Nala jadi gak bisa tidur sepeninggalan Tristan tadi. Sekarang dia lagi telentang, melihat ke atas menatap langit-langit kamar. Pikirannya masih aja bercabang- cabang kemana-mana. Terkenang kedatangan Tristan lalu pertemuan dengan kakek Abi dan kemudian kembali bertemu Tristan lagi beberapa jam yang lalu.
Teringat juga Nala saat Tristan mencium paksa bibirnya, bekas tempelan bibir lelaki itu juga rasanya masih membekas. Nala jadi meraba bibirnya sendiri pelan-pelan. Mengusapnya dengan jari telunjuk, berusaha mengingat lagi rasanya dicium laki-laki.
"Kenapa enak ya?" tanya Nala sama Beben yang lagi tiduran di karpet. Beben cuma melihat Nala sebentar, terus melengos dan balik tidur lagi. Monyet gak ngerti masalah cinta-cintaan!
Nala jadi geleng-geleng kepala.
"Apaan sih? Enak apaan coba? Itu namanya pemaksaan. Beben tahu kan, Nala gak suka laki-laki begitu! Gak ada sopan santunnya sama perempuan!"
Beben bangun lagi dong dengar Nala udah ngedumel dengan nada ngegas. Beben sampe duduk dari posisinya yang tadi berbaring seolah lagi dengerin Nala yang lagi curhat.
"Itu ciuman pertama Nala, Ben!" kesal Nala sama Beben!
Beben bikin suara berisik abis itu. Mungkin dia mau protes sama Nala, yang jahat Tristan, yang dimarahin kok Beben. Dunia memang kejam, Ben!
Terus Nala bangkit dari tempat tidur. Perlahan, dia masuk ke dalam kamar kakeknya. Dihidupkannya lampu, lalu Nala mulai duduk di pinggir ranjang. Beben ngikut aja, padahal dia udah ngantuk berat setelah seharian kerjaannya manjat pohon.
"Kakek, kenapa harus jodohin Nala sama Tristan?" Nala bertanya sambil mengusap foto kakeknya dalam bingkai. "Tristan itu laki-laki jahat! Dia paksa Nala buat menikah agar gak kehilangan hartanya." Nala mulai curhat lagi. Beben makin ngantuk, matanya udah gak bisa diajak kompromi. Akhirnya Beben ketiduran di atas lipatan sarung kakek.
Sudah jam setengah satu malam, Nala akhirnya kembali ke kamarnya sendiri. Sambil menggendong Beben yang udah pergi berlayar ke alam mimpi. Diletakkannya lagi Beben ke dalam ayunan yang terbuat dari kain sarung bekas kakek dulu.
Nala sendiri akhirnya memilih tidur, daripada makin pusing mikirin ancaman Tristan.
Keesokan harinya saat Nala habis mandiin Beben, Nala juga bergegas mandi. Suara kang sayur terdengar menyerukan namanya.
"Neng Nala, keluar dong. Akang bawain sayur seger nih."
Nala yang udah selesai mandi dan memakai dress rumahan keluar dengan rambut bergelung handuk. Para ibu-ibu tetangga menyapanya ramah seperti biasa. Semua tetangga Nala orang baik, kalau ada yang julid cuma segelintir dan itu gak pernah membuat Nala ambil hati setiap ada yang ngomongin profesinya sebagai biduan kampung.
"Pagi, Nala." Sapa ibu-ibu yang rambutnya baru kelar direbonding.
"Pagi juga ibu-ibu. Wah, Nala beli sayur apa ya?" kata Nala sambil memilih-milih sayuran segar. Kang sayur cuma bisa mandangin Nala sambil bertopang dagu.
"Kang, gitu amat lihatin Nala!" tegur salah satu ibu-ibu membuat kang sayur jadi segera pasang gaya cool.
Nala cuma tersenyum, sebagai gadis cantik dan biduan, Nala memang rajin merawat dirinya. Biar kata cuma pake lulur yang harganya dua puluh ribuan, tapi dia tetap terawat. Profesinya sebagai seorang biduan memang harus tetap menarik dan wajib enak dipandang. Kalau Nala bukan cuma enak dipandang tapi juga enak dipegang. Itu menurut Tristan ya.
"La, cowok ganteng yang kemarin kesini itu siapanya kamu?" tanya ibu-ibu mulai kepo.
Nala tersenyum, berusaha menghindari pertanyaan sensitif itu.
"Bukan siapa-siapa kok, Bu. Itu, hmmmmm cucunya teman Kakek."
"Ganteng banget loh La. Udah ada istrinya belum? Kalo belum mau Ibu kenalin sama anak gadis ibu, si Jaenab."
Nala tersenyum lagi. Kayaknya usul ibu itu lumayan juga. Harusnya Tristan berjodoh sama Jaenab tuh. Jaenab kan suka banget ngangon kambing. Pas lah sama kambing yang semalam udah merenggut paksa bibirnya perawan tingting.
Pas lagi mikirin itu, eh, kambingnya beneran dateng. Nala buru-buru masuk ke dalam rumah meninggalkan ibu-ibu yang udah terpesona.
"Pagi, ibu-ibu. Numpang lewat ya, mau samperin calon istri." Tristan berkata dengan sopan juga dengan senyum maut bikin ibu-ibu kejang-kejang. Apalagi ibunya Jaenab yang langsung shock berat pas tahu ternyata mantu khayalan itu adalah calon suami Nala.
"Jadi itu calon suaminya Nala?"
Udah pada saling tanya mereka semua, bisik-bisik tetangga tapi tetep kedengaran. Kang sayur jadi gak semangat mau jualan lagi, dia lagi patah hati.
Nala lagi bersihin sayur buat dimasak waktu Tristan mengejutkannya dari pintu dapur. Entah mengapa semenjak kejadian semalam, Nala jadi deg-degan tiap lihat Tristan. Takut Tristan bakal bikin ulah lagi kayak semalam.
"Ini masih pagi. Kenapa Tristan kesini?" tanya Nala tanpa menoleh.
Tristan duduk di kursi dekat meja makan. Menyaksikan Nala yang lagi asyik memetik sayur kangkung.
"Gue ya mau tahu jawaban elo." jawab Nala Tristan santai.
"Kan Nala udah bilang, Nala akan kasih jawabannya dalam beberapa hari lagi."
"Lo pikir gue bego? Lo pasti lagi rencanain sesuatu buat bisa menghindar."
Nala memutar tubuhnya. Meski sekarang tanpa make up dan rambutnya masih berhias handuk, Tristan bisa melihat kecantikan alami calon istrinya itu.
"Nala gak selicik kamu." ujar Nala seketika membuat Tristan diam. Dia sadar semalam dia sudah keterlaluan, tapi cuma itu cara yang dia punya untuk membuat Nala mau menerima perjodohan mereka.
"Nala, gue tahu ini berat buat lo, juga buat gue. Gini aja, gimana kalau kita bikin kesepakatan?"
Nala menatap Tristan lama lalu mematikan air di wastafel dan duduk di depan Tristan.
"Apa rencana kamu?"
Tristan tersenyum, sebentar lagi Nala pasti gak akan menolak semua hal yang akan dia jelaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Raufaya Raisa Putri
disogok pk ap nal
2024-09-06
0
Kenzi Kenzi
yakin.men.bang
2022-03-22
0
Sri Rahayu
si Tristan ganteng-ganteng dikata kambing
2022-02-11
0