Nala masih diam seribu bahasa bahkan setibanya mereka di rumah sakit. Gadis itu sama sekali tidak mau mengajak Tristan bicara setelah ia mendengar Tristan mengatakan kepada Adit, pemuda yang sudah lama dekat dengannya, bahwa ia adalah calon istri dari Tristan. Calon istri apaan coba? Baru kali ini mereka bertemu.
"Kenapa lo diem dari tadi?" tanya Tristan akhirnya. Mereka masih berada di dalam mobil belum turun walaupun mereka sudah tiba di rumah sakit tempat kakek sedang dirawat.
Nala hanya menggeleng, lalu turun dari mobil diikuti Tristan yang turun juga kemudian.
"Lo marah gue bilang sama pacar lo itu kalau lo adalah calon istri gue?"
"Adit bukan pacar Nala. Cuma Nala gak ngerti apa yang kamu bilang tadi. Terlalu mengada-ada."
Tristan tertawa renyah lalu mengajak Nala berbicara sambil jalan. Karena kalau cuma berdiri di dekat parkiran, mereka akan kehabisan waktu. Apalagi saat ini, kakek sedang menunggu keduanya di dalam ruang perawatan.
"Siapa bilang gue mengada-ada, Nala?"
Nala menoleh lagi, semakin gak ngerti apa yang sedang dibicarakan oleh lelaki yang baru dua jam ia kenal itu.
"Mana ruangan Kakek Abi? Nala harus tanya Kakek apa maksud semua ini."
Tristan hanya mengangguk setuju. Diam-diam dia mengamati Nala melalui sorot matanya. Gadis itu sebenarnya sangat menarik, apalagi Nala polos, pasti banyak sekali lelaki yang mendekatinya dan lagi, ia juga seorang biduan yang kerap manggung dan dilihat banyak orang. Walaupun cuma sering mengisi acara pesta, tapi ya tetap saja, tidak sedikit orang yang mengenal Nala.
Tristan juga gak ngerti, kenapa Nala mau aja jadi biduan, bukan berarti Tristan merendahkan profesi itu, tapi lebih karena dia gak habis pikir saja pada Nala, bukannya di luar sana, Nala bisa melamar pekerjaan lain yang lebih baik?
"Sore, Pak Tristan." Para perawat cantik yang kebetulan berpapasan dengan mereka di koridor memberi sapaan. Nala jadi tahu, itu menandakan, Tristan adalah orang yang terpandang. Nala cuek aja sih, sepanjang koridor yang disapa cuma Tristan, dia kayak gak dianggap. Nala biasa aja tuh walaupun sedikit nyut-nyutan karena terasa sekali tidak enaknya jika dibedakan. Dahlah, aku mah apa atuh? teriak Nala sama kelabang yang kebetulan lewat.
"Itu kamar Kakek. Ayo masuk." ajak Tristan setibanya mereka di depan ruang perawatan.
Terdengar gaduh di dalam, Tristan udah panik dan berpikir yang enggak-enggak, ternyata itu suara papa dan kakeknya Tristan yang lagi asyik nonton siaran pertandingan bola kaki.
"Ya ampun, kirain tadi ada kebakaran." ujar Tristan menghentikan aksi gaduh kakek dan papanya.
Mata Kakek Abimanyu berbinar setelah melihat Nala. Begitu pula Nala yang sudah lama tidak berjumpa dengan sahabat kakeknya itu.
"Nala, kemari, Kakek rindu sekali." Mata Kakek nampak berbinar-binar. Nala mendekat dan meraih tangan kakek lalu menciumnya penuh sopan santun.
"Apa kabar Kakek Abi?"
"Beginilah, Nala. Ayo duduk, ada yang ingin Kakek sampaikan sama kamu."
Nala duduk di samping ranjang kakek. Baru saja ia mendaratkan pantatnya di atas kursi, pintu ruangan itu kembali terbuka. Seorang wanita paruh baya dan anggun tampak tersenyum pada Nala.
"Ini anaknya ya, Yah?" tanya mamanya Tristan pada kakek yang segera mengangguk.
"Cantik sekali." Nala tersenyum sesaat. "Calon istri kamu ini cantik banget loh, Tan."
Nala refleks menoleh, menatap semua orang yang ada disana. Dia semakin gak ngerti. Kenapa semua orang bilang dia adalah calon istrinya Tristan?
"Kamu pasti bingung ya kenapa tiba-tiba Kakek minta Tristan datang cari alamat rumah dan jemput kamu."
Nala mengangguk.
"Nala, pasti sudah biasa melihat keakraban Kakek sama Kakek kamu dulu?" Lagi, Nala mengangguk.
"Karena itu, ada amanah dari Kakek kamu kepada Kakek. Bahwa sebelum beliau meninggal, dia menitipkan Nala sama Kakek dan kami sudah sepakat akan menikahkan kamu dengan salah satu cucu ganteng Kakek. Pilihan Kakek jatuh kepada Tristan."
Nala mengangguk lagi. Tapi sesaat kemudian dia jadi mengerjap-ngerjapkan matanya. Berusaha mencerna apa yang barusan Kakek katakan.
"Apa?!"
Seolah tersadar, Nala langsung berteriak. Semua orang yang ada di dalam terpaksa menutup telinga sebab Nala teriak kencang banget. Gitu banget kalau biduan yang teriak karena kaget, nadanya udah oktaf yang paling tinggi lengkap dengan cengkoknya pula.
"Tenang, Nala. Kakek tahu ini pasti mengagetkan kamu. Tapi, inilah kenyataannya dan Kakek akan segera mewujudkannya sesuai janji Kakek sama Kakek kamu. Kakek harap kamu bisa mengerti, ya? Ini demi kebaikan kamu. Kamu tinggal sendirian sekarang, Kakek akan menjadi orang yang paling khawatir akan hal itu."
Nala beneran gak bisa berkata apa-apa lagi. Gimana mau ngerti coba? Dia dan Tristan baru aja ketemu, sekian purnama kakek Abi gak pernah muncul dan sekarang sekalinya mereka ketemu, malah ada pembicaraan seperti ini.
Ini berita lebih parah dibanding saat dia menerima kabar pas manggung honornya malah ketahan karena si tuan acara kehabisan dana. Itu udah nyesek tingkat dewa, tapi yang lebih menyesakkan adalah kabar yang dia dengar hari ini. Shock berat Nala.
Ia memandang Tristan yang lagi asyik main ponsel dan senyum-senyum sendiri menatap benda itu. Itu calon suaminya? Gak ada pedulinya sama sekali dengan obrolan tentang pernikahan ini.
Nala jadi pengen ke kuburannya kakek terus tanyain kenapa bisa-bisanya kakek menjodohkan dirinya sejak dulu tanpa dia tahu.
"Tapi Kek ..."
"Nala bisa berpikir, tapi sebenarnya kamu gak akan punya pilihan lain. Ini amanah Kakek kamu loh."
Nala jadi menggigit bibir bawahnya sendiri. Dia jadi gusar. Sang calon suami yang sempat dia panggil 'Oom' itu malah terlihat santai dan gak peduli sama sekali.
"Hidup Nala akan terjamin, Nala akan ada yang melindungi setiap waktu."
Membayangkannya memang menyenangkan sih. Tapi, melihat Tristan yang sudah menjauh dari ruangan dan terlihat sibuk dengan ponsel kemudian keluar, membuat Nala jadi sangsi, bahwa lelaki itu beneran mau menikahinya tanpa embel-embel apapun.
"Kakek, boleh Nala berpikir dulu?"
Kakek mengangguk tapi dia tetap yakin Nala tidak akan bisa menolak perjodohan ini.
Jadi setelah selesai bicara pada Kakek dan pamit pulang, Nala keluar dengan berbagai pertanyaan di kepalanya sendiri. Saat keluar dia melihat Tristan di ujung koridor.
"ehmmmmm Bang Tristan." panggil Nala pelan. Tristan yang sedang asyik bermain ponsel menghentikan keasyikannya itu.
"Udah?"
Nala mengangguk.
"Oke, jadi lo setuju kan sama pernikahan ini?" tanya Tristan santai..
"Nala butuh waktu untuk berpikir."
Tristan tertawa lebar.
"La, selain lo, gue juga shock dengan hal ini. Bisa-bisanya Kakek kita jodohin kita dari dulu. Gue yakin lo juga pasti terpaksa, begitupun gue. Dan jujur aja, gue mau menikah sama lo karena mempertahankan harta Kakek yang kalo gue gak nikahin lo yang adalah syaratnya, semua itu akan jatuh ke tangan sepupu gue."
Nala mengangkat wajahnya. Mendengar itu dia jadi kesal.
"Nala gak akan menerima perjodohan ini!"
"Lo gak akan bisa nolak, itu udah jadi pembicaraan sejak lama. Pernikahan kita akan digelar dan gue gak mau kehilangan harta gue kalo lo menolak itu!"
"Terserah apa kata kamu! Nala juga berhak menentukan jalan hidup Nala sendiri!"
Nala berlari, pergi keluar dari rumah sakit dengan Tristan yang sudah mengejarnya. Tapi terlambat, Nala sudah menghentikan tukang becak yang kebetulan lewat. Sambil menangis tersedu-sedu, Nala duduk di atas becak yang akan mengantarnya pulang.
"Neng, masih jauh gak alamatnya?" Tukang becak udah ngos-ngosan karena Nala belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Nala segera menjelaskan letak alamat rumahnya yang langsung bikin kang becak pingsan sesaat.
"Maaf Neng, saya kirain gak sejauh itu. Neng cari aja deh taksi, bisa gak punya kaki lagi saya kalau nganterin Neng sejauh itu. Gak papa, bayar setengahnya aja dari harga argo."
Sok-sokan mah kang becak, mana ada argo di becak coba?
Masih dengan ngos-ngosan, tukang becak mengipas wajahnya pake topi koboi. Bukan cuma kakinya yang bakal patah kalau tetap nekat nganterin Nala, tapi juga mereka mungkin akan sampai tengah malam nanti mengingat jauhnya lokasi alamat Nala.
"Maaf ya Pak, Nala beneran tadi asal masuk. Ini uangnya."
"Kebanyakan Neng, saya juga gak enak karena gak bisa nganterin sampai ke rumahnya Neng."
"Gak papa, Pak." Nala tetap menyerahkan uang lebih itu untuk kang becak.
Akhirnya kang becak yang tadinya enggak enak jadi enak menerima uang lebih secara ikhlas itu dari Nala. Nala menunggu taksi yang lewat.
Beberapa menit menunggu akhirnya muncul juga taksi dengan tujuan ke rumahnya. Di dalam taksi, Nala jadi sedih banget. Dia akan dinikahi Tristan karena lelaki itu ada maksud tertentu. Demi harta yang gak boleh jatuh ke tangan sepupunya. Terus demi apa lagi, bocil? Demi cinta jelas gak mungkin. Kenalnya aja baru udah cinta aja. Terus lagi, Tristan mana suka sama dia, standar lelaki itu pasti tinggi. Apalah Nala yang cuma debu kabel organ tunggal itu.
"Nala gak bisa terima semua ini!" erang Nala tiba-tiba bikin kang supir jadi kaget.
Tolong ya jangan kesurupan lagi. Kang supir udah waspada sebab baru aja dia nurunin orang karena tiba-tiba kesurupan di dalam taksinya.
"Aman ya Neng?" tanya Kang supir memastikan. Nala mengangguk aja.
Kang supir jadi menghembuskan nafas lega dari atas dan bawah. Kebetulan kang supir semalem abis makan jengkol dan sekarang Nala udah mau pingsan cium gas beracun yang udah bikin dia mabok. Kayaknya abis ini Nala beneran bakal kesurupan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Raufaya Raisa Putri
jgn ngreog nal...
2024-09-05
0
Sulaiman Efendy
TRISTAN GOBLOK AMAT, NGPA JUJUR JUGA MASALAH HARTA...
2022-10-05
0
Pocut
Somplak bgt lo thor🤣🤣🤣
2022-03-21
0