011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI

Hari semakin gelap dan orang-orang mulai membubarkan diri. Idaline berdiri di sebelah lelaki yang sepanjang hari menatap reruntuhan. Sementara itu Candra menarik Ekata menyingkir dari hadapan orang-orang.

"Aku tidak bertemu dengan beberapa temanku sejak lulus SD, tetapi tetap mengenali mereka dari punggungnya meski berada di tengah keramaian." buka Idaline membuat lelaki itu menatapnya.

"Kamu tidak berpikir kalau tidak akan ada yang mengenalimu kan, Fusena?" tambah Idaline. Detak jantungnya terpacu keras seperti kemarin.

"Apa yang Anda bicarakan?"

"Setelah sepuluh tahun berlalu, kamu lupa sama mbakyu?" Idaline merentangkan tangan menyambut adik kecil manis kesayangannya.

Lelaki yang dipanggil Fusena itu tersenyum, berjalan mendekati Idaline kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi. "Sekarang aku lebih besar dari mbak Udel." Fusena menggendong Idaline di lengan kekarnya.

"Apa-apaan kamu!" kepalan kecil memukul otot keras seperti batu. Huuu. Idaline meniup punggung tangannya yang memerah. Wajahnya pun memerah malu. Perlakuan Fusena adalah perlakuan dirinya ketika mereka bertemu. Perlakuan itu dia contoh dari para kakak sepupunya.

"Di sini sudah tiga ratus tahun berlalu, mbak. Ingatanku saling bertumpuk." jelas lelaki dewasa yang memakai jarik, surjan lurik, dan blankon mengecup tangan Idaline.

"Tidak ada jalan kembali?" Idaline menatap sendu iris mata hitam Fusena, iris yang sama seperti milik keluarga besar mereka.

"Begitulah,"

Idaline tersenyum miris, namun hatinya menjadi nyaman mengetahui ada orang yang ia kenal di dekatnya. Kemudian raganya terkulai dan matanya perlahan tertutup.

"Kita pulang bareng ya?" lirih Idaline berusaha berteriak kala suaranya menghilang.

Fusena menelungkupkan kepala Idaline ke bahunya mengelus lembut rambut hitam lebat yang terurai panjang. "Andai itu bisa," gumamnya masih didengar Idaline.

"Kita sudah berjalan jauh dari kerumunan,"

Mendengar itu Candra menghentikan langkahnya dan melepas tangan Ekata yang ditariknya.

"Kak Bayu tidak ingin mewarisi keluarga seperti yang Kakanda inginkan dan aku lebih tidak mungkin. Jadi kak, kumohon kembalilah. Lanjutkan warisan keluarga. Ini tidak bisa dipelajari begitu saja," papar Candra membelakangi Ekata.

"Begitu pula menjadi murid Petapa Agung. Ini jauh lebih sulit dibandingkan mempelajari warisan keluarga selama belasan tahun. Dan aku lihat sepertinya kamu sudah mempelajari dasarnya," Ekata tersenyum menunjukkan lesung pipinya.

"Aku hanya mengantisipasi." Candra mengusap lengan tanda ia merasa canggung. "Kakanda kembalilah," pintanya berbalik menatap penuh mohon.

"Tidak." tolak Ekata. "Kalau lelaki tidak ada yang bisa bukannya masih banyak saudari-saudari kita?" usulnya menepuk bahu Candra.

"Jangan pura-pura bodoh, kak! Wanita tidak bisa menurunkan sihir secara sempurna."

"Aku akan kembali jika sudah selesai berguru," putus Ekata menunjukkan tanda murid Petapa Agung di belakang daun telinga.

"Itu sama saja seumur hidup!" geram Candra akan keras kepala Ekata.

"Lalu adinda sudah menemukan jawabannya," Ekata meletakkan tangannya di kepala Candra menepuk pelan rambut panjang adiknya.

"Ayolah kak," rengek Candra.

Ekata berjalan pergi mengabaikan rengekan adik kandungnya. Ia sedikit terkejut melihat gurunya sedang menimang seorang bocah. Padahal Petapa Agung tidak menyukai anak kecil, meski tidak membenci. Ribet, katanya.

"Murid memberi salam kepada guru." Ekata bersimpuh dan merapatkan kedua tangan di atas kepala memberi hormat.

"Hamba memberi salam kepada Petapa Agung,"

"Bangunlah," perintah Fusena. Candra dan Ekata berdiri tetap menundukkan wajah. "Di mana kalian menginap?"

"Raden Ajeng ingin melihat pertarungan. Mungkin penginapannya di dekat sana," tebak Candra menunjuk rumah dengan seluruh jarinya.

"Tunjukkan jalannya,"

"Guru, saya saja." pinta Ekata menjulurkan tangan.

"Tidak perlu,"

"Tuan-tuan, kami sudah menyimpan barang-barang Anda sekalian di rumah kepala desa Gelut agar lebih mudah akses ke panggung tubruk." papar pemuda mewakili kelompoknya yang ditugaskan menjemput para tamu.

••••••••••••••••••••

Idaline membuka mata segarnya dan mengulet panjang. Sudah lama ia tidak tidur lelap. Setiap malam terbangun merindukan ayah, ibu, dan adik-adik juga saudara-saudarinya di sepertiga malam.

"Kak, aku membawakan bubur panas." Candra menaruh mangkuk di atas meja.

"Di mana yang lain?" Idaline bangkit mencuci wajahnya dengan air di baskom dekat jendela.

"Mereka kembali ke gubuk," jawab Candra duduk setelah menata meja.

"Aku ingin bertemu mereka." ujar Idaline menuju meja makan, duduk di samping Candra.

"Kakak istirahatlah dulu. Wajah kakak terlihat letih sejak di desa terakhir. Karena kakak selalu menahannya jadi aku membiarkan kakak. Namun akhirnya kakak pingsan kemarin. Pokoknya sekarang istirahat."

"Aku harus bertemu mereka." tegas Idaline berusaha menghabiskan bubur putih tanpa lauk. Batinnya menangis menelan tiap tetes kehambaran.

"Pelan-pelan kak," tegur Candra mengelap bubur yang menempel di bibir Idaline. "Petapa Agung tidak pernah lama menginap di satu desa. Mungkin sudah pergi," terangnya kembali menelan bubur putih sama seperti milik Idaline.

Idaline mengangkat sendoknya menatap lelaki yang belum berganti pakaian sejak kemarin. "Bukannya kamu ingin bertemu kakakmu?"

Candra diam sebentar sebelum menjawab. Ia berharap kakandanya merubah keputusan ketika berjumpa lagi namun kebulatan tekad kakandanya tidak bisa ia hancurkan. "Kakanda sudah menetapkan hatinya. Bagaimana kakak tau?"

"Bagaimana tidak menjadi topik panas? Keluarga kalian sangat harmonis tapi tidak memiliki pewaris. Satunya pergi, satunya malas, sedang satu terakhir sakit. Wanita tidak bisa menjadi kepala keluarga kalian meskipun lebih kuat."

"Benar begitu kak. Tetapi aku juga ikut karena ingin jalan-jalan bersama kakak,"

"Kita cari mereka," Idaline melap tangannya bangkit dari kursi.

"Baiklah,"

Idaline dan Candra berjalan ke bukit. Ketika gubuk telah terlihat, tampak Ekata sedang mengangkat kapak membelah kayu bakar.

"Adinda kenapa kemari? Oh, nona sudah sehat?" tanya Ekata menyadari Idaline ikut di belakang Candra.

Idaline tersadar dari kekagumannya akan tubuh indah Ekata, perutnya bagai batu-batu yang tersusun dan tetesan keringat menambah kesan seksi pria berkulit kuning langsat itu. "Dimana Fu..erm Petapa Agung?"

"Beliau ada di dalam. Sedang bersemedi."

Idaline menerobos masuk tidak mendengar kata terakhir Ekata. Dua pria itu menatap cemas pintu yang tertutup. Semedi atau tapaan Petapa Agung menghabiskan sedikitnya waktu satu bulan. Jika diganggu, pelindung di sekitar tubuh Petapa Agung akan bereaksi. Setiap yang mendekat akan hangus terbakar.

"Kak..! Emmp?" mulut Candra dibekap Ekata, debu halus kayu memasuki indera pernapasannya. Ia mencengkram tangan Ekata mencoba melepasnya.

"Guru tidak pernah sedekat itu pada anak kecil. Tenangkan hatimu. Mungkin tak masalah bila nona itu yang mengganggu, tapi kalau kamu..." gantung Ekata. Adiknya mengangguk paham. Ekata pun melepaskan tangannya.

"Mbak ga usah buru-buru gitu." ucap Fusena membuka mata. Ia duduk bersila di pojok ruangan.

"Aku kira kamu pergi." Idaline menghapus titik air yang muncul di ujung mata.

"Ini," Fusena memberikan bunga pada Idaline.

"Rafflesia?" bingung Idaline menaikkan alisnya.

"Sejenis itu. Tetapi di sini menyebutnya Rakta karena berwarna merah dan penuh nafsu. Dia akan memakan apapun yang masuk ke lubangnya, termasuk jari manusia."

Idaline menatap ngeri rafflesia berukuran kecil yang mekar di tangannya. Spontan ia melempar bunga bernama rakta itu ke tanah.

"Kalau sudah dicabut tidak akan bisa melahap lagi," tambah Fusena menangkap rakta dan memberikannya lagi ke Idaline.

"Kukira jariku akan dimakan," ucap Idaline menerima rakta yang memiliki tujuh kelopak, berbeda dari rafflesia yang biasanya jumlah kelopaknya lima buah dan berukuran raksasa.

"Kalau edelweis mbak sudah tau bentuknya 'kan?" tanya Fusena sambil menggeledah tas.

"Sama seperti yang Om Delvin berikan?" tanya balik Idaline.

Fusena tersenyum kecil. Kebiasaan sepupunya bertanya balik tidak berubah. Dalam pandangannya, itu adalah hal menggemaskan. "Iya. Nanti carilah lalu masukkan ke dalam sini supaya tahan lama. Aku akan mencari bahan-bahan lainnya." kata Fusena memberikan kantung jerami.

"Ini semua untuk apa?" Idaline mengambil duduk di sebelah Fusena.

"Aku akan membuat ramuan untuk mengembalikan jiwa mbakyu ke tubuh asli mbakyu,"

"Lalu bagaimana denganmu? Semuanya pasti senang mengetahui kamu masih hidup,"

Fusena memalingkan wajahnya ke jendela yang terbuka menghindari tatapan Idaline. "Mau Fusena yang merupakan adik sepupu mbak atau Fusena yang hidup di sini. Semuanya sama,"

"Aku tidak mengerti maksudmu," ucap Idaline masih menatap Fusena.

"Mbak tau 'kan ketika bayi aku terlalu tenang bahkan terus tidur sampai ayah dan ibu membawaku ke beberapa dokter? Saat berumur tiga tahun aku mengingat kehidupan ini dan bisa masuk ke sini secara sadar ketika tertidur. Oleh sebab itu aku selalu lama jika tidur,"

"Pantas saja kamu sangat cerdas ketika mulai sekolah,"

"Iya. Karena itu juga ayah jarang membawaku keluar, takut ada masalah yang menimpa kami," tatapan Fusena sedikit berubah. "Ah aku tidak secerdas itu, bahkan ibu tidak dapat aku selamatkan," Fusena mengenang ibunya yang sakit keras.

"Kematian tidak akan bisa dihindari sebanyak apapun usaha yang kita lakukan. Meski di waktu kita sehat,"

"Benar, mbak. Oleh karena itu, Fusena sepupumu telah mati diseret buaya putih. Aku tidak akan bisa kembali lagi,"

"Lalu aku? Bagaimana kamu bisa yakin tubuh Udelia masih hidup? Dan aku masih bisa kembali?" meski Idaline mengetahui tubuh Roni masih hidup, ia ragu akan tubuhnya sendiri. Siapa yang bisa memastikan? Haruskah dia menunggu orang yang datang membawa berita seperti dirinya datang pada Roni dan Lili?

"Masalahnya tidak seperti itu, mbak. Buaya putih ini adalah siluman dan tidak suka keberadaan yang lebih kuat dari dirinya. Entah kenapa kekuatanku saat itu tiba-tiba muncul dan mengeluarkan aura besar. Aku tidak bisa menggunakannya dengan benar karena tubuhku masih kecil,"

"Seharusnya masih ada harapan," Idaline bangun memegang bahu Fusena, ia menunduk menatap serius lelaki yang masih duduk bersila itu. Fusena menatap wajah Idaline yang menghalangi pandangannya.

"Semoga," singkat Fusena melepas tangan Idaline.

Idaline mengerutkan dahinya melihat sepupunya tidak berekspresi. Matanya meneliti tubuh Fusena, tatapan curiganya menjurus ke bahu kanan Fusena ia coba meraihnya namun lelaki itu menangkap tangannya.

"Dengar, mbak. Jangan pernah biarkan siapapun tahu mbak bukan berasal dari dunia ini," alih Fusena mendudukkan Idaline ke pangkuannya.

"Aku sudah memberitahukannya pada dua orang,"

Ekspresi cerah Idaline membuat Fusena menghela napas. Mbakyunya tidak paham telah melakukan kesalahan fatal. Tidak boleh serampangan membeberkan jati diri pada orang lain termasuk dirinya. "Apa mereka sama?"

Idaline mengangguk mendongak menatap Fusena. "Iya. Mereka dari tempat kita." jawabnya mengedipkan mata.

"Selanjutnya jangan beritahu meskipun pada orang yang mbak sangat percaya,"

"Aku sangat percaya Fusena dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan raga."

"Guru, sarapan sudah siap." potong Ekata dari luar ruangan. Ekata yang tak merasakan dinding pelindung gurunya sejak Idaline memasuki ruangan, memutuskan membuat makanan dibantu Candra yang terus merengek minta ia kembali.

"Fusena?" panggil Idaline pada pria yang menatap kosong dirinya.

Fusena menegakkan kepalanya yang tanpa ia sadari mendekat ke wajah Idaline. Ia memindahkan Idaline lalu bangkit dari duduknya. "Ayo kita makan dulu, mbak." Fusena menggenggam tangan Idaline lalu mereka melangkah keluar bersama.

•••BERSAMBUNG•••

© Al-Fa4 | 27 Juni 2021

Terpopuler

Comments

KESAYAMGAM TUAN LI

KESAYAMGAM TUAN LI

BOOOOM buat author

2022-10-23

0

titi dan hilda

titi dan hilda

bakunya di mana

2021-08-03

13

Nur

Nur

bagaimana kalau mati belum ada amal😢
Ya Allah berilah kami ilmu yang bermanfaat, amalan yang tidak tertolak, dan rezeki yang thoyib.
Ya Rabb terimalah taubat kami.

2021-07-20

4

lihat semua
Episodes
1 001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2 002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3 003 - BERTAHANLAH NONA
4 004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7 006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8 007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9 008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10 009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11 010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12 011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13 012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14 013 - KUALITAS PRAJURIT
15 014 - MENGANGKAT MURID
16 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22 018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23 018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30 022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31 022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34 024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35 025 - BUNGA YANG MEKAR
36 026 - HAMPARAN RUMPUT
37 027 - KELUAR KERATON
38 028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39 029 - CALON NYONYAKU
40 030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41 031 - PULANG
42 032 - MATA AIR
43 033 - LUPA PADA SEMUANYA
44 034 - TUGAS SEORANG MURID
45 035 - PETI KOSONG
46 036 - PAKAIAN POLOS
47 037 - CANGKANG KEONG
48 038 - JEJAK SIHIR
49 039 - RUMAH PERBUDAKAN
50 040 - KAMU MENGAWASIKU?
51 041 - SEKAR LANGIT
52 042 - CALON SUAMI
53 043 - AKU MENCINTAIMU
54 044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55 045 - MENENANGKAN?!
56 046 - HARUM
57 047 - WETON
58 048 - PENOBATAN
59 049 - INGIN DILIHAT
60 050 - BOHONG
61 051 - PINGITAN
62 052 - UPACARA PERNIKAHAN
63 053 - TITAH
64 054 - SAKIT?
65 055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66 056 - DYAH
67 057 - MELATI
68 058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69 059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70 060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71 061 - HATI
72 062 - KENAPA TIDAK ASING?
73 063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74 064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75 065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76 066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77 067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78 068 - LUKISAN TERBAIK
79 069 - BOLEHKAH..?
80 070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81 071 - KALIGRAFI
82 072 - BUKAN AKU
83 073 - HANYA BISA PASRAH
84 074 - KUMOHON KEMBALILAH
85 075 - JANJI
86 076 - LAPANGAN BUBAT
87 077 - SURAT
88 078 - DIRESTUI
89 079 - ISTIRAHAT
90 080 - HUKUMAN
91 081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92 082 - JADI KENYATAAN
93 083 - PUTRA LAIN
94 084 - KATA MAAF
95 085 - PERTEMUAN
96 086 - TERBEBANI
97 087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98 088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99 089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100 090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101 091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102 092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103 093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104 094 - COKELAT ANDA MELELEH
105 095 - BANTUAN YANG DATANG
106 096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107 097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108 098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109 099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110 100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111 101 - KERIS MPU GANDRING
112 102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113 103 - KERJA KERAS HAYAN
114 104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115 105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116 106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117 107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118 108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119 109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120 110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121 SEASON 2
122 SEASON 2 - INFO
123 GIVEAWAY
124 Curhat
Episodes

Updated 124 Episodes

1
001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2
002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3
003 - BERTAHANLAH NONA
4
004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7
006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8
007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9
008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10
009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11
010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12
011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13
012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14
013 - KUALITAS PRAJURIT
15
014 - MENGANGKAT MURID
16
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22
018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23
018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30
022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31
022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34
024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35
025 - BUNGA YANG MEKAR
36
026 - HAMPARAN RUMPUT
37
027 - KELUAR KERATON
38
028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39
029 - CALON NYONYAKU
40
030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41
031 - PULANG
42
032 - MATA AIR
43
033 - LUPA PADA SEMUANYA
44
034 - TUGAS SEORANG MURID
45
035 - PETI KOSONG
46
036 - PAKAIAN POLOS
47
037 - CANGKANG KEONG
48
038 - JEJAK SIHIR
49
039 - RUMAH PERBUDAKAN
50
040 - KAMU MENGAWASIKU?
51
041 - SEKAR LANGIT
52
042 - CALON SUAMI
53
043 - AKU MENCINTAIMU
54
044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55
045 - MENENANGKAN?!
56
046 - HARUM
57
047 - WETON
58
048 - PENOBATAN
59
049 - INGIN DILIHAT
60
050 - BOHONG
61
051 - PINGITAN
62
052 - UPACARA PERNIKAHAN
63
053 - TITAH
64
054 - SAKIT?
65
055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66
056 - DYAH
67
057 - MELATI
68
058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69
059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70
060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71
061 - HATI
72
062 - KENAPA TIDAK ASING?
73
063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74
064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75
065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76
066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77
067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78
068 - LUKISAN TERBAIK
79
069 - BOLEHKAH..?
80
070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81
071 - KALIGRAFI
82
072 - BUKAN AKU
83
073 - HANYA BISA PASRAH
84
074 - KUMOHON KEMBALILAH
85
075 - JANJI
86
076 - LAPANGAN BUBAT
87
077 - SURAT
88
078 - DIRESTUI
89
079 - ISTIRAHAT
90
080 - HUKUMAN
91
081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92
082 - JADI KENYATAAN
93
083 - PUTRA LAIN
94
084 - KATA MAAF
95
085 - PERTEMUAN
96
086 - TERBEBANI
97
087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98
088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99
089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100
090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101
091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102
092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103
093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104
094 - COKELAT ANDA MELELEH
105
095 - BANTUAN YANG DATANG
106
096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107
097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108
098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109
099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110
100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111
101 - KERIS MPU GANDRING
112
102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113
103 - KERJA KERAS HAYAN
114
104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115
105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116
106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117
107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118
108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119
109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120
110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121
SEASON 2
122
SEASON 2 - INFO
123
GIVEAWAY
124
Curhat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!