Wanita itu terjatuh ke dalam sungai yang sangat dalam. Ia berusaha untuk naik ke permukaan, tetapi tak bisa. Ia akhirnya jatuh semakin dalam. Hingga kehabisan udara untuk bernafas.
Lehernya serasa tercekik. Ia kesulitan bernafas. Namun, di saat ia berpikir akan mati di sana, seseorang menarik tangannya. Membawanya ke permukaan hingga ia bisa bernafas kembali.
*
Ayana tersentak hingga membuatnya terbangun dari tidurnya. Nafasnya berpacu dengan cepat. Ia bermimpi buruk untuk ke sekian kalinya.
Ia beranjak dari tidurnya. Terduduk di ranjang. Ia terdiam sejenak menenangkan dirinya. Tetapi ketika ia sadar, ada sesuatu yang dirasa salah. Ia memperhatikan sekeliling dan menyadari jika ini bukanlah rumahnya. Ia ada dimana?
Ia merasa tidak enak. Lalu memeriksa pakaiannya. Pakaian yang dipakainya sudah berbeda. Ia mengenakan gaun tidur yang sepertinya sangat mahal. Ukuran kamar tidur ini saja sangat besar. Mungkin lebih besar dari rumahnya.
"Siapa yang mengganti pakaian ku? Apa terjadi sesuatu kemarin malam? Tapi aku tidak bisa mengingatnya." gumamnya.
"Permisi, nona!" seseorang tiba-tiba berbicara padanya ketika ia sedang berpikir.
Ayana seketika tampak kaget. "Astaga! Kau mengagetkan aku!S-sejak kapan kau berdiri di sana? " tanyanya.
"Maafkan saya jika mengagetkan anda, nona! Tetapi anda saja yang tidak melihat saya berdiri di sini sejak tadi." jelas wanita muda itu.
"Benarkah?" ia tampak berpikir kembali.
"Saya membawakan pakaian bersih untuk anda, nona!" jelasnya sembari menyerahkan pakaian yang dibawanya itu kepada Ayana yang terlihat bingung.
"Maaf sebelumnya, tetapi ini dimana dan kenapa aku bisa berada di sini?" tanyanya bingung.
"Ini kediaman tuan Zach. Anda di temukan tak sadarkan diri bersama tuan Zach di dalam gudang. Karena tidak tahu tempat tinggal anda, Tuan Ben membawa anda ke sini." jelasnya.
"Ha! Tuan Zach, tuan Ben? Siapa mereka?Aku benar-benar tidak ingat apapun." Ayana semakin bingung.
"Tuan Zach meminta saya untuk memberitahu nona bahwa ia ingin bertemu dengan anda begitu anda bangun. Ia menunggu anda di dalam kamarnya." jelasnya.
" Kamar? Mau apa dia?"
"Untuk masalah itu saya tidak tahu. Kondisi tuan muda saat ini tidak memungkinkan untuk menemui anda di langsung. Karena ia masih berada dalam masa pemulihan ." jelasnya.
"Oh ! Baiklah! Aku akan menemuinya setelah mandi."
"Apa anda mau saya bantu untuk mandi, nona? Tuan Zach memerintahkan saya untuk melayani anda!"
"Ha! Apa! Tidak perlu. Aku bisa mengurus diriku sendiri." tolaknya.
Ia lalu meminta pelayan itu untuk pergi dan meninggalkannya seorang diri.
Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi yang ternyata juga sangat luas. Bahkan kamar mandi itu berada di dalam kamar tidur. Sekaya apa pria yang memiliki rumah ini?
"Tuan Zach? Apa dia pria yang ku tolong kemarin malam? Tetapi kenapa aku juga tidak sadarkan diri? Ah! Aku rasa karena melihat darah."
Ayana memang tak kuat melihat darah. Ia bahkan bisa pingsan jika melihatnya terlalu lama. Tetapi kemarin malam, ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Walau akhirnya ia pingsan juga.
****************
Setelah selesai mandi dan berpakaian, ia teringat jika kemarin malam seharusnya ia mengunjungi adiknya di rumah sakit. Tetapi ia malah tidak sadarkan diri dan terjebak di rumah ini.
Ia lalu langsung menelpon dokter yang biasanya menangani adiknya, Abi.
"Halo dokter! Maaf aku tidak bisa ke rumah sakit kemarin malam karena ada sesuatu hal. Apa adikku mencari ku kemarin malam?" tanyanya setelah panggilan telepon itu di jawab.
"Iya! Adik mu mencari mu. Tetapi perawat sudah membantu untuk menenangkannya. Jadi kau tak perlu cemas. Oh ya! Apa kau akan datang pagi ini? Hari ini jadwal kemoterapi Abi yang ke lima. Kau tak lupa, kan?" jelasnya.
"Iya, dokter! Aku tidak lupa. Hanya saja mungkin aku sedikit terlambat karena harus mengurus sesuatu terlebih dahulu. " jelasnya Ayana.
"Iya, baiklah!" ucapnya mengakhiri percakapan.
Ayana tampak menghela nafasnya. Lalu memeriksa tasnya. Ia mengambil buku tabungan dari dalam tasnya, lalu membukanya.
"Syukurlah! Masih cukup untuk beberapa kali lagi." ia lalu memasukkan buku itu kembali ke dalam tasnya.
Kedua orangtuanya meninggal ketika Ayana berusia tiga belas tahun. Ayahnya lebih dulu meninggal ketika ibunya sedang mengandung Abi. Tak lama kemudian karena depresi, ibunya meninggal ketika melahirkan Abi. Hingga akhirnya ia lah yang harus mengurus dan membesarkan Abi seorang diri.
Ayana sebenarnya masih memiliki seorang paman. Ia sempat tinggal beberapa bulan di rumahnya. Tetapi istri pamannya tak terlalu menyukainya karena kehadiran mereka hanya akan menambah beban keluarga mereka.
Hingga akhirnya mereka hidup berdua saja. Pamannya membantu mereka secara diam-diam karena tak tega melihat mereka. Ia membantu menyewakan sebuah rumah kecil untuk mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ayana menggunakan deposit yang ditinggalkan kedua orangtuanya hingga ia mampu untuk menghasilkan nafkah sendiri. Orangtuanya juga meninggalkan beberapa surat tanah yang ia simpan di bank sebagai biaya pendidikan untuk adiknya kelak.
Namun takdir berkata lain. Setahun lalu Abi di vonis mengidap leukimia. Sejenis kanker yang berhubungan dengan sel darah putih yang terjadi karena gangguan di sumsum tulang belakang, hingga menghambat kemampuan tubuh melawan infeksi.
Kini seluruh tabungan yang ia miliki hampir habis digunakan untuk membiayai kemoterapi yang harus di jalani adiknya agar bisa membunuh sel-sel kanker tersebut.
Ia juga terpaksa menjual seluruh aset yang ditinggalkan oleh ayahnya untuk membiayai kemoterapi dan biaya lainnya.
Ia sebenarnya mulai bingung mencari tambahan biaya dari mana lagi. Beruntung dua tahun yang lalu, pamannya memberikan pekerjaan padanya sebagai housekeeping di sebuah hotel bintang lima tempat pamannya bekerja.
Ia sangat terbantu dengan hal itu. Ayana harus membesarkan Abi seorang diri, ia terpaksa harus putus sekolah. Ia tak punya pilihan lain. Ia bahkan tak bisa menyelesaikan sekolah menengah pertamanya.
Tetapi ia tak pernah mempermasalahkan hal itu. Baginya Abi adalah hal terpenting dalam hidupnya saat ini.
Dan kini prioritas utamanya adalah kesembuhan Abi. Ia bahkan mengambil pekerjaan sampingan ketika jam kerjanya selesai. Apapun akan ia lakukan untuk kesembuhan adiknya itu.
Tok... tok... tok..
Suara ketukan di pintu menyadarkannya dari lamunan panjangnya. Ia lalu membuka pintu tersebut.
Seorang pria yang kira-kira seumuran dengan pamannya, berdiri di depan pintu. Ia memakai jas hitam dengan kacamata baca bertengger di pangkal hidungnya.
"Selamat pagi,nona! Perkenalkan nama saya Wisnu. Saya kepala. pelayan di rumah ini! Maaf jika saya mengganggu waktu nona!" ucap pria itu dengan sopan walau dengan wajah datar tanpa ekspresi sama sekali.
"Se-selamat pagi juga, tuan! Anda tidak perlu minta maaf pada saya. Saya juga sudah selesai! " sahut Ayana canggung.
"Jika anda sudah selesai bersiap, silakan ikut dengan saya! Tuan muda ingin menemui anda di kamarnya sekarang! " ucap pria itu.
"A-apa harus? Karena saya harus segera pergi sekarang juga!" ia hanya ingin segera pergi dari sini.
"Saya tahu itu, nona! Tetapi tuan sangat ingin bertemu dengan anda! Bagaimanapun anda sudah menyelamatkan nyawanya. Ia hanya ingin berterima kasih pada anda secara langsung!" ucap pria itu.
"Itu sama sekali tidak perlu, tuan! Saya hanya melakukan hal yang seharusnya saya lakukan. Ia tak perlu berterima kasih." Ayana berusaha untuk menolaknya.
"Maaf, nona! Tapi anda tidak bisa pergi sebelum bertemu dengan tuan muda. Tidak ada gunanya jika anda terus menolak saya disini! Bukankah urusan anda akan semakin lama tertunda? Anda ingin segera pergi, bukan?" ucap pria paruh baya itu dengan penuh penekanan.
Ayana tersenyum masam.Ia lantas berpikir bahwa ucapan pria itu ada benarnya juga . Penolakan ini juga tidak akan ada habisnya. Akhirnya mau tak mau ia menuruti permintaan pria itu.
****
Pria itu membawanya ke sebuah kamar yang tak jauh dari kamar yang ia tempati sebelumnya.
Ia membuka pintu tersebut, lalu mempersilahkan nya masuk. Ia lalu pergi setelah mengantarnya. Bahkan Ayana tak sempat berkata apa-apa.
Ia lalu melangkahkan kakinya ke dalam kamar itu. Kamar itu jauh lebih besar dari kamar yang digunakannya sebelumnya.
Kamar itu di dominasi oleh warna putih. Bahkan kamar itu memiliki sofa dan televisi sendiri.
Ia tak bisa membayangkan berapa luas kamar itu.
Tetapi sesungguhnya bukan hal itu yang menarik perhatiannya saat ini. Melainkan pada seseorang yang kini sedang menatapnya dengan tajam.
Seorang pria yang kini duduk di atas ranjang dengan jarum infus tertancap di tangan kirinya.
"Masuklah!" Perintah pria itu padanya.
Ayana seketika membeku. Ia tak bergeming dari posisinya.
Bagaimana ia bisa setampan ini?
****************
Hai! Jangan lupa dukung ya. Tekan like 👍, komentar 💬, vote, rate dan jadikan favorit ❤ juga ya
Terima kasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
asmara wati
wah tiap akhir episode ada ilustrasi nya, bagus loh nyambung gitu 👍👍
2024-05-20
2
Bahrul Ulum
menarik
2023-11-16
1
Rihla Arsya
bru baca buku ini
2023-11-01
1