007 - SIHIR DAN KANURAGAN

"Ini makanlah," kangkung menjalar-jalar tak dipotong terayun di udara, Idaline menyumpitnya dengan dua tusuk konde kayu. "Ehm," dehamnya menahan tawa, para dayang yang mengantar teko tercengang akan kelakuannya. Secepat angin ia taruh kangkung itu ke atas nasi Candra yang kosong. Sudut bibirnya terangkat, bangga tidak ada setetes air pun yang terjatuh.

Desiran angin cepat bak badai kecil menyadarkan anak lelaki itu dari lamunan, piring di depannya telah penuh berbagai macam lauk pauk. Kedua alisnya tertaut melihat pemandangan itu. "Aku tidak suka semua ini," katanya menatap jengah sayur dan daging saling bertumpuk tak beraturan.

"Lalu bertukarlah. Aku suka semua itu," Idaline bergeser duduk di sebelah Candra. Lelaki kecil yang dipaksa Idaline mengenakan selendang menutupi bagian atas tubuh, memerah terbayang tangisannya semalam.

Tangan putih Idaline yang sedang menukar piring mengingatkan Candra usapan lembut ketika ia terlelap. "Terima kasih, kak." spontannya. Lama tak ia rasakan belaian dari orang lain.

Idaline menghentikan tangannya yang sedang mengambil lauk tersisa. Senyum lebar merekah di wajahnya. "Tidak masalah. Makan yang banyak. Nanti aku bawakan sesuatu dari Janapada,"

"Apa itu, kak?"

"Rahasia," Idaline menaruh telunjuk di bibirnya. "Sekarang makanlah yang banyak,"

Tangan kanan Idaline mengarahkan nasi ke dalam mulut dan tangan kirinya menyelipkan rambut yang terurai. Ia diam selama beberapa saat melirik Candra yang kembali melamun memandangnya.

Idaline arahkan tangannya ke depan mulut Candra. "Ayo buka mulutnya. Pesawat mau masuk~"

Anak lelaki yang memakai ikat kepala senada dengan selendangnya tanpa sadar membuka mulut lebar-lebar menerima suapan. "Pesawat?" gumamnya penasaran.

"Pesawat adalah kendaraan yang bisa membawa banyak orang terbang di udara. Termasuk yang tak punya kekuatan," jelas Idaline menggerakkan tangannya lurus ke samping. "Ngiing. Juzzz. Sampai tujuan tak perlu berhari-hari, berpekan-pekan, berbulan-bulan. Dari ujung pulau ke ujung lainnya, hanya perlu beberapa jam!"

Selama ini baru Petapa Agung yang bisa terbang karena telah menguasai Sihir dan Kanuragan secara bersamaan sehingga dapat memodifikasi Sihir dan mengembangkannya menjadi lebih baik.

Salah satunya adalah Petapa Agung membuat prasasti di berbagai titik untuk mengurangi jumlah jiwa yang hilang.

Sihir menggunakan jiwa untuk mendapatkan kekuatan, ini lebih berbahaya dibanding Kanuragan yang hanya perlu bertapa, namun prosesnya lebih cepat jika bisa menguasai dasarnya.

Bagi banyak kalangan Sihir masih dianggap aliran hitam yang menjual dirinya pada makhluk lain. Oleh karena itu selain Keluarga Ekadanta yang memiliki darah murni Penyihir Agung, hanya ada hitungan jari Penyihir di Kerajaan Maja. Semua prajurit dan ksatria adalah Petapa.

Mata Candra menatap penuh kagum dan senyuman polos terlukis tanpa ia sadari. "Uh luar biasa," pujinya. Tak lama binar di mata Candra redup tersadar dari kekaguman.

Idaline kembali tersenyum melihat tingkah lucu Candra. "Tidak akan ada yang menyalahkanmu jika terkagum pada sesuatu,"

Candra tersenyum simpul lalu membuka mulutnya.

"Enak?" tanya Idaline menyuapkan makanan. Hatinya menghangat Candra makan dengan lahap.

"Enak! Hehe," Candra memerah malu, semua piring kosong karena dirinya.

"Hamba bawakan makanan yang lain," Ijen membawa nampan besar berisi aneka makanan berat dan ringan. Dengan telaten ia ambil piring kosong dan piring baru secara bersamaan. Sekejap mata meja kembali terisi penuh.

"Hik.Hik," ceguk Candra.

"Hati-hati," Idaline meminumkan air ke mulut Candra.

Ijen menunduk hormat, kakinya berjalan mundur keluar ruangan.

"Candra, ingin camilan?" tanya Idaline dijawab anggukan semangat. Sontak berbagai jenis camilan memenuhi piring yang dipegangnya, ia letakkan di depan Candra.

"Kak, aku mau disuapin." mohon Candra berbinar.

Idaline memegang jantungnya yang berdetak cepat. Dia jadi mengerti perasaan Bayu, tidak dapat menahan cahaya yang keluar dari wajah anak-anak.

"Aaa pesawatnya mau masuk,"

Sepanjang hari Idaline menemani Candra menyalin pelajaran dan simbol-simbol sihir meski tidak ia mengerti. Ia miringkan kertas di hadapannya dan mencoret-coret keinginannya untuk pulang berharap tiba-tiba dapat terkabul. Merasa konyol, dia meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah.

"Candra bisa sihir?" tanya Idaline memperhatikan Candra yang sesekali mengeluarkan cahaya dari dalam kertas.

"Tidak sehebat kakanda dan ayahanda. Aku masih belajar, kak."

"Sayang sekali," Idaline meletakkan kepalanya di meja. Sedetik kemudian ia menegakkan tubuh. "Otakmu akan ngebul kalau terus belajar. Aku lihat kolam besar di belakang kediaman ini sangat indah,"

"Kak di situ sangat terbuka," tegur Candra mengetahui arah pembicaraan gadis yang memenuhi ruangannya dengan sampah kertas.

"Kalau tertutup namanya kamar mandi. Ayo," Idaline menarik tangan Candra yang sedang merapihkan berkas.

"Tunggu kak," Candra berusaha meraih kertas sihirnya yang terbang, ia tersenyum lebar melihat api yang keluar dari kertasnya yang tergeletak di bawah matahari.

"Aromanya bahkan nikmat," Idaline menghirup dalam-dalam aroma tanah basah di pinggir kolam. Melepaskan pakaian lalu ia terjun ke kolam. "Cepatlah di sini sangat sejuk,"

"Mmm, aku.." otak Candra berputar mencari alasan yang tak memalukan. Ia terlonjak, gadis itu meloncat keluar dari air.

"Jangan ragu," Idaline berdiri di depan Candra lalu membantunya melepas atasan. Ia tarik Candra masuk ke dalam air.

Para dayang menatap ngeri dari kejauhan, sebagiannya pergi melapor pada pemilik rumah, Tuti Ekadanta.

"Diingin,"

"Bertahanlah~ sebentar lagi kamu akan terbiasa," Idaline mengedipkan matanya lalu Candra merasa air di sekitarnya mulai sesuai suhu tubuhnya. "Kamu terlalu lama di dalam kamar. Cahaya matahari dibutuhkan tubuh,"

"Ini sudah sore kak,"

"Sore juga bagus. Cobalah secara rutin, nanti tubuhmu akan nyaman." Idaline berenang gaya punggung memutari kolam. "Oh iya. Kamu bisa berenang?" Idaline memiringkan sedikit kepalanya menatap Candra yang masih dipojokkan. "Ayo kuajari," ia menarik Candra ke tengah kolam.

"Nyonya, apakah kami perlu menegurnya?"

Tuti mengangkat telapak tangannya. "Mereka hanya sedang bermain,"

"Nyonya, sebenarnya Yang Mulia telah menghabiskan kertas sihir tuan muda,"

Wanita yang memakai binggel kana bermotif bunga kelor itu memijat kepalanya. Bukan masalah harga yang pasti bisa ditebus keluarga kerajaan, bukan pula bahan yang mudah ditemukan.

Tapi karena jarang ada yang melirik sihir, hanya keluarga Ekadanta yang membuatnya, produksi kertas sihir dilakukan dalam periode-periode tertentu karena kertas sihir digunakan hanya untuk membangkitkan sihir.

"Bawa seratus gulung kertas biasa ke kediaman tuan muda," perintah Tuti berjalan menjauh sembari berpikir mencari alasan meminta kertas tambahan pada para tetua.

••••••••••••••••••••

"Pada akhirnya dia menunjukkan wajahnya!" geram Candra.

"Tuan, apakah kami maju sekarang?"

Candra menatap nyalang para bawahannya. "Jangan ada yang menyentuhnya seujung rambut pun," ucapnya memperingati. "Selama lima hari ini, semua senyum dan kebaikanmu hanyalah topeng? Semua manusia memang tidak ada yang tulus!!"

"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Idaline menghentikan anak-anak yang melempar batu pada seorang anak yang berjongkok melindungi kepalanya dengan tangan.

"Kau ga liat tanda merah di tangan kanannya?" kata salah satu anak yang mengeroyok.

"Kita bangsa timur adalah bangsa yang penuh sopan santun dan beradab. Bangsawan kita tidak pernah berselingkuh di belakang, meski mereka memiliki beberapa selir juga gundik, mereka diperlakukan dengan benar. Masyarakat kita damai karena para juragan memberikan porsi sesuai beratnya pekerjaan. Para pejabat kita memberi rasa aman dan sejahtera. Alam kita subur dan kita menjaganya. Jadi, kenapa kalian anak-anak lelaki yang kuat merundung anak perempuan yang lemah?"

Anak laki-laki itu menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya. "Tentu saja karena dia bukan dari kerajaan kita!" matanya menyala menyoroti Idaline.

"Benar. Apa kamu temannya?" setuju yang lain.

"Kalau dia dari tempat lain, aku yang urus," Idaline menunjukkan lencananya.

"Emangnya kamu siapa?"

"Hei!" tahan anak lain yang sedari tadi diam.

"Apa?"

"Kamu lupa yang diajarkan guru?" bisik anak itu.

Teman-temannya meletakkan tangan di dagu berpikir dengan keras. "Baiklah, kami serahkan anak ini padamu," ucap mereka bersamaan berlari pergi meninggalkan mereka berdua.

"Siapa namamu?" Idaline membantunya berdiri lalu membersihkan debu yang menempel di pakaian anak itu. "Kamu bukan dari kerajaan sahabat dan berani menunjukkan tanda suku?"

Idaline menaikkan alisnya tidak mendengar satu katapun keluar dari mulut gadis yang lebih tinggi darinya.

"Winarti, namaku Winarti. To-tolong aku,"

"Aku lapar. Ayo ngobrol di kedai," Idaline berjalan mendahului, meski logatnya berbeda tetapi mungkin saja bahasanya sama. "Ini pakailah untuk menutupi tandamu," Idaline memberikan selendangnya.

"Terima kasih," Winarti mengikatkan selendang Idaline di punggung tangannya kemudian berjalan tergesa mengikuti Idaline.

"Yang mulia! Kami khawatir karena Anda tiba-tiba menghilang," ucap Jo mengatur napasnya. "Yang Mulia, tuan besar Ekadanta akan pergi jika kita tidak bersegera,"

"Nanti saja. Kita sekarang ke kedai,"

Jo memberitahukan padanya orang yang saat ini setara dengan kepala keluarga Ekadanta sedang berada di gunung Welirang yang memakan lima jam dari kediaman besar Ekadanta.

Jo bersumpah mati akan kebenaran hal itu dan Idaline tidak menemukan alasannya berbohong dan karena ia datang sebagai anggota keluarga kerajaan bahkan nyonya Ekadanta tidak akan berani.

Idaline dan Jo pergi berdua di pagi buta menghindari kerepotan yang akan diberikan bila pamit terlebih dahulu. Mereka sudah berada di kaki gunung namun kemunculan Winarti membuat Idaline merasa harus membantunya terlebih dahulu.

"Nona, ingin saya panggilkan tuan?" ucap penjaga kedai yang didatangi mereka.

"Eh? Kamu di sini?" Idaline mengetahui Hasta memiliki beberapa cabang tetapi ia tidak menyangka di tempat sejauh ini lelaki itu mendirikan kedai dan bahkan bertemu secara tidak sengaja dengan penjaga yang dipercayainya.

"Begitulah. Apakah nona ingin saya panggilkan tuan?" jawab penjaga mengulang perkataannya, ia masih membungkuk.

"Tidak. Saya hanya ingin makan. Bawakan untuk empat porsi," Idaline masuk ke dalam kedai.

"Baik,"

Winarti terkagum pada banyaknya masakan indah di meja. Air liurnya menetes menghirup aroma baru yang belum pernah ia temukan.

"Makanlah," ucap Idaline membuat Winarti mengalihkan pandangannya.

"Se-semua ini?"

"Iya. Perutmu bunyi dari tadi. Tidak sadar ya?" Idaline terkekeh melihat ekspresi malu Winarti.

Gadis yang sudah membersihkan tubuhnya ketika menunggu, menghabiskan semua makan dengan cepat.

"Aku datang karena ingin minta tolong," Winarti melirik Idaline yang diam menyesap teh. "Saya ingin minta tolong kepada Baginda Raja,"

Idaline membuka matanya yang terpejam, ia menatap kepulan teh sambil berkata. "Dari mana kamu bisa menggunakan bahasa kerajaan ini?" tatap Idaline penuh curiga.

"Maaf saya belum memperkenalkan diri dengan benar," Winarti bangkit dari duduknya lalu bersimpuh. "Saya Winarti dari suku Lege di gunung Tang. Suku yang memproduksi banyak jenis ciu dan merupakan tempat hiburan. Saya baru dijual ke sana beberapa bulan lalu,"

Idaline diam mendengarkan, meski ia berada di negeri yang beradab, tetap masih ada perbudakan di zaman yang mungkin sesuai dengan perkiraannya. Ia bersyukur mendapatkan proyek aplikasi dan video dokumenter tentang Indonesia di jaman kuno, jadi dirinya tahu beberapa hal.

"Mereka semakin gila dengan menggunakan anak-anak, bahkan melakukan hubungan sejenis. Saya berhasil keluar karena diasuh oleh bunga di rumah Wangi, tempat hiburan terbesar di dukuh Lege. Teman-teman yang masuk bersama saya semua sudah digunakan," Winarti menggigit bibirnya menahan tangis.

"Binatang!" Idaline menghempaskan gelas ke meja hingga pecah bersama sisa teh yang menyembur. "Oh maaf binatang, kalian tidak sebejat itu," koreksinya.

"Kamu pasti lelah setelah melakukan perjalanan lebih dari satu pekan. Tinggallah di rumahku," tambah Idaline membantu Winarti bangun.

"Maaf merepotkan Anda. Sayangnya sudah tidak ada waktu,"

••••••••••••••••••••

Idaline tak percaya dengan penglihatannya, Candra duduk di kursi taman depan lengkap dengan minuman dan beberapa jenis camilan.

"Sudah bertemu kakek, lalu sekarang ingin pulang huh? Mendekat hanya karena butuh, aku sangat membencinya!"

"Apa-apaan ini?" gumam Idaline.

Di balik bunga-bunga yang tumbuh di pinggir aula utama, Aji dan Tuti memandang dengan haru Candra yang akhirnya keluar dari kamarnya. Dan di pepohonan tampak para selir juga saudari-saudari perempuan Candra mengintip.

"Akhirnya adinda keluar dari rumahnya, apakah sakitnya sudah sembuh?"

"Syukurlah Candra kembali menghirup udara luar,"

"Dari mana? Padahal aku ingin wedangan sore bersama kakak," Candra menghentikan gerakan tangannya mengangkat gelas.

"I-ini rumah Anda? Besar sekali," bisik Winarti memandang sekeliling.

"Bukan,"

"Siapa dia?" tanya Candra berdiri di depan Idaline.

"Temanku. Maaf Candra aku harus kembali sekarang," Idaline meninggalkan Candra lalu berjalan menuju Aji dan Tuti. "Nyonya, tuan, terima kasih atas jamuan kalian. Sangat menyenangkan. Tapi sayangnya saya harus kembali sekarang,"

"Baiklah, Yang Mulia. Kami akan siapkan barang-barang Anda." Tuti menggerakkan tangannya memerintah para dayang.

"Terima kasih, nyonya."

"Idaline, kamu yakin dia temanmu?" Candra menelisik mata Idaline.

"Benar. Ada masalah serius jadi aku harus kembali sekarang," ucap Idaline terburu.

"Ibunda, ayahanda, apa boleh saya menemani Raden Ajeng?" izin Candra membuat semua orang tercengang.

"Jika Raden Ajeng tidak keberatan," putus Aji memperbaiki raut wajahnya.

Idaline menghela napas. Ia akan mengembalikan Candra usai bertemu ratu. "Baiklah,"

"Tuan.." ragu Ijen.

"Kamu harus mengurus kak Bayu selama aku pergi," pesan Candra menyiapkan barangnya sendiri.

"Baik, tuan."

••••••••••••••••••••

Winarti menatap takjub punggung Idaline yang berdiri di depannya. Meski ia bukan dari kerajaan, ia tahu bahwa tempat ia berdiri adalah halaman istana melihat luas dan indahnya taman-taman.

"Kamu tunggu di sini. Ayo Candra," Idaline tidak dapat membawa orang masuk sembarangan. Cerita Winarti adalah benar, namun ia ragu terhadap gadis itu. "Menjadi Spesial? Kita lihat yang sebenarnya,"

"Baik, nona." jawab Winarti berdiri di samping penjaga gapura dengan patuh.

Idaline dan Candra bersimpuh di tengah aula setelah penjaga memperbolehkan masuk. Di balik meja ratu menulis dengan serius.

"Ananda menghadap Ibu Ratu," "Hamba menghadap Yang Mulia Ratu," ucap Idaline dan Candra bersamaan.

"Berdirilah," perintah ratu meletakkan kuasnya.

"Terima kasih, Yang Mulia," Idaline mengikuti Candra bangkit dan tetap menundukan kepala.

"Selamat telah sembuh dari sakitmu, Candra Ekadanta,"

"Semua berkat Yang Mulia Ratu membawakan obat terbaik," sanjung Candra. Obat dan resep dari ratu membuatnya mampu mengendalikan kutukan. Semula semua yang disentuhnya akan menjadi pasir, sekarang ia mampu memegang benda mati.

"Bagaimana pengalamanmu, putriku?" tanya ratu memegang bahu Idaline.

"Semuanya sangat menyenangkan." Idaline mendongak, tersenyum pada ratu. "Pesta pangan telah selesai, ananda izin kembali."

"Sedih sekali Idaline langsung pulang begitu datang," dahi ratu mengerut.

"Ananda akan sering datang ke istana," janji Idaline. "Tidak ada tempat menjanjikan kecuali istana. Mungkin jalan keluar ada di sini,"

"Baiklah. Ini hadiah yang belum sempat aku berikan," ratu menjentikkan jarinya. Muncul para dayang dari pintu.

"Terima kasih, Ibu Ratu." semua hadiah menyilaukan mata Idaline.

"Candra juga, terimalah hadiah ini sebagai ucapan selamat." rombongan dayang lain masuk ke dalam ruangan.

"Terima kasih, Yang Mulia."

"Selagi bersiap, Idaline pergilah ke ruangan mahapatih."

"Ananda siap melaksanakannya. Ananda pamit keluar," Idaline membungkuk lalu pergi.

"Kamu teruslah jaga Idaline selama bersamanya,"

"Baik, Yang Mulia. Hamba izin keluar,"

Idaline yang menunggu bersandar di pilar, menegakkan badannya begitu Candra keluar dari pintu. "Ayo temani aku," ajaknya.

Candra mengangguk mengikuti Idaline.

Djahan yang sedang mencari laporan berbalik begitu mendengar langkah kaki masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Nona sepertinya harus belajar tata krama,"

"Penjagamu sudah berlutut lebih dari 5 menit tetapi kamu sangat fokus pada satu hal, tuan. Dan lagi sekarang aku bukan nona,"

"Maafkan saya,"

"Jangan bertele-tele. Ibu Ratu menyuruhku datang untuk membantu. Jadi apa yang bisa kubantu?"

"Saya sudah mencoba seperti buku catatan keuangan Anda, tetapi saya tidak bisa merangkum kegiatan yang terjadi dan tetap menuliskannya seperti biasa,"

"Kalau seperti itu tidak harus buru-buru. Pertama-tama biasakan diri mengambil satu poin yang mudah diingat untuk menjabarkan kejadian, misal kebakaran dan penculikan pada tanggal 12 ini," Idaline menunjuk kertas yang terbuka di atas meja Djahan. "Jabarkan jangan terlalu banyak. Bagaimana kalau seperti ini?"

Kebakaran rumah bunga & penculikan pemimpinnya (12/3). Dalangnya sang rival, pemimpin rumah madu.

"Ini adalah dan. Dan ini untuk menuliskan tanggal juga bulan. Gunakan angka arab agar lebih mudah," Idaline menunjuk hasil tulisannya. "Kasa adalah 1, Karo adalah 2....dan Apit Kayu adalah bulan 12. Kemudian daripada menulis dua puluh sembilan, tuliskan 29. Ini adalah angka satu sampai seratus," Idaline menuliskan catatan bulan dan hari.

"Kamu bisa menambah karakter-karakter rahasia yang hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja denganmu. Kamu tidak boleh terlalu puitis yang mana akan jadi panjang penulisannya. Aku kurang pengalaman jadi hanya itu yang dapat aku berikan,"

Kerajaan Maja adalah yang termaju dengan menuliskan laporan dan mengumpulkannya, tidak dibuang meski berubah kepemimpinan. Kerajaan lain memang menuliskan laporan tetapi akan dibakar seiring bergantinya pemimpin atau membuangnya jika waktu telah berganti.

Di Kerajaan Maja juga tidak mencampurkan masalah rumit dan mudah dalam satu gudang kendatipun telah terselesaikan. Para pemimpin daerahnya pun melakukan hal yang sama guna kemajuan generasi selanjutnya.

"Baiklah. Terima kasih atas bantuanmu,"

"Dan tuliskan laporan keuangan seperti ini agar lebih mudah dibaca. Juga buatlah statistik untuk memastikan keberhasilan setiap bulannya. Dan pastikan tiap pelayan memberikan capnya agar kita tidak melupakan atau malah memberikan dua kali gaji mereka. Keuangan Putri dan Pangeran juga hendaknya dibatasi, biarkan mereka memilikinya sendiri hingga tidak tercampur uang kerajaan. Para pejabat kita harus membuat laporan keuangan pribadi mereka dan asalnya hingga tidak terjadi masalah,"

"Kamu pintar sekali. Aku akan memikirkan ide-idemu tadi,"

"Kamu mendengarkan ucapanku? Padahal tidak melihatku dan hanya fokus pada tulisan,"

"Setiap orang yang membuka mulut selalu memberikan informasi, maka kita harus mendengarnya dengan seksama,"

"Benar sekali," Idaline mengangguk.

"Nah Raden Ajeng, yang ingin kamu ucapkan tidak bisa dikabulkan. Kita memiliki hal lain untuk dikerjakan,"

"Anda seperti cenayang," Idaline menahan mulutnya sebentar. "Tapi hal ini harus diperhatikan. Jika tidak akan menyebar hingga ke sini. Penyakit itu benar-benar mengerikan," apalagi kalau ada yang membela harus diberikan hak melakukannya. Mereka dan yang mengizinkan sama-sama mengerikan. Tambah Idaline dalam hati melayang pikirannya ke masa semua budi luhur telah luntur.

"Kami memiliki perhatian yang dalam pada para prajurit, pengawal, dan ksatria. Kalau ada yang terjangkit tinggal musnahkan," tutur Djahan tak peduli.

Idaline menggigit bibirnya. Ia tidak bisa langsung meminta pada ratu yang mana Winarti mungkin langsung dimusnahkan, bahkan bisa saja desanya terhapus dari peta. "Kalau begitu aku permisi,"

"Hati-hati,"

••••••••••••••••••••

"Putri kalian telah menyusul kalian. Akan kujaga semua yang kalian tinggalkan sampai waktuku kembali. Mohon maaf tidak bisa selamanya menjaga tubuh putrimu, kelak akan kuminta dikuburkan di sebelah kalian," Idaline menabur bunga di dua kuburan yang bersebelahan.

Candra, Winarti, dan yang lainnya berdiri menunggu di dekat kereta.

"Paman Garong, kita akan berpisah di sini." Idaline memberikan keranjang pada Roro.

"Nona harus membawa lebih banyak orang," Garong telah mengizinkan Idaline yang ingin menginap di rumah teman. Tapi hatinya tidak tenang meninggalkan anak majikannya sendirian.

"Kami baik-baik saja,"

Sudah ia minta Candra untuk kembali tapi anak itu tetap memaksa. Akhirnya Idaline pergi bersama Winarti dan Candra.

Winarti memberitahukan jalur yang aman dan cepat dilewati namun beberapa jalannya terjal dan licin. Akan menghabiskan banyak waktu jika membawa banyak orang.

"Saya akan memberitahu beberapa kenalan saya di desa lain untuk menyambut Anda, mohon jangan ditolak." tega Garong.

"Baiklah, paman."

"Hati-hati nona," teriak Roro ketika kereta kuda Idaline telah berjalan.

"Ya! Kalian juga. Roro jangan lupa!" balas Idaline melongok dari jendela.

"Pasti!!"

Idaline memperhatikan Winarti yang mencuri-curi pandang melihat Candra sejak mereka keluar dari kediaman Ekadanta.

"Kalian tidak sempit duduk berdua seperti itu?" tanya Idaline. Candra dan Winarti duduk bersebelahan memberikan tempat untuk Idaline.

"Tidak perlu kak. Istirahat saja dengan nyaman," Candra tersenyum.

Idaline menatap lurus Candra yang masih tersenyum kemudian menaruh tas pakaiannya ke ujung kursi lalu merebahkan diri. Tak lama kemudian ia tertidur lelap.

"Tuan seharusnya tidak usah pergi bersama kami. Anda adalah target empuk. Mereka sangat haus akan pria tampan," celetuk Winarti yang tidak tahan dengan keheningan.

"Seorang rakyat jelata memang tidak pernah mengenyam pendidikan. Tetapi setidaknya tahu tata krama dasar. Apa di desa lacurmu tidak mengajarkan itu?" ucap Candra pedas membuat Winarti tersentak.

"Maafkan kelancangan hamba,"

"Keluarlah duduk di samping kusir," usir Candra, Winarti langsung meloncat ke depan saat kereta masih berjalan.

•••BERSAMBUNG•••

© Al-Fa4 | 13 Juni 2021

Terpopuler

Comments

KESAYAMGAM TUAN LI

KESAYAMGAM TUAN LI

candra imut. imut terus yaaaa

2022-10-23

0

senja

senja

video dokumenter Indonesia kuno? waw

2022-02-14

0

gendang 🐈🐈🐈

gendang 🐈🐈🐈

katanya jo sama idaline doang kok pake kata kami

2021-08-06

3

lihat semua
Episodes
1 001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2 002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3 003 - BERTAHANLAH NONA
4 004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7 006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8 007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9 008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10 009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11 010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12 011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13 012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14 013 - KUALITAS PRAJURIT
15 014 - MENGANGKAT MURID
16 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22 018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23 018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30 022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31 022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34 024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35 025 - BUNGA YANG MEKAR
36 026 - HAMPARAN RUMPUT
37 027 - KELUAR KERATON
38 028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39 029 - CALON NYONYAKU
40 030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41 031 - PULANG
42 032 - MATA AIR
43 033 - LUPA PADA SEMUANYA
44 034 - TUGAS SEORANG MURID
45 035 - PETI KOSONG
46 036 - PAKAIAN POLOS
47 037 - CANGKANG KEONG
48 038 - JEJAK SIHIR
49 039 - RUMAH PERBUDAKAN
50 040 - KAMU MENGAWASIKU?
51 041 - SEKAR LANGIT
52 042 - CALON SUAMI
53 043 - AKU MENCINTAIMU
54 044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55 045 - MENENANGKAN?!
56 046 - HARUM
57 047 - WETON
58 048 - PENOBATAN
59 049 - INGIN DILIHAT
60 050 - BOHONG
61 051 - PINGITAN
62 052 - UPACARA PERNIKAHAN
63 053 - TITAH
64 054 - SAKIT?
65 055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66 056 - DYAH
67 057 - MELATI
68 058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69 059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70 060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71 061 - HATI
72 062 - KENAPA TIDAK ASING?
73 063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74 064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75 065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76 066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77 067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78 068 - LUKISAN TERBAIK
79 069 - BOLEHKAH..?
80 070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81 071 - KALIGRAFI
82 072 - BUKAN AKU
83 073 - HANYA BISA PASRAH
84 074 - KUMOHON KEMBALILAH
85 075 - JANJI
86 076 - LAPANGAN BUBAT
87 077 - SURAT
88 078 - DIRESTUI
89 079 - ISTIRAHAT
90 080 - HUKUMAN
91 081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92 082 - JADI KENYATAAN
93 083 - PUTRA LAIN
94 084 - KATA MAAF
95 085 - PERTEMUAN
96 086 - TERBEBANI
97 087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98 088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99 089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100 090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101 091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102 092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103 093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104 094 - COKELAT ANDA MELELEH
105 095 - BANTUAN YANG DATANG
106 096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107 097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108 098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109 099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110 100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111 101 - KERIS MPU GANDRING
112 102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113 103 - KERJA KERAS HAYAN
114 104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115 105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116 106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117 107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118 108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119 109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120 110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121 SEASON 2
122 SEASON 2 - INFO
123 GIVEAWAY
124 Curhat
Episodes

Updated 124 Episodes

1
001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2
002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3
003 - BERTAHANLAH NONA
4
004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7
006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8
007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9
008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10
009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11
010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12
011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13
012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14
013 - KUALITAS PRAJURIT
15
014 - MENGANGKAT MURID
16
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22
018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23
018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30
022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31
022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34
024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35
025 - BUNGA YANG MEKAR
36
026 - HAMPARAN RUMPUT
37
027 - KELUAR KERATON
38
028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39
029 - CALON NYONYAKU
40
030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41
031 - PULANG
42
032 - MATA AIR
43
033 - LUPA PADA SEMUANYA
44
034 - TUGAS SEORANG MURID
45
035 - PETI KOSONG
46
036 - PAKAIAN POLOS
47
037 - CANGKANG KEONG
48
038 - JEJAK SIHIR
49
039 - RUMAH PERBUDAKAN
50
040 - KAMU MENGAWASIKU?
51
041 - SEKAR LANGIT
52
042 - CALON SUAMI
53
043 - AKU MENCINTAIMU
54
044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55
045 - MENENANGKAN?!
56
046 - HARUM
57
047 - WETON
58
048 - PENOBATAN
59
049 - INGIN DILIHAT
60
050 - BOHONG
61
051 - PINGITAN
62
052 - UPACARA PERNIKAHAN
63
053 - TITAH
64
054 - SAKIT?
65
055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66
056 - DYAH
67
057 - MELATI
68
058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69
059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70
060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71
061 - HATI
72
062 - KENAPA TIDAK ASING?
73
063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74
064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75
065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76
066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77
067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78
068 - LUKISAN TERBAIK
79
069 - BOLEHKAH..?
80
070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81
071 - KALIGRAFI
82
072 - BUKAN AKU
83
073 - HANYA BISA PASRAH
84
074 - KUMOHON KEMBALILAH
85
075 - JANJI
86
076 - LAPANGAN BUBAT
87
077 - SURAT
88
078 - DIRESTUI
89
079 - ISTIRAHAT
90
080 - HUKUMAN
91
081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92
082 - JADI KENYATAAN
93
083 - PUTRA LAIN
94
084 - KATA MAAF
95
085 - PERTEMUAN
96
086 - TERBEBANI
97
087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98
088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99
089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100
090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101
091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102
092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103
093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104
094 - COKELAT ANDA MELELEH
105
095 - BANTUAN YANG DATANG
106
096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107
097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108
098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109
099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110
100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111
101 - KERIS MPU GANDRING
112
102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113
103 - KERJA KERAS HAYAN
114
104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115
105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116
106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117
107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118
108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119
109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120
110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121
SEASON 2
122
SEASON 2 - INFO
123
GIVEAWAY
124
Curhat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!