigan tipis yang dikenakannya tak mampu menghalau tubuhnya dari rasa dingin yang seketika menggerayangi tubuhnya.
Sampai kapan hujan ini akan berhenti? Ia masih harus mengejar waktu untuk melakukan hal lain.
Sudah hampir dua jam ia berada di halte tersebut. Akhirnya hujan sedikit mereda. Ia rasa ia masih mampu untuk melaluinya. Jika ia terus menerus menunggu hingga hujan benar-benar mereda, mungkin baru besok pagi ia sampai ke tujuannya.
Ia berjalan pelan sambil berlindung di bawah tas selempang yang dijadikannya penutup kepala. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak terlihat seorang pun yang melalui jalan itu. Ia sebenarnya merasa takut. Itu bukan jalanan yang biasa dilaluinya ketika pulang bekerja. Tapi jalanan itu adalah rute tercepat yang bisa dijangkau nya jika ingin lebih cepat tiba di rumah sakit, tempat adik lelakinya di rawat.
"Kenapa sepi sekali! Perasaan ku jadi tidak enak." gumamnya sembari memperhatikan keadaan sekitar.
Benar saja apa yang dirasanya. Sekelompok pria tampak berdiri gontai di ujung lorong sempit itu. Di tangan mereka terdapat botol minuman keras yang hanya tersisa setengahnya saja.
Jika gadis itu nekat melewatinya, itu sama saja dengan mengantarkan nyawanya. Ia akhirnya putar balik sebelum para pria itu menyadari kehadirannya di sana.
Namun sungguh sial, ternyata salah satu dari pria itu melihatnya.
"Hei! Mau pergi kemana? Ayo! Bergabung bersama kami!" ajaknya.
Pria itu menghampiri gadis itu dengan langkah gontai. Tampaknya ia sedang berada di bawah pengaruh alkohol.
Gadis itu lalu berlari sekencang-kencangnya. Ia bahkan tidak menoleh ke belakang, karena hal itu hanya memperlambat larinya saja. Ia juga tak tahu apa pria tadi mengejarnya atau tidak.
Ia melihat sebuah gudang dengan pintu yang sedikit terbuka. Tetapi gudang itu terlihat gelap tanpa ada pencahayaan sedikitpun. Tanpa ragu, ia memilih untuk bersembunyi di sana. Terlepas ada atau tidak adanya orang lain di dalam gudang tersebut. Ia melihat kondisi di sekeliling dan menemukan beberapa tong besar yang tertata rapi di sudut ruangan. Ia segera bersembunyi di balik salah satu tong tersebut.
Beberapa kali ia terlihat mengintip dari balik tong tersebut untuk memastikan bahwa tidak ada pria yang masuk kedalam gudang tersebut untuk mencarinya.
Akhirnya ia sadar jika para pria mabuk itu tidak mengejarnya karena mereka tak terlihat di sana. Seketika ia menghembuskan nafas panjang dan berusaha mengatur detak jantungnya yang berdebar kencang.
"Hampir saja! Tuhan masih menjagaku!" Ia menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir di kedua sudut matanya.
Ia menangis tanpa suara. Terasa sesak, namun sulit untuk diungkapkan.
Ia butuh beberapa menit untuk menenangkan hatinya. Setelah dirasa benar-benar aman, ia memutuskan untuk segera pergi.
Namun begitu hendak melangkahkan kakinya, ia merasa ada sesuatu yang menarik ujung roknya. Ia membeku lagi seketika. Mukanya langsung berubah pucat Serasa aliran darahnya berhenti mengalir ke otaknya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.
Ia lalu memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Ia langsung kaget hingga terduduk di lantai karena terjatuh. Ia seketika menjauh begitu melihat sosok pria yang saat ini sedang terbaring di lantai. Ada banyak darah yang mengotori kemeja putih yang dikenakannya. Pria itu tampak meringis kesakitan sembari memegang perut bagian kirinya yang mungkin adalah sumber keluarnya darah tersebut.
"A-apa yang terjadi? A-apa pria ini masih hidup? T-tapi ia tadi menarik rok ku! Ia harusnya masih hidup.!" gumamnya sembari memperhatikan pria itu.
Ia lalu memberanikan diri untuk bertanya.
"T-tuan! Apa kau masih... hidup?" tanyanya panik.
Tidak ada jawaban. Gadis itu memberanikan diri untuk menyentuhnya. Ia merasai hembusan nafas dari hidungnya.
"Syukurlah masih bernafas!"
"Nona!" samar-samar terdengar suara pria tersebut. Ia berusaha untuk berbicara padanya.
Tampaknya ia sudah sangat kehabisan tenaga. Lukanya terlihat sangat serius. Gadis itu perlahan mendekatinya. Ia tampak bingung dan panik. Tapi ia mencoba sebisa mungkin untuk tenang.
"Apa yang harus ku lakukan?" tanyanya bingung. "Tuan! Apa kau masih bisa mendengar ku?"
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia sepertinya sudah kehabisan tenaga. Ia bahkan tidak bisa membuka matanya.
"Bagaimana ini?" Gadis itu mengambil ponselnya dari dalam tas, bermaksud untuk menghubungi pihak rumah sakit agar segera mengirimkan ambulans secepatnya.
Tapi sayangnya ponsel itu kehabisan daya. Ia pasti lupa untuk mengisi daya ponselnya pagi tadi karena bangun tidur kesiangan.
"Tuan! Apa kau punya ponsel?" tidak ada jawaban dari pria itu.
Gadis itu lalu mengambil inisiatif sendiri.
"Maafkan aku jika tidak sopan, tuan! Ini keadaan darurat!" ucapnya lalu memeriksa saku kemeja dan juga celananya.
Ketika ia hendak memeriksa saku celananya, pria itu memegang tangannya. Wanita itu tampak membeku seketika.
"T-tuan!" serunya takut.
"Pon.. ponsel ku... ada di.... saku jas! " ucapnya dengan susah payah sambil menahan sakit.
"Apa?" tanyanya karena tak begitu jelas mendengar perkataannya.
"Jas... saku jas.. " pria itu berusaha mengulangi.
"Jas? Tapi dimana jas mu?" tanyanya bingung karena tak melihat adanya jas di sana.
Wanita itu melihat ke setiap sudut ruangan yang bisa dijangkau oleh penglihatannya. Ia melihat jas itu terlempar jauh di sudut ruangan. Ia berlari secepatnya. Mengambil jas tersebut dan memeriksa setiap sakunya. Benar saja, ternyata ponsel itu berada di sana. Dompet pria itu juga ada di dalam saku lainnya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Ini jelas bukan karena pencurian? Wanita itu tampak heran. Tapi ia mengabaikannya karena menyelamatkan nyawa pria itu adalah prioritas utama saat ini.
Ia pun mendekat kembali kepada pria itu."Tuan aku sudah menemukan ponselmu. Tetapi ponselnya mati." ucapan sembari mencoba untuk menghidupkan ponsel tersebut.
Beruntung ponsel itu masih menyala. Tetapi untuk mengaktifkan layar diperlukan sidik jari si pemilik ponsel.
"Ponsel mu sudah menyala. Tetapi aku perlu sidik jarimu untuk membuka layar." jelasnya.
Pria itu menganggukkan kepalanya. Hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini. Karena ia perlu menghemat tenaganya agar tetap hidup.
Wanita itu mengarahkan jari pria itu ke ponsel tersebut untuk membuka layar ponsel tersebut.
Kunci layar terbuka. "Aku akan menghubungi rumah sakit! Anda akan baik-baik, tuan!"
Namun pria itu menyentuh tangannya. "Jangan... rumah sakit.. Tolong hubungi... asisten ku saja!"
"Asisten anda? Tapi.... " ia tampak bingung. Ia berpikir mungkin pria ini sedang berhalusinasi.
Terkadang seseorang tidak bisa berpikir jernih ketika berada di ujung kematian.
"Lakukan saja!" paksanya.
"Baiklah!"
"Tekan saja nomor 3 dari panggilan cepat. Kau.. akan langsung terhubung dengannya."
Wanita itu lalu dengan segera menekan tombol tiga. Dan langsung terhubung dengan orang yang dimaksud pria itu.
Panggilan itu segera tersambung. Seorang pria menjawab panggilan ponselnya.
"Tuan! Akhirnya kau mengaktifkan ponsel mu! Apa kau baik-baik saja?" tanya pria itu terdengar cemas.
"Maaf! Pemilik ponsel ini menyuruhku untuk menghubungi anda. Kondisinya sangat parah. Perutnya robek seperti ditusuk benda tajam. Darahnya juga tidak berhenti mengalir. Apa kau bisa segera datang ke sini?" wanita itu menjelaskan kondisinya pada pria itu.
"Baik. Aku akan segera ke sana! Tolong jaga dia dengan baik! "
"Baiklah, tuan!" pembicaraan berakhir namun ponsel itu tetap terhubung dengan pria di sebrang.
"Tuan, asisten mu sedang menuju ke sini. Kau pasti akan baik-baik saja! Tetaplah sadar! Karena aku benar-benar takut saat ini." wanita itu terlihat benar-benar ketakutan.
Ia tak bisa lagi melihat seseorang mati di hadapannya. Pria itu harus hidup apapun yang terjadi.
Wanita itu perlahan menyingkirkan tangan pria tersebut dari atas perutnya. Ia berusaha untuk mengambil alih karena melihat pria itu sudah dalam kondisi setengah sadar.
Ia menekan perutnya dengan kedua telapak tangannya agar darahnya tidak terlalu banyak keluar. Walaupun ia tahu bahwa yang dilakukannya sia-sia.
"Si-Siapa namamu, nona? " tanya pria itu.
"Ayana, tuan!" jawabnya.
"Ayana! Nama yang bagus." itu adalah kata-kata terakhirnya sebelum ia kehilangan kesadarannya.
****************
*
*
Hai semua!
Ini karya terbaruku. Terus ikutin kelanjutannya ya. Jangan lupa jadikan salah satu list favorit ❤ kamu ya.
Terima kasih.
^^^Pictures source by pinterest^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
aca
ada pict nya keren bgt
2024-08-09
1
Pelangi Senja
yok mampir di cerita ku, yang berjudul DI KIRA TUKANG OJEK TERNYATA PENGUSAHA. terima kasih.
2024-07-19
1
Itha Fitra
ngeri liat darah ny
2024-02-11
0