Rasa lapar dalam perut seketika hilang saat beberapa menu makanan telah terhidang dimeja begitu menyelerakan. Aku hanya melihat seksama, tak berani langsung ambil serobot makanan yang sudah disediakan.
"Ayo, neng makanlah!" ucap bapak yang menolongku.
"Iya, pak. Terima kasih," jawabku yang sudah membubuhkan nasi dalam piring.
"Bubuhkan yang banyak-banyak, neng. Pasti kamu lapar 'kan?" cakap istri bapak yang duduk disamping beliau.
"Iya bu, makasih."
"Oh ya, neng. Nama kamu siapa?" tanya ibu yang duduk depanku, yang kini ikut membubuhkan nasi dipiring beliau sendiri.
"Nama saya Karin, bu."
"Ooh ... nak Karin. Oh ya, kenalkan nama saya bu fatimah dan ini suami saya namanya pak Samsul. Salam kenal dari kami," terang beliau memberitahu.
"Iya, bu Fatimah."
"Kamu masih sekolah 'kah? Kok wajah kamu masih imut-imut seperti masih pelajar?" imbuh tanya beliau.
"Iya, bu. Sudah kelas 3 SMA," jawabku singkat malu-malu.
"Oh, begitu rupanya. Suami saya tadi sudah menceritakan apa yang barusan kamu lakukan, jadi kamu ngak usah sungkan-sungkan untuk tinggal disini sementara. Anggap saja kami ini adalah keluarga kamu sendiri, mengerti!" cakap bu fatimah ramah.
"Iya, bu Fatimah. Terima kasih," tutur kataku masih malu-malu.
"Bubuhkan makanan banyak-banyak tidak usah malu-malu, sebab lauk dibelakang masih banyak tersisa," cakap beliau memberitahu.
"Iya, bu. Terima kasih."
Perut yang awalnya terasa lapar sekali, entah mengapa kini tiba-tiba bengas sakit terasa kenyang, dan rasa-rasanya ingin memuntahkan semua isi yang sempat aku makan barusan.
"Eee'km ... emm," Suaraku tertahan dengan menutup mulut segera, membekap memakai tangan supaya semuanya tak keluar begitu saja.
"Maafkan saya, bu Fatimah. Rasanya aku ingin muntah. Saya izin ke kamar mandi dulu," pamitku ingin pergi.
Sebab isi makanan yang sempat termakan sudah sampai ujung tenggorokan, tak membuang-buang waktu langsung saja kaki telah berlari secepat kilat menuju ke kamar mandi yang dekat dengan dapur.
"Huuek ... uuuk ... hueeek," Suaraku telah berhasil memuntahkan semuanya.
Tangan kini berusaha mengambil gayung untuk mencedok air, supaya secepatnya bisa menghanyutkan sisa-sisa muntahan. Tak henti-hentinya semua yang ada diperut tadi telah keluar semua. Badan kini terasa gemetaran lemah sekali, hingga rasanya kaki sudah tak bisa menopang tubuh sendiri dan diri inipun seketika terduduk tak kuat.
"Astagfirullah, nak Karin. Ada apa dengan kamu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya bu Fatimah yang kini telah menyusul ke kamar mandi, dengan tangan beliau sudah mengelus-elus belakang punggungku.
"Aku ngak pa-pa, bu!" jawabku sudah meneteskan airmata.
Tiba-tiba rasanya perut mulai kambuh mual lagi, untuk segera memuntahkan semuanya. Hingga bu Fatimahpun merasa kasihan melihatku, yang tak henti-hentinya telah muntah terus-menerus.
"Ayo kesini! Biar ibu bantu kamu kasih minyak, untuk menghangat perut kamu yang sakit itu," cakap beliau yang kini mencoba menuntun tubuhku yang lemah pergi menjauh dari kamar mandi.
"Gimana keadaan nak Karin, bu?" tanya pak Samsul menyusul, yang terlihat telah khawatir padaku.
"Parah, pak! Sepertinya nak Karin benar-benar sakit akibat lama kena kehujanan tadi," tutur beliau memberitahu.
"Ya sudah. Ibu bawa saya neng Karin masuk kamar dan bantu dia untuk digosokkan minyak," suruh pak Samsul.
"Iya, pak. Pasti itu," jawab bu Fatimah setuju.
Bu Fatimah terus saja menuntunku perlahan-lahan masuk kamar, yang kini dibantu pak Samsul yang ikut membantu memapah juga disebelah kanan.
"Kalian tunggu disini, biar bapak saja yang ambilkan minyak itu," ujar pak Samsul yang kini tengah berjalan keluar kamar.
"Iya pak, cepatlah ambilkan minyak itu," jawab bu Fatimah.
Aku yang lemah tak ada tenaga, kini hanya bisa berbaring tanpa ada pergerakan tubuh sama sekali. Bu Fatimah berulang kali terus-menerus mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang, dengan raut wajah mengekpresikan sudah begitu khawatir atas keadaanku.
"Ini, buk. Ambilah dan oleskan segera, biar sakitnya cepat mereda," ujar pak Samsul sudah kembali sambil menyodorkan minyak telon segera.
"Iya, pak."
"Buka baju diperut kamu, nak Karin. Biarkan ibu membantu kamu mengoleskan dan mengurut pelan memakai minyak ini!" suruh beliau.
"Jangan, bu!" jawabku tak setuju sambil mengeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa? Ini hanya minyak saja, nanti tak sampai panas dan ibu tak akan kuat-kuat memijit perut kamu," tanya beliau merasa kebingunggan.
"Aku ngak sakit, bu. Hanya ... hanya--?" jawabku tertahan tak bisa meneruskan kata-kata.
"Hanya apa? Ngak mungkin kamu tidak sakit, kalau tidak sampai muntah-muntah parah kayak tadi," ujar beliau tak percaya dan masih binggung.
"Beneran, bu Fatimah. Karin beneran ngak pa-pa, sebab ini semua bukan penyakit," jawabku lemah sudah menitikkan airmata.
"Maksudnya apa, nak karin?" tanya pak Samsul yang kini ikut-ikutan binggung.
Mulut rasanya begitu kelu dan berat sekali atas ingin menjawab pertanyaan mereka. Hanya airmatalah yang kini bisa mengiringi dan menjawab atas kebingungan mereka. Dengan sabar dan telatennya tangan kasar bu Fatimah terus saja mengelus-elus perlahan rambut hitamku.
"Ceritalah, nak Karin. Kami akan menjadi pendengar setia untuk kamu dan semoga saja bisa membantu masalah-masalah yang kamu hadapi sekarang, yaitu ketika kamu tadi sempat bisa nekat ingin bunuh diri," tutur halus bu Fatimah mencoba merayuku.
"Benarkah kalian akan menjadi pendengar setia yang mau membantuku?" tanyaku polos sebab ada keraguan atas kebaikan mereka.
"Iya, nak Karin. Percayalah pada kami, sebab kami ini adalah orang baik yang siap membantu kamu," jawab pak Samsul meyakinkanku.
"Sebenarnya, saya ... sa ... saya sedang tidak sakit, tetapi saya sedang hamil!" jawabku lemah sambil menundukkan kepala sebab malu.
"APA?" jawab pak Samsul dan bu Fatimah kaget.
"Benarkah itu semua?" tanya bu Fatimah tak percaya.
"Iya, bu!" jawabku sudah menangis tersedu-sedu akibat mengingat nasib yang kurang beruntung.
"Sudah ... sudah. Kamu tidak usah pikirkan itu lagi. Kamu jangan sedih lagi, sebab mulai saat ini kami akan membantu masalah kamu itu. Hapus kesedihan kamu itu dan sekarang istirahatlah, sebab pasti kamu begitu lelah dan capek atas semua masalah yang kamu hadapi sekarang," ujar bu Fatimah menenangkanku, dengan tangan beliau telah mengusap perlahan airmata yang terus menerus kian menderaskan airnya mengalir dipipi.
"Benar itu, nak Karin. Kamu istirahatlah sekarang. Tentang masalah kamu sekarang, biar besok-besok saja kamu ceritakan," cakap pak Samsul yang ikut memberi saran.
"Iya pak, bu. Terima kasih atas semuanya," jawabku menyetujui.
"Ya sudah, kamu tidurlah sekarang. Aku sama bapak akan keluar sekarang, supaya kamu isirahatnya lebih tenang," pamit bu Fatimah yang ingin pergi meninggalkanku sendirian, dengan tangan sudah merapikan selimut yang tadi sempat berantakan.
"Iya bu."
"Ayo pak kita keluar, biarkan nak Karin istirahat," ajak bu Fatimah.
"Iya bu," jawab sang suami menyetujui.
Pintu telah ditutup rapat oleh dua orang yang menurutku hati mereka begitu baik terhadapku. Tanpa terbendung lagi bayangan tentang nasib yang menimpaku telah kembali membayangi, hingga tak terelakkan airmata kini terus saja mengalir tanpa bisa dicegah lagi.
"Ya Allah, apakah nasibku akan terpuruk selamanya seperti ini? Apakah aku bisa kuat menjalani cobaan ini, disaat aku tengah berdiri sendirian tanpa ada orang-orang dikitarku yang dulu menyayangiku? Oh tuhan, sungguh malang nasibku sekarang ini, yaitu disaat aku harus belajar menuntut ilmu, harus nelangsa menerima beban berat yang belum tentu aku kuat menjalaninya. Aku tak sanggup membawa rasa malu ini untuk kuberitahukan pada dunia, sungguh aku begitu rapuh tak kuasa mananggung ini semua?" guman hati yang begitu sedih atas malangnya nasib yang kuderita kini, hingga bulir-bulir airmata terus saja menyeruak keluar tanpa terbendung lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅UstadzahLilit02•§¢•𝐀⃝🥀
eh, aku sudah mengira yang nolong itu mamas² heheh
2025-01-20
3
❤️⃟Wᵃf🤎shey 💔
oalah ternyata karna hamil toh, makanya karin mau bundir... lah ko bisa sampe hamil sih, emang gaya pacarannya gimana sih bisa sampe hamil gitu...
nasib nasib...
2024-12-16
5
◌ᷟ⑅⃝ͩ●🧡⃟ʀᴀͫᴋᷰʜͫᴀᷰ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
wah muntah knp tuh
mungkin kelamaan hujan
msuk angin
2024-11-28
4