002 - PUPIL BERWARNA MERAH

"Maaf dik kedainya tidak buka hari ini," kata penjaga kedai memunculkan setengah tubuhnya di pintu.

Idaline pergi sendirian ke kedai setelah lancar berjalan karena orang-orang di toko obat mendadak pergi di hari yang dijanjikan. Sri yang terus memperhatikan Idaline jatuh sakit karena kurang istirahat dan makan, akhirnya wanita paruh baya itu terbaring lemah di kamar.

"Saya ingin bertemu pemilik kedai," ucap gadis kecil yang memakai jarik dan kemben ditambah kain tipis berwarna hijau bertabur sulaman bunga melati disampirkan ke depan menutupi dada dan perutnya.

"Wah dik, kami yang sudah dua bulan di sini saja tidak pernah bertemu dengan beliau," ujar penjaga.

"Tidak pernah bertemu?" heran Idaline.

"Mereka hanya menjaga dan membersihkan toko. Para koki tidak tinggal di sana dan toko pun buka dua hari saja dalam sepuluh hari."

Seorang pemuda berkulit sawo matang yang membalut bagian bawah tubuhnya dengan sehelai kain jarik dan bertelanjang dada tanpa hiasan, sama seperti pria-pria lain yang Idaline lihat, muncul membawa gerobak.

Pertama kali melihat tabib masuk dengan bertelanjang dada, Idaline berteriak kencang. Menurutnya kurang pantas bila seseorang bertelanjang dada. Dan Idaline masih belum terbiasa dengan pria-pria bertelanjang dada, kali ini saja ia terpaksa untuk memastikan kecurigaannya.

"Benar, benar. Ini adalah salah satu koki di sini, namanya tuan Hasta." Penjaga mengenalkan pemuda itu pada Idaline. Penjaga telah membuka pintu lebar-lebar dan mendekat pada sang koki. "Saya saja, tuan." Penjaga mengambil gerobak lalu mendorongnya masuk ke dalam kedai.

"Lalu tuan koki, mohon sampaikan ini pada pemilik kedai." Idaline memberikan kertas lusuh yang tergenggam kencang di tangannya pada Hasta.

"Ohooo, apakah surat cinta dari nona kecil untuk pemilik toko yang sudah menyelamatkan dari penjahat?" Hasta mengerutkan keningnya membaca kertas di tangannya.

"Mungkin." Idaline tersenyum miring. Belum ada yang mengenal tulisan latin dan bahasa di dalamnya kecuali orang di masa mendatang. Idaline menyimpulkan tempatnya kini tinggal adalah masa lampau karena Idaline memiliki sedikit pengetahuan tentang hal itu.

"(Kalau ingin beef burger aku harus menyembelih sapi. French fries ada. Kalo orange juice kita petik dulu di kebun belakang)," jelas Hasta menggunakan bahasa modern.

Idaline tertawa renyah mendengar perkataan Hasta. Gerakan bibir yang tidak disadari pria itu ketika membaca kertas lusuh yang dibawa Idaline sudah meyakinkan hati Idaline. Hasta adalah orang yang sama dengannya.

"Silakan." Hasta menunjuk dengan jempolnya sembari masuk ke halaman restoran.

Air bening mengisi penuh ember berwarna hitam, tangan yang kotor oleh tanah dicelupkan ke sana lalu digosok-gosok sampai kotoran-kotoran yang menyelinap di ujung kuku berjatuhan. Membuang air pelan-pelan, Hasta timba kembali ember ke dalam sumur untuk mengisi ulang air bersih.

Idaline diam memperhatikan di belakangnya.

"Ingin ke ruanganku? Kebetulan ada tamu lain," tawar Hasta membasahi wajah lengketnya.

"Dengan senang hati," sahut Idaline.

Idaline mengikuti Hasta menapaki anak-anak tangga hingga mencapai lantai ketiga. "Perasaan hanya dua lantai," bingungnya menelisik sekitar.

Dari luar toko hanya terlihat memiliki dua lantai dan bangunannya pun terlihat kecil. Namun begitu masuk ke dalam, ruangan kedai sangat luas.

Mendengar bunyi benda bergerak, Idaline kembali fokus ke depannya, Hasta mendorong tembok kayu yang ternyata sebuah pintu! Jika tidak diperhatikan dengan teliti, pintu tidak akan terlihat. Warna dan potongannya sangat pas, berkamuflase di antara tembok-tembok merah yang kokoh.

"Kamu sangat mempercayaiku? Padahal baru pertama bertemu," ucap Hasta memecah keheningan.

Idaline menatap punggung lebar yang mendadak terasa dingin. Ia tersenyum mengobati hatinya yang ragu. "Yang dibutuhkan oleh orang seperti kita adalah teman dan ketenangan. Pasti ngeri kan datang ke dunia seperti ini sendirian?"

"Kamu membawa siapa, Hasta? Bukankah hanya kita berdua yang akan bertemu?" cecar seseorang dari dalam ruangan yang baru saja terbuka.

"Jangan seperti itu, nona Atem. Lihatlah nona kecil yang tidak berdaya ini." Hasta menggeser badannya dan masuk ke dalam ruangan sehingga nampak Idaline yang tidak kelihatan dari dalam ruangan.

"(Halo)" sapa Idaline.

"Di..Dila?" Gadis yang setinggi dengan Idaline meloncat ke arahnya dan menangkup wajahnya.

"Mohon maaf tapi nama saya Udelia bukan Dila." Idaline berkedip menatap Atem yang bekaca-kaca.

Hasta mengelus pundak Atem lalu menggelengkan kepalanya. "Silakan duduk, nona," ucap Hasta pada Idaline sambil membantu Atem duduk kembali di kursi. Kemudian lelaki itu melangkah ke mejanya dan menuangkan teh di sana.

"Maafkan saya. Aduh malu sekali menangis di depan anak-anak." Atem mengusap matanya dengan sapu tangan.

"Nona Atem sebenarnya adalah seorang ibu dari anak perempuan berusia enam tahun, namanya nona Lili," jelas Hasta memberikan teh pada Idaline dan Atem.

Idaline menghentikan gelas yang akan menempel di mulutnya. Ia menatap lekat-lekat Atem yang masih terlihat sangat muda dan segar.

"Tubuh nona Atem memang berusia sepuluh tahun dan saya tujuh belas tahun, tapi saya lebih muda loh." Hasta terkekeh pada wajah terkejut Idaline. "(Saya Roni, seorang pekerja di perusahaan F. Datang ke sini mungkin setelah kecapean bekerja.)"

"(Apakah Anda anak angkat pemilik perusahaan?)"

"(Begitu ya. Berita kematianku sudah tersebar.)" Sinar mata Hasta meredup, tampak air menggenang di matanya. "Ironi sekali mendengar kematian sendiri haha." Hasta tertawa canggung sambil mengelap ujung matanya dengan jari.

"(Mati? Anda? Anda tidak mati kok! Anda hanya pingsan karena kelelahan. Saya seorang teknisi yang ayah Anda sewa setelah lima hari Anda tidak sadarkan diri. Komputer Anda bocor. Untung sir Rino langsung menanganinya setelah pulang dari luar negeri. Btw Anda tidak sadarkan diri pada dua puluh tujuh di bulan Mei, sedangkan saya kemari tanggal empat Agustus di tahun yang sama)"

"Apa? Padahal saya sudah tinggal di sini lebih dari enam tahun." Tangan Hasta gemetar, ia berharap pikirannya bukanlah fatamorgana belaka.

"Benar. Saya juga terbangun bersama dengan Roni di saat yang sama," sahut Atem membenarkan.

Otak Idaline berputar, jarinya bergerak menghitung dengan cepat. "Berarti kita tinggal di sini satu bulan sama dengan satu hari di dunia modern," paparnya.

"Sepertinya begitu," ucap Hasta menyetujui. Atem mengangguk setuju.

"Perkenalkan saya Lili, ibu rumah tangga. Saya berpikir sudah mati karena hari itu terjadi gempa dan punggung saya terkena langit-langit rumah."

"Oh saya baca berita aksi heroik seperti itu pada Mei lalu. Syukurlah putri Anda selamat."

"Ah, terima kasih sudah memberitahu." Atem mengusap air matanya yang kembali keluar.

"Tidak masalah. Senang sekali bisa berbagi info membahagiakan.” Deretan gigi putih Idaline tampak berseri ketika ia tersenyum lebar. Tak lama senyumnya perlahan menghilang, wajahnya jadi semerah kepiting.

"Saya akan bawakan makanan." Hasta tertawa kecil mendengar bunyi perut Idaline. Atem tersenyum pada Idaline yang menunduk.

"Saya membuka butik di sini. Ingin memakai yang lebih nyaman? Pasti tidak nyaman memakai baju zaman ini."

"Benar sekali." Idaline mengangguk. Pakaiannya terasa tidak nyaman meski ia bisa memakai jarik dengan benar. "Bicara senyamannya saja tante."

"Kamu juga. Akan aneh kalau kita bicara terlalu formal."

"Oke, tante!" Semangat Idaline membara. Secercah cahaya muncul membawa harapan besar.

••••••••••••••••••••

Idaline menengok ke kanan dan ke kiri. Setelah berbincang-bincang, tidak terasa waktu sudah sore. Dengan yakin ia pulang sendiri karena sampai kedai dengan cepat. Hasta dan Atem hanya bisa menyetujuinya sebab ada tugas penting menanti mereka.

"Aduh," keluh Idaline melihat semua pohon sama besarnya, padahal ketika berangkat ia yakin hanya ada satu pohon besar di persimpangan jalan.

"Adik kecil apa yang kamu lakukan di sini? Sudah mau malam." Seorang pria paruh baya dengan seorang rekannya berdiri di bawah pohon besar.

"Ah, paman. Saya lupa jalan." Idaline menatap pepohonan yang berusaha ditutupi oleh keduanya. Daripada takut Idaline lebih penasaran dengan pohon yang ditutupi keduanya. Zaman itu budi luhur masih agung dilaksanakan, sangat jarang orang melakukan kejahatan.

"Adik ingin kemana?"

"Ke toko obat. Paman juga kenapa tidak pulang? Nanti banyak setan loh." Idaline terbelalak saat seorang pemuda terlempar ke pohon hingga bunyi tulangnya terdengar menyakitkan. Ia menengok pohon lain yang tidak ditutupi dua paruh baya yang barusan menyapanya.

"Kamu urus anak ini," suruh pria lain yang sedari tadi terdiam. Kedua orang itu terkejut saat mendapati Idaline hilang dari pandangan mereka.

"Apa yang kalian lakukan??" Idaline tidak ingin terlibat hal ini, tetapi begitu sadar ia sudah berdiri di depan sang anak bukannya lari ke arah yang lain.

"Anak kecil mengganggu saja," kesal salah satu orang yang terlihat seusia dengan Wala.

"Jangan kasar pada anak kecil, Baja Sapta."

"Ini akan jadi masalah karena dia sudah melihat wajah kita, Rapu Catra." Baja mengeluarkan keris dari sarungnya.

"Apa kamu tidak melihat warna aura di jantungnya sama seperti milik beliau?" pemuda lain menahan tangan Baja.

"Mohon maafkan kami." Kedua pria paruh baya menarik lengan Idaline dan membekuknya.

"Kalian tidak mendengarkanku?"

"Bayu!" teriak Baja dan Rapu, rekan mereka yang bernama Bayu mendekat ke arah Idaline dengan aura yang besar. Anak itu bisa mati dalam sekejap.

"Tuan muda..?" lirih pria paruh baya. Lengannya terluka saat bayu memegangnya lalu menghempas jauh lengannya dari lengan anak kecil yang mereka tangkap.

Idaline tidak memperhatikan sekitar, penglihatannya terkunci, ia menatap takjub pupil berwarna merah milik Bayu.

Lelaki tinggi itu menunduk mensejajarkan dirinya dengan tubuh Idaline. "Bagaimana pendapat Anda tentang anak kecil ini menjadi mahapatih untuk kerajaan kita?" tanya Bayu tersenyum.

"Bayu sadarlah sedikit. Pertanyaan ini akan membuat kepalanya sakit," tegur Baja.

"Anda sedang mempertanyakan keputusan pemimpin kerajaan ini?" tanya balik Idaline sambil berkedip membuat Bayu merasa gemas kemudian mengacak rambut gadis itu. Idaline merenggut rambut rapihnya jadi berantakan.

"Pemimpin terkadang bisa membuat kesalahan."

Idaline memukul tangan Bayu yang ingin memegang kepalanya lagi. "Lalu katakan langsung pada beliau!"

Bayu tertawa mendengar ucapan Idaline. "Pintar sekali, pintar sekali," pujinya.

Idaline mengalihkan pandangannya kepada seorang remaja yang bernapas kesusahan namun berusaha tetap sadarkan diri.

"Lihatlah dirinya yang tidak bisa menjaga diri sendiri. Bagaimana bisa ia menjaga keluarga kerajaan?"

Kaki Idaline melangkah pelan mendekat ke genangan darah segar yang tampak mengerikan. Ia menatap marah pemuda berselendang biru yang juga menekuk wajahnya kesal.

"Jika merasa mampu kenapa tidak berlomba dengannya? Kenapa kalian malah main keroyokan seperti ini?" Satu persatu Idaline ukir wajah para pemuda di ingatannya. Ia merentangkan tangannya berusaha melindungi pemuda tak berdaya di sana.

Pemuda itu tersenyum geli. Ia tak menyangka ada gadis kecil yang terlihat lemah dengan berani membelanya. Sebuah keputusan bodoh dalam pandangannya ikut terlibat dalam perseteruan orang asing. Tapi keberanian buntalan mungil itu masuk ke relung hatinya yang belum pernah terisi.

“Gadis kecil! Kamu satu-satunya..” Diam-diam pemuda itu batuk dan mengeluarkan darah. Ia menggelengkan kepalanya ke arah pohon tempat anak keluarga Sapta dan anak keluarga Catra bernaung.

Pemuda itu kembali fokus pada adegan di depannya. “Gadis kecil, kamu satu-satunya yang begitu bodoh namun berani,” batinnya terkekeh memandang wajah garang Idaline.

“Jika suatu saat berbuat begini lagi. Aku akan menghukum kalian! Saat itu aku pasti sudah lebih kuat dari kalian!!” janji Idaline dalam hatinya. Jika ia ucapkan, pasti remaja-remaja labil itu akan membunuhnya.

"Hei, anak kecil. Kamu tidak tau kalau kami sedang menghalau bencana yang akan terjadi pada kerajaan ini?"

"Tidak!" Idaline menatap tajam Baja yang berjalan ke arah mereka. "Kalian sama sekali tidak membantu jika membunuh mahapatih kerajaan ini. Apa kalian tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencari yang lain? Atau kalau dia mati, siapa yang kalian pikir pantas? Tetap saja kalian akan berdebat."

"Yang dikatakannya benar," kata Rapu dari tempatnya. "Meski tiga keluarga kita mendukung satu orang yang sama, bagaimana dengan keluarga lain? Nanti akan terjadi bunuh-membunuh secara berulang jika kita memulainya. Di samping itu, Yang Mulia Ratu tidak akan membiarkan kita begitu saja."

"Rapu apa kecerdasanmu jadi berkurang karena mendengar rengekan anak ini?" Baja semakin marah pada gadis perusak suasana. Rasanya ia ingin membunuhnya saat itu juga.

"HEI! Terus saja memanggil anak kecil, anak ini, anak itu. Aku punya nama!" Idaline mengerutkan dahinya. Ia sadar tidak berguna menjelaskan isi hatinya.

Sedangkan Baja merasa gadis itu sangat imut ketika merengek. Ia dan teman-temannya adalah spesies yang tidak tahan terhadap makhluk-makhluk imut. Baja berdehem menghilangkan kegemasannya.

"Sudahlah lupakan," gumam Idaline. "Kalau kalian tidak puas. Minta banding saja. Orang yang kalian pilih beradu kecerdasan dengan anak ini," usulnya.

"Meski aku kurang mengerti. Tapi sebenarnya bagus idenya untuk adu kecerdasan, lalu akhirnya keraguan kita dan Yang Mulia Ratu akan sama-sama hilang. Siapapun itu yang menang." Baja menyetujui usulan Idaline.

Namun Idaline tidak berpikir itu ide yang bagus jika orang-orang berhati sempit bertanding. Mereka akan merasa malu dan benci pada anak remaja yang bahkan menurut dunia modern belum berhak memiliki KTP. Idaline menghela napas saat orang-orang itu pergi.

"Padahal kamu tidak perlu membantu, dik."

Idaline menatap terkejut pada remaja yang berdiri memegangi pohon dengan kesusahan. Ia yakin tulang punggung anak itu telah patah dari kerasnya suara tulang terbelah.

Tetapi Idaline memilih diam memandangi dari tempatnya, tidak ingin terlibat terlalu jauh. Jika Idaline membantu berarti Idaline harus masuk ke rumah bangsawan dan tidak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi di sana. Mungkin menghilangkan jejak saksi mata.

Mahapatih seharusnya orang terkuat setelah raja.

"Tapi aku ucapkan terima kasih."

"Maaf sekali bukannya tidak ingin membantu tapi aku tidak–" kuat membawamu.

Ucapan Idaline terpotong hembusan angin kuat yang muncul dari pendaratan dua orang dewasa yang turun dari pepohonan membantu sang pemuda.

Idaline mengibaskan tangannya di wajah dan berpaling pergi. "Karena sudah ada yang membantu. Aku pamit pulang," katanya melambaikan tangan lalu berlari cepat berusaha hilang dari pandangan mereka.

Langkah Idaline memelan mendengar suara aliran sungai. Ia duduk di pinggir sungai tidak tahu seberapa jauh jaraknya dengan toko obat.

Idaline melipat kakinya ke perut dan menaruh dagunya di lutut. "Haah, sudah berapa hari?" Meski ia tahu perbedaan waktu 1 hari berbanding 1 bulan, tetap saja ia sudah berhari-hari pergi dari dunia modern.

Rasa rindu pada ibunya, ayahnya, dua adiknya..

Juga seluruh sepupu dan saudara yang telah memberi arti keluarga hangat dalam hidupnya semakin memuncak.

Tangis gadis itu pecah bersamaan dengan semeriwing angin sore yang semakin gelap.

••• BERSAMBUNG •••

© Al-Fa4 | 28 Mei 2021

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan like dan komen ya man teman

Kesimpulan Bab 2 :

1. Pemeran utama wanita atau yang kini disebut Idaline\, menemui orang dari dunia modern.

2. Pemeran utama wanita menceritakan jati dirinya sebagai Udelia pada orang modern tersebut. Dia percaya sesama orang modern pasti saling bantu membantu.

3. Pemeran utama wanita hilang arah saat pulang\, padahal saat berangkat dia mudah sampai ke kedai.

4. Pemeran utama wanita bertemu dengan seorang anak remaja yang dipanggil Mahapatih atau setingkat perdana menteri di kerajaan Jawa Kuno.

5. Pemeran utama wanita pergi ke hilir sungai karena tidak tahu arah ketika kabur dari Mahapatih. Dia tidak mau terlibat lebih daalam pada pertikaian orang-orang besar.

Terpopuler

Comments

MOM Jeska

MOM Jeska

like n komen buat author

2022-05-22

1

fanfan

fanfan

aku kok bingung.. 😞

2021-12-15

0

Rosita Rosita

Rosita Rosita

aku harus gjmana? kenapa aku bingung? aku bisa terdampar disini karna apa ya?🙄🙄🙄

kalo gak salah karna lihat like yang banyak🤭🤭

tapi kenapa otak aku gak nyampe baca ini🤣

2021-10-27

0

lihat semua
Episodes
1 001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2 002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3 003 - BERTAHANLAH NONA
4 004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6 005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7 006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8 007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9 008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10 009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11 010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12 011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13 012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14 013 - KUALITAS PRAJURIT
15 014 - MENGANGKAT MURID
16 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17 015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19 016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21 017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22 018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23 018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25 019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27 020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29 021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30 022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31 022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33 023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34 024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35 025 - BUNGA YANG MEKAR
36 026 - HAMPARAN RUMPUT
37 027 - KELUAR KERATON
38 028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39 029 - CALON NYONYAKU
40 030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41 031 - PULANG
42 032 - MATA AIR
43 033 - LUPA PADA SEMUANYA
44 034 - TUGAS SEORANG MURID
45 035 - PETI KOSONG
46 036 - PAKAIAN POLOS
47 037 - CANGKANG KEONG
48 038 - JEJAK SIHIR
49 039 - RUMAH PERBUDAKAN
50 040 - KAMU MENGAWASIKU?
51 041 - SEKAR LANGIT
52 042 - CALON SUAMI
53 043 - AKU MENCINTAIMU
54 044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55 045 - MENENANGKAN?!
56 046 - HARUM
57 047 - WETON
58 048 - PENOBATAN
59 049 - INGIN DILIHAT
60 050 - BOHONG
61 051 - PINGITAN
62 052 - UPACARA PERNIKAHAN
63 053 - TITAH
64 054 - SAKIT?
65 055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66 056 - DYAH
67 057 - MELATI
68 058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69 059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70 060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71 061 - HATI
72 062 - KENAPA TIDAK ASING?
73 063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74 064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75 065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76 066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77 067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78 068 - LUKISAN TERBAIK
79 069 - BOLEHKAH..?
80 070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81 071 - KALIGRAFI
82 072 - BUKAN AKU
83 073 - HANYA BISA PASRAH
84 074 - KUMOHON KEMBALILAH
85 075 - JANJI
86 076 - LAPANGAN BUBAT
87 077 - SURAT
88 078 - DIRESTUI
89 079 - ISTIRAHAT
90 080 - HUKUMAN
91 081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92 082 - JADI KENYATAAN
93 083 - PUTRA LAIN
94 084 - KATA MAAF
95 085 - PERTEMUAN
96 086 - TERBEBANI
97 087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98 088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99 089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100 090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101 091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102 092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103 093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104 094 - COKELAT ANDA MELELEH
105 095 - BANTUAN YANG DATANG
106 096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107 097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108 098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109 099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110 100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111 101 - KERIS MPU GANDRING
112 102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113 103 - KERJA KERAS HAYAN
114 104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115 105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116 106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117 107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118 108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119 109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120 110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121 SEASON 2
122 SEASON 2 - INFO
123 GIVEAWAY
124 Curhat
Episodes

Updated 124 Episodes

1
001 - MEMERIKSA ATAU MENYIKSA
2
002 - PUPIL BERWARNA MERAH
3
003 - BERTAHANLAH NONA
4
004 - ISTANA TEMPAT YANG MENGERIKAN
5
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
6
005 - TIDAK SUKA BERSANDIWARA
7
006 - MEMBAWA SIAL KE RUMAH
8
007 - SIHIR DAN KANURAGAN
9
008 - BATU HITAM PENUH WARNA
10
009 - TAMPAK SEPERTI PORSELEN
11
010 - PERDAGANGAN HITAM DAN PUTIH
12
011 - KEMATIAN TIDAK AKAN BISA DIHINDARI
13
012 - DUNIA SUDAH BERKEMBANG
14
013 - KUALITAS PRAJURIT
15
014 - MENGANGKAT MURID
16
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (1)
17
015 - MAHAPATIH MENCARI ANDA (2)
18
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (1)
19
016 - PERINTAH KANJENG GUSTI PANGERAN (2)
20
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (1)
21
017 - KALIAN AKAN MENIKAH (2)
22
018 - LAPORKAN SEMUANYA (1)
23
018 - LAPORKAN SEMUANYA (2)
24
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (1)
25
019 - SIMULASI PERNIKAHAN (2)
26
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (1)
27
020 - SURAT PEMBATAL PERTUNANGAN (2)
28
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (1)
29
021 - SEMUA SUDAH BERLALU (2)
30
022 - BERLIBURLAH DAHULU (1)
31
022 - BERLIBURLAH DAHULU (2)
32
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (1)
33
023 - KESEJAHTERAAN DAN PETUNJUK (2)
34
024 - KAKAK SANGAT KEJAM
35
025 - BUNGA YANG MEKAR
36
026 - HAMPARAN RUMPUT
37
027 - KELUAR KERATON
38
028 - JANGAN MEMAKSAKAN DIRI
39
029 - CALON NYONYAKU
40
030 - MEMBERIKAN KEMULIAAN
41
031 - PULANG
42
032 - MATA AIR
43
033 - LUPA PADA SEMUANYA
44
034 - TUGAS SEORANG MURID
45
035 - PETI KOSONG
46
036 - PAKAIAN POLOS
47
037 - CANGKANG KEONG
48
038 - JEJAK SIHIR
49
039 - RUMAH PERBUDAKAN
50
040 - KAMU MENGAWASIKU?
51
041 - SEKAR LANGIT
52
042 - CALON SUAMI
53
043 - AKU MENCINTAIMU
54
044 - MENDAPAT PENGAJARAN
55
045 - MENENANGKAN?!
56
046 - HARUM
57
047 - WETON
58
048 - PENOBATAN
59
049 - INGIN DILIHAT
60
050 - BOHONG
61
051 - PINGITAN
62
052 - UPACARA PERNIKAHAN
63
053 - TITAH
64
054 - SAKIT?
65
055 - PEREMPUAN PILIHANNYA
66
056 - DYAH
67
057 - MELATI
68
058 - AKU AKAN MEMBAWAMU KEMBALI
69
059 - KENAPA SEMUA JADI RUMIT BEGINI?
70
060 - AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU
71
061 - HATI
72
062 - KENAPA TIDAK ASING?
73
063 - HARUSNYA ITU ADALAH MILIKNYA
74
064 - SEDANG MENCARI WANITA LAIN
75
065 - KENAPA TIDAK BUNUH AKU SAJA?
76
066 - BERSAMA MAHARAJA JUGA MAHAPATIH
77
067 - SAMPAI WAKTU YANG BELUM DITENTUKAN
78
068 - LUKISAN TERBAIK
79
069 - BOLEHKAH..?
80
070 - APA AKU BUKAN SUAMIMU?
81
071 - KALIGRAFI
82
072 - BUKAN AKU
83
073 - HANYA BISA PASRAH
84
074 - KUMOHON KEMBALILAH
85
075 - JANJI
86
076 - LAPANGAN BUBAT
87
077 - SURAT
88
078 - DIRESTUI
89
079 - ISTIRAHAT
90
080 - HUKUMAN
91
081 - BERTINDAK SESUKA HATI
92
082 - JADI KENYATAAN
93
083 - PUTRA LAIN
94
084 - KATA MAAF
95
085 - PERTEMUAN
96
086 - TERBEBANI
97
087 - MEMINTA IZIN BUKAN MENGAJAK
98
088 - KUBERI SATU KESEMPATAN
99
089 - INI SUDAH WAKTUNYA
100
090 - DIA TIDAK MUNGKIN MEMBENCI BAGIAN DARI IDALINE
101
091 - KEBAHAGIAANKU ADALAH MEMILIKIMU
102
092 - BINTANG DI LANGIT YANG CERAH
103
093 - BERGERAK MEMBENTUK GELOMBANG
104
094 - COKELAT ANDA MELELEH
105
095 - BANTUAN YANG DATANG
106
096 - KESEMPATAN SEKALIGUS HUKUMAN
107
097 - SESUAI INTRUKSI MAHARAJA
108
098 - KEHAMILAN ADALAH ANUGERAH
109
099 - MEMECAHKAN DUA-DUANYA
110
100 - TIDAK MAU TERJADI SESUATU YANG GAWAT
111
101 - KERIS MPU GANDRING
112
102 - AKU AKAN BEKERJA KERAS SAMPAI KAMU MENCINTAIKU
113
103 - KERJA KERAS HAYAN
114
104 - IKATAN YANG TERPUTUS DALAM JIWANYA
115
105 - KETURUNAN TUNGGUL AMETUNG
116
106 - ANGIN YANG BERHEMBUS KENCANG
117
107 - GENANGAN DARAH DI TANAH
118
108 - LAPISAN PELINDUNG YANG SANGAT TEBAL
119
109 - MAHARANI SUDAH SEMBUH
120
110 - SURAT UNTUK IBUNDA
121
SEASON 2
122
SEASON 2 - INFO
123
GIVEAWAY
124
Curhat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!