Diriku hanya bisa diam, dengan netra terus saja berpaling menatap pemandangan jalanan dari kaca mobil. Orang yang bernama Adrian sekarang duduk berdampingan denganku dikursi belakang, sementara kedua orang tuanya duduk didepan sekali.
"Kamu kelas berapa sekarang, Karin?" tanya tante Lidya.
"Kelas 3 SMP, tante!" jawabku santai.
"Kok tante manggilnya. Seharusnya kamu sekarang memanggil mama saja, 'kan kamu sudah jadi anggota keluarga kami," keluh tante Lidya.
"Iya tante, eeeh ... maksudnya mama," jawabku gugup.
"Mungkin Karin belum terbiasa saja, ma. Pelan-pelan saja kenapa, sih! Dia belum kenal betul sama keluarga kita, ya mungkin sedikit ada rasa canggung dan malu saja," keluh Adrian berusaha membelaku.
"Iya, Adrian. Tapi mama ingin sekali dipanggil mama segera. Selain itu mama sudah tak sabar ingin bercanda dan ngobrol sama Karin, sebab sudah lama mama menginginkan seorang anak perempuan. 'Kan kalau sudah jadi anggota keluarga ngak enak manggil tante harusnya mama," jawab mamanya.
"Mama ngak usah tegang telalu berlebihan kayak gitu, Karin 'kan ngak akan ke mana-mana. Pasti mama akan sepuasnya ngobrol ditemani Karin nanti," saut ucapan papa Adrian.
"Iya .. iya. Maafkan mama ya Karin, yang terlalu lebay ini. Mama terlalu gembira memilikimu, jadi maaf kalau mama mengucapkan kata-kata yang mungkin tak mengenakkan hatimu," ucap tante Lidya merasa bersalah.
"Ngak pa-pa, kok Ma. Karin orangnya santai, yang tak begitu peduli atas semua ucapan mama tadi," jawabku jujur.
"Makasih, ya Karin."
"Iya, ma."
Netra masih saja nyelanang memperhatikan pemandangan disepanjang jalanan, sebab aku masih canggung untuk bercakap-cakap lebih sama mereka. Mobil pada akhinya telah berhenti, yaitu disalah satu komplek yang kelihatan sekali keadaan rumah-rumah elite kepunyaan orang kaya.
"Ayo Karin turun. Selamat datang dirumah baru kamu yaitu milik kami," ujar mama Lidya memberitahu.
Mata begitu terpesona takjub atas keindahan rumah mewah didepan mataku sekarang ini. Sungguh betapa menakjubkan sekali rumah keluarga baruku.
"Subhanallah, apakah ini benar rumah yang akan kutempati nantinya? Ya ampun, begitu megahnya rumah ini. Apakah aku nanti akan pantas tinggal disini? Sementara aku hanyalah anak panti asuhan? Semoga keluarga baruku akan membawa kebahagiaan, bukan kesedihan lagi seperti hari-hari kemarin, amin ya robbal alamin," cakapku dalam hati terheran-heran atas rumah megah yang baru pertama kali melihatnya.
"Ayo Karin, ikut mama! Nanti akan mama tunjukkan kamar kamu, mari!" ajak tante Lidya menarik tanganku.
Diri ini hanya bisa pasrah menurut saja, dengan wajah masih melongo tak percaya atas keajaiban kehidupanku yang baru ini. Langkah terus saja mengikuti jejak kaki milik mama baru, yang lama kelamaan satu persatu kaki ini mengikuti langkah beliau untuk menaiki anak tangga menuju lantai dua.
Ceklek, pintu perlahan-lahan telah dibuka mama Lidya. Lagi-lagi diri ini dibuat tercengang atas kemewahan kamar, yang telah dicat dengan warna serba pink.
"Gimana Karin? Apakah kamu suka? Mama sama Adrian lho yang menghias ini semua. Warna ini anak mama yang pilihkan, sebab katanya warna pink sangat cocok untuk seorang perempuan," cakap mama Lidya menjelaskan.
"Karin ... karin ... hallo Karin? Gimana?" panggil mama Lidya mencoba membubarkan lamunanku yang terpesona.
"Eeh, iya ma. Karin suka kok! Malah Karin senang dan berterima kasih banyak, sebab telah diberikan kamar sebangus ini," jawabku yang sudah sadar dari melamun.
"Baguslah kalau kamu suka," jawab mama Lidya langsung memeluk tubuhku.
"Hem ... ehem, bagus juga kalau kamu suka. Kami khawatir sekali kalau kamu tak menyukainya, sebab mungkin warnanya terlalu mencolok," cakap Adrian yang kini sudah nyolonong masuk kamar ingin bergabung bersama kami.
"Enggak kok, kak Adrian. Aku malah suka dengan warna dan kamar ini. Terima kasih banyak atas kerja keras kamu yang membantu mama untuk menghias kamar untukku," cakap lirihku dengan sopan.
"Biasa aja kali. Ini adalah tugasku sebagai kakak ingin membahagiakan adek barunya," Santainya jawaban Andrian.
"Oh ya, Karin. Besok kamu harus bangun pagi-pagi untuk pendaftaran murid baru, yang satu sekolahan dengan kakak kamu Adrian. Walau kalian telah berbeda status kelas, namun mama ingin kalian tetap bersama, agar orang-orang jahat tak melukai kalian dengan cara menyekolahkan dilingkungan elit," terang mama Lidya padaku.
"Iya ma, terima kasih."
"Sama-sama, Karin."
Diri ini hanya bisa tersenyum ramah pada Adrian atas jawaban dan sikapnya. Setelah dirasa memberitahu semua sudut demi sudut ruangan, akhirnya mama dan Adrian telah pergi meninggalkan diri ini sendirian dikamar untuk istirahat.
********
Siulan burung yang tengah bernyanyi memerdukan suaranya dipagi hari, kini telah berhasil membuatku seketika terbangun. Tanpa banyak membuang waktu, akupun berjalan ke kamar mandi untuk segera bersiap-siap berangkat pagi ke sekolah baru. Hanya cukup beberapa menit saja diri ini membersihkan diri. Sekarang sudah nampak sebuah seragam sekolah telah tergeletak rapi di tempat tidur. Wajahpun sudah clingak-clinguk mencoba mencari seseorang yang telah meletakkan baju itu disaat diri ini mandi tadi, tapi sayangnya orang yang ingin kulihat tak ada. Sekarang semua sudah lengkap, yang kini tinggal turun ke lantai bawah untuk menemui keluarga baru.
"Pagi, ma, pa, kak Adrian!" sapaku pada semua orang yang sudah duduk dimeja makan.
"Wah, pesonamu begitu mengoda, kak Adrian. Walau memakai seragam sekolah kamu tetap saja tampan sekali. Aaah ... aaah, aku ngak boleh terlalu meleleh, sedangkan dia sekarang sudah menjadi kakak resmiku," guman hati yang merancau kagum.
"Pagi juga, Karin. Ayo sini ... sini, bergabung sarapan dengan kami," jawab ramah mama Lidya.
"Makasih, ma."
"Wah ... wah, kamu cantik sekali Karin. Baju itu sangat cocok dan pas sekali dibadan kamu. Bener ngak Adrian?" puji mama Lidya sambil bertanya pada anaknya.
"Eeem," jawab biasa Adrian, sebab dia sedang sibuk mengunyah roti sarapan.
"Makan yang banyak-banyak, Karin. Lihat! Badan kamu kelihatan kurus sekali, pasti dipanti selalu saja kelaparan," ucap tebak mama Lidya.
"Enggak juga, ma. Disana juga banyak makanan, mungkin memang tubuh Karin saja yang tak bisa gemuk walau sudah sering makan banyak," ujarku memberitahu.
"Mungkin itu Karin. Teman papa juga ada kayak gitu, ma. Kadang kami hanya makan satu porsi makanan, eeh ... teman papa malah sering makan tiga porsi, tapi badannya tetap kurus begitu-begitu saja," saut jawab papa Cokro.
"Benarkah itu, pa? Mama baru dengar orang kayak gituan," tanya mama Lidya tak percaya.
"Bener, ma. Masak ngak percaya!" keluh papa Cokro.
"Iya ... iya, mungkin itu beneran ada."
Kami berempatpun telah menyudahi sarapan, dengan papa Cokro ingin berangkat kerja, sedang kak Adrian dan aku akan berangkat sekolah.
"Kami berangkat dulu, ma, pa!" pamit kami berdua yang ingin menyalami tangan punggung kedua orangtua.
"Iya, kalian hati-hati dijalan. Jangan ngebut-ngebut bawa motornya Adrian, kasihan Karin sebab bisa-bisa nanti sakit pulak karena masuk angin," perintah mama Lidya menasehati.
"Iya, ma. Pasti itu!" jawab kak Adrian setuju.
"Ya sudah, kami berangkat dulu. Bye ... bye, assalamualaikum," pamit kak Adrian sebelum pergi.
"Iya, walaikumsalam!" jawab kompak kedua orangtua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
💔
seneng y klo kita disayang sama satu keluarga...
semoga karin kerasan tinggal dirumah barunya..
inget karin.. Adrian itu kaka km y.. g boleh jatuh cinta sama kaka sendiri. 🤣🤣
2024-12-16
4
◌ᷟ⑅⃝ͩ●🧡⃟ʀᴀͫᴋᷰʜͫᴀᷰ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
semoga kalian jadi kak adik yang selalu menyanyangi🤗
2024-11-28
4
🧡⃟ᴄᴇͫɢᷲɪᷝʟᷲ ⍣⃝ꉣꉣ𝓐𝔂⃝❥
wajar masih baru jdi msih belum terbiasa
2024-11-27
4