Tristan sampai membuka kacamatanya setelah ia mendengar sendiri, Nala memanggilnya Oom. Sudahlah dia kesal banget karena dipanggil Oom, terus suaranya anak monyet di atas pohon mangga makin berisik aja.
"Oom? Yang bener aja gue dipanggil Oom!" protes Tristan sama Nala yang masih nampak mengantuk. Ia bahkan kembali terpejam dengan posisi masih berdiri di depan Tristan, membuat Tristan jadi hampir hilang kesabaran.
Tapi kemudian, Nala membuka matanya ketika suara monyet makin berisik. Matanya terbuka lebar lalu dia melongo, berjalan melewati Tristan menuju ujung teras menghadap pohon dan menatap anak monyet yang sedang membuat gerakan melompat-lompat dari satu dahan ke dahan yang lain. Posisinya jadi membelakangi Tristan.
"Beben! Bisa diem gak?"
Nala berkacak pinggang sambil sedikit membuat gerakan menyuruh monyet bernama Beben itu segera turun. Sedikit gerakan bikin pinggul dan pantat Nala bergoyang. Gimana kalau lagi manggung. Tristan jadi membayangkan yang enggak-enggak.
Masih dengan serius menatap pantat semok bergoyang itu, Nala tiba-tiba berbalik, gantian menatap Tristan yang kepergok lagi mikir macem-macem.
"Oom lagi liatin apa?!" tanya Nala galak. Tristan jadi gelagapan sambil menunjuk pohon yang gerak-gerak.
"Itu, pohonnya goyang!"
Pengen rasanya Tristan menampar pantatnya Beben yang dipakein pempers karena ketahuan lagi memikirkan sesuatu yang bulat berbelah milik Nala. Lah, yang goyang pantatnya Nala, kok pantat Beben yang mau ditampol! Dasar Oom!
"Lo jangan panggil gue Oom dong! Gue masih muda, tau! Lagian, ada tamu bukannya disuruh masuk!" protes Tristan lagi.
Tersadar bahwa tamunya memang masih di teras, Nala akhirnya menurunkan tangan yang tadi lagi kacak pinggang.
"Hmmmmm, masuk deh."
Tristan mengikuti Nala masuk ke dalam.
"Oom duduk disini dulu ya, Nala buatin minum."
"Yaaaa gue dipanggil Oom lagi!" keluh Tristan.
Sembari menunggu Nala yang lagi sibuk bikin minuman, pandangan Tristan terlihat menyapu sekeliling. Ada banyak foto yang tergantung. Foto seorang bayi dengan kedua orangtuanya yang Tristan yakin itu adalah Nala waktu masih kecil dan belum berkembang seperti sekarang. Apaan yang ngembang? Tristan jadi menampar pipinya sendiri agar segera sadar karena tadi gak sengaja lihat pantat kenyal goyang-goyang.
Terus dia surprise lihat sebuah bingkai foto di dalamnya ada foto kakeknya waktu masih muda berangkulan dengan tawa renyah bersama pria sebaya yang Tristan yakini itu adalah kakeknya Nala.
Nala kembali dengan membawa nampan berisi makanan ringan juga sirup dingin yang biasanya selalu tampil di iklan tiap bulan puasa. Gak perlu disebutin merknya apa, kalian pasti udah pada tahu.
"Silahkan diminum, Oom."
"Ya ampun, berapa kali sih gue bilang gue masih muda! Jangan panggil Oom lah!" Masih protes juga Tristan.
"Ya abis, dandannya kayak Oom. Jadi Nala panggil kamu apa dong?" tanya Nala, Tristan menatap gadis itu lekat. Ia yakin gadis ini bahkan belum genap dua puluh tahun, tapi badannya padat berisi walaupun wajahnya imut kayak marmut.
"Gue Tristan, lo bisa panggil gue begitu."
"Ih, gak sopan dong. Masa kamu udah tua aku panggil nama aja."
"Gue masih muda, Nala!"
"Berapa emang umurnya?" tanya Nala lagi.
"Dua puluh delapan tahun."
"Hmmmmm gak muda-muda banget. Muda itu kayak Nala."
Nala tersenyum bangga. Kedua lesung pipinya bikin dia jadi tambah manis.
"Berapa umur lo emang?" tanya Tristan balik sambil menyesap minuman dingin berwarna hijau itu.
"Nala baru delapan belas tahun, minggu kemarin ulang tahunnya." Nala terkekeh.
Tristan terkesiap, hampir tersedak. Yang benar saja, masa dia harus nikah sama bocil gini? Biar bocil bodynya oke juga loh Tan. Bisik setan kepada Tristan.
"Kok lo bisa jadi biduan sih?" Seolah lupa dengan tujuannya mendatangi Nala, Tristan malah keasyikan tanya ini itu sama gadis ranum di depannya ini.
"Nala gak punya pekerjaan lain. Lulus sekolah, setelah kakek Nala meninggal, cuma bisa nyanyi doang, jadi sering diajak ikutan manggung kalo ada yang lagi nikahan. Besok juga Nala ada job nyanyi di kawinan orang. Enak kok jadi biduan, Nala bisa tetap makan dan dapat uang."
Berbinar, Nala menceritakan itu kepada Tristan yang cuma bisa bengong. Walau dia sendiri, tapi Nala terlihat bersemangat menjalani hari.
"Nyokap bokap lo mana?"
Nala diam beberapa saat terus dengan senyum dia menjawab. "Ayah sama Ibuk udah gak ada, Bang. Waktu umur Nala lima tahun, mereka kecelakaan. Jadi, setelah itu Nala diasuh Kakek dan Nenek. Tapi Nenek Nala sudah meninggal juga waktu Nala sepuluh tahun dan tinggal Kakek terus satu tahun yang lalu Kakek juga meninggal, Nala sendirian deh." cerita Nala, masih dengan senyum hangatnya.
"Sorry, gue gak tahu nyokap bokap lo udah gak ada." Tristan jadi gak enak hati.
"Gak papa kok. Oh iya, Bang Tristan ada perlu apa ya sama Nala? Nala gak ada loh ngambil kredit motor."
Hampir tersedak Tristan mendengar Nala ngomong begitu. Masa dia dikira deptcollector yang mau nagih cicilan tunggakan motor. Tristan mengeluarkan ponsel lalu melihat wajahnya yang tampan di kameranya. Gak ada mirip-miripnya kok sama tukang tagih kredit! Dasar bocil!
"Eh, lo kira gue deptcollector apa?"
"Iya, maaf-maaf. Terus Abang ada perlu apa sih? Nala gak pernah lihat abang di daerah sini." Nala terkekeh dan bertanya dengan heran maksud kedatangan Tristan hari ini ke rumahnya.
"Tuh, lo kenal gak sama laki-laki yang lagi rangkulan di foto itu, sama Kakek lo itu." tunjuk Tristan.
Nala mengangguk pelan. "Itukan Kakek Abimanyu, teman akrab Kakek Ridho, Kakeknya Nala."
Surprise lagi Tristan, ternyata Nala mengenal dengan baik kakeknya.
"Kakek gue pernah kesini?"
"Oh, Kakek Abimanyu itu Kakeknya Abang ya?" Tristan mengangguk. "Pernah, beberapa kali malahan. Tapi waktu Nala berumur lima belas tahun, Nala gak pernah lagi ketemu Kakek Abi. Tapi beberapa hari sebelum Kakek meninggal, Kakek Abi datang lagi. Setelah itu gak pernah lagi."
Tristan mengangguk paham.
"Lo mau ikut gue ke rumah sakit?"
"Ngapain? Nala gak sakit kok." ujar Nala cepat.
"Enggak, bukan elo yang sakit memang. Tapi Kakek gue, dan dia pengen ketemu elo."
Nala tampak terkejut, sekian lama tidak pernah berjumpa dengan sahabat karib kakeknya, kini cucunya datang mengabarkan ia sakit.
"Kakek Abi sakit apa?" tanya Nala cepat.
"Kondisinya drop, dan dia pengen ketemu elo. Makanya gue kesini. Lo bisa kan datang ke rumah sakit?"
Nala tampak menggigit bibirnya, Tristan jadi pengen digigit juga. Apaan sih?! Orang lagi serius juga!
"Bisa, kapan Nala bisa ketemu Kakek?"
"Sekarang, bisa?"
Nala mengangguk. "Bisa, tapi Nala mandi dulu ya."
Tristan mengangguk membiarkan Nala pergi ke belakang dan bayangan Nala keluar dari kamar dengan memakai handuk bikin Tristan deg-degan seketika.
"Sialan itu bocah! Kenapa gue jadi deg-degan gini sih?!" maki Tristan pada dirinya sendiri. Terus kakinya terasa dipegang, dia menunduk dan menemukan monyet pake pempers lagi menengadahkan tangannya.
"Apaan, monyet? Lo mau ini?" Tristan menunjuk sebuah pisang di atas meja. Monyet itu ketawa sambil menunjukkan giginya yang putih bersih.
Jadi deh sekarang Tristan asyik lihatin Beben lagi makan pisang. Pisangnya sendiri lagi berdenyut gak karuan padahal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Raufaya Raisa Putri
kocak si Beben...untung bkn pisang sendiri yg dikasih
2024-09-05
0
Raufaya Raisa Putri
lg liat gandul
2024-09-05
0
RaveENa
sumpah dehh Thor ini nama om ipar aq🤣🤣🤣🤭🤭🙈🙈
2023-10-31
2