NovelToon NovelToon
Sang Penerus Yang Tersembunyi

Sang Penerus Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi / Konglomerat berpura-pura miskin / Menyembunyikan Identitas / Kultivasi Modern
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: dira.aza07

Seorang anak laki-laki kala itu masih berusia 10 tahun, tidak di kenal oleh siapapun karena identitasnya telah di sembunyikan oleh sang Ibu.

Suatu hari sang lelaki itu harus menerima kehidupan yang pahit, karena sang Ibu harus di bunuh, namun sayang dia tidak dapat menolongnya, sialnya lagi dia harus mengikuti keinginan sang Ibu yaitu bersembunyi di suatu tempat agar bisa menjaga sang adik dan membalaskan dendam sang Ibu, dan juga bisa mengambil alih apa yang telah menjadi haknya.

Dan saat tiba di sebuah tempat di mana dana Dan naya di selamatkan, Dana menemukan seorang wanita yang menarik hatinya, namun sayang ketika dewasa, dia harus meninggalkan wanita itu untuk merebut perusahaan dan berpura-pura mencintai wanita lain, yaitu anak dari pembunuh Ibunya sekaligus yang telah merebut perusahaannya.

Bagaimana cerita cintanya dan apakah Dana mampu setia?, lalu apa yang terjadi dengan perusahaannya ketika Dana hadir di perusahaan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dira.aza07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 ~ Ketahuan Memar

Dana berjalan secara tertatih-tatih, kedua kakinya habis di tendang oleh Bagas. Setibanya di rumah Dana menyembunyikan namun tetap saja Jae dan istrinya dapat melihatnya.

"Ada apa dengan kakimu?" tanya Jae.

"Oh tidak Paman, mungkin hanya kelelahan akibat berlatih," kilah Dana.

Jae terdiam memperhatikan Dana, dia pernah berlatih namun tidak sampai tertatih-tatih seperti itu.

Jae berjalan menuju kamar Dana secara diam-diam, mengintip dalam kamarnya.

Dengan seketika Jae membulatkan kedua bola matanya, "Apa yang terjadi dengan Dana? kenapa sampai memar begitu? ini bukan latihan, apa yang terjadi sebenarnya," batin Jae.

Jae melangkahkan kakinya keluar rumah, Yuni kaget dan menghampirinya, Jae berkata sambil berbisik menjelaskan apa yang terjadi dengan Dana.

Yuni ikut tercengang atas apa yang telah didengarnya, dan Yuni pun mengizinkan Jae menemui Rofik.

Setibanya di rumah Rofik, Jae tidak datang dengan baik-baik karena merasa Rofik telah ingkar janji bahkan dengan ketentuan yang sama-sama telah di buat dalam bela diri itu.

"Rofik ... apa yang telah kamu lakukan kepada Dana? kenapa kamu ingkar janji, kamu tahu siapa dia? dan bagaimana kita berjanji dalam menjaga dia?, aku kecewa sama kamu," cecar Jae dan membuat Rofik mengerutkan keningnya.

"Memangnya apa yang terjadi? kenapa kamu berteriak dan marah-marah seperti ini?" tanya heran Rofik.

"Jangan pura-pura kamu Rofik, jelaskan kenapa kamu menyiksa anak didik sampai memar seperti itu?" cecar Jae.

"Apa yang kau katakan? bagaimana mungkin Dana seperti itu?" kembali Rofik tercengang.

Bug ... Bug ...

Jae memukul Rofik...

"Hentikan Jae ... bukan aku yang melatihnya ...," teriak Rofik.

Jae langsung berhenti memukul Rofik tepat di perutnya itu dengan memegang kerah bajunya.

"Kamu bilang bukan kamu? lantas siapa ha?" tanya Jae.

"Duduklah," ucap Rofik mencoba menenangkan Jae.

"Anakku tadi sakit, aku membawanya berobat, dan kamu malah membuat gaduh sampai membuatnya menangis, tega kau Jae," ucap Rofik menghela nafasnya. Mereka besar bersama dalam pelatihan bela diri itu, namun Jae lebih memilih menjadi satpam sedangkan Rofik bertahan menjadi pelatih dan membudidayakan pertanian dalam desanya.

"Lantas siapa yang melatihnya?" tanya Jae tanpa meminta maaf telah membuat gaduh.

"Tapi biarkan aku yang bertindak, kamu bukan pelatih lagi, jadi biarkan aku yang menghukumnya. Namun sebelumnya antar aku melihat Dana agar aku bisa memberikan hukuman yang setimpal." ucap Rofik.

"Baik, dan maafkan aku, ku kira kamu karena aku telah menitipkannya padamu, dan kamu tahu siapa Dana? dia bukan anak sembarangan bahkan dia adalah penerus yang tetap akan mempertahankan desa ini, namun kita perlu mendidik dan menjaganya kamu tahu itu," jelas Jae.

"Tidak apa, sekarang mari ke rumahmu, aku harus pastikan terlebih dahulu," ajak Rofik mengajak ke rumah Dana.

Di rumah Jae ...

Dana merasakan ngilu yang tak tertahan, kembali Dana melupakan untuk menghubungi Sylvia.

Naya memasuki kamarnya yang kebetulan kamar itu bersama Dana.

"Kakak ... kenapa Ka?" panik Naya ketika memasuki kamar tersebut, melihat Dana yang merasakan kesakitan. Namun Dana tidak menyadari kehadiran Naya.

Yuni berlari mendengar teriakan Naya, ternyata memar yang di rasakan Dana makin terasa ngilu hingga tak sadar membuat Dana gelisah menahannya.

"Ya ampun," Yuni terkejut melihat bagaimana Dana kesakitan, dengan cekatan Yuni mengambil batu es dan obat pereda nyeri untuk di minum Dana.

Tak lama saat Yuni mengompres kaki Dana, datanglah Jae dan Rofik. Keduanya membulatkan kedua matanya melihat bagaimana kaki Dana yang bengkak.

"Dana ... kenapa ga jujur kepada kami?" tanya Jae panik.

"Maaf Paman, tadinya saya hanya berpikir ada sesuatu hal dengan Bagas, dan saya hanya ingin menyelesaikan sendiri tanpa membuat kalian panik. Juga saya kira tidak akan semakin ngilu, ternyata saya tidak dapat menahannya, maaf jika sudah merepotkan kalian," jelas Dana sopan.

Rofik menahan amarahnya, namun Dana melirik, dan seketika amarah Rofik terendam, dia tidak ingin Dana melihatnya.

" Eh Pak Rofik, ada apa ya?" tanya Dana yang langsung menutupi kakinya padahal sedang di obati Yuni.

"Tidak perlu di tutupi saya sudah melihatnya, katakan sejujurnya kepada kami apa yang telah terjadi?, apa ini ulah Bagas?" tanya Rofik tegas.

"Mmm, saya tidak mengerti Pak, tapi di peraturannya jelas saat melatih tidak boleh sampai melukai, sedangkan Bagas melakukan ini seperti sedang di landa emosi, dan entah apa?, makanya saya ingin menyelidikinya sendiri. Karena saat saya berada di kebun Bunga, saya melihat orang yang mirip Bagas, tapi saya tidak tahu pasti apa dia orangnya apa bukan," jelas Dana bermaksud menyelidiki.

"Beristirahatlah, pulihkanlah dirimu sampai total baru kembali. Untuk urusan Bagas, Biarkan saya yang urus, jika tidak di tegur dia akan seenaknya kepada yang lain, tidak hanya padamu." Rofik terdiam sejenak lalu menatap Jae. "Jae bisa kita berbicara?" tanya Rofik.

Jae menganggukan kepalanya lalu melangkah keluar kamar.

Rofik bertanya soal Sylvia dan Dana, dan Jae menceritakan bagaimana mereka dekat.

"Berarti benar dugaan aku, aku harus menyelesaikan ini," ucap Rofik pasti.

"Jadi menurutmu, Bagas cemburu akan kedekatan mereka begitu?" Jae memastikan.

"Begitulah, ya sudah aku pergi dulu," pamit Rofik dengan tergesa-gesa.

"Ke mana?" teriak Jae khawatir.

"Menyelesaikannya," ucap Rofik berteriak.

"Besok saja ini sudah malam," teriak Jae.

Rofik menganggukan kepala, namun ...

Bisa saja lo nyuruh besok, tapi dirinya sudah membuat kegaduhan di rumah ku, dasar Jae .... Batin Rofik.

Di sisi lain Sylvia ...

Benarkan Dana itu tidak serius, penuh janji tapi mana?. Lagi-lagi memberikan harapan palsu, menyebalkan, aku tidak ingin percaya lagi dengannya, aku harap besok dan selamanya tidak bertemu dengannya. geram Sylvia di dalam kamarnya.

Namun perasaan Sylvia tidak karuan, dia bergulang guling tak karuan, ada yang mengganjal entah apa itu. Namun Sylvia merasa ketidaknyamanan hatinya di karenakan telah menunggu ketidakpastian dari Dana.

Tak lama rumah Sylvia ada yang mengetuk pintu. Dan telah di buka oleh Shifa.

"Sylvia ... ini ada nak Bagas ...," teriak Shifa.

Ish ... ngapain juga itu Bagas, ga cape apa dia berusaha ngedeketin gue, jelas gue sudah tolak dia berkali-kali bukan. geram Sylvia.

Namun kakinya tetap melangkah keluar kamar untuk menemui tamu yang tidak di undang dan di harapkan itu.

"Hai Sylvia, maaf mengganggu malam-malam, saya teringat ada makanan kesukaanmu ketika tadi saya sedang di luar." ucap Bagas sambil memberikan satu Box martabak manis.

"Padahal tidak perlu repot-repot, kebetulan sudah makan," tolak Sylvia.

"Sylvia ...," tegur sang Ibu Shifa.

"Baiklah terimakasih, ada hal lain?" tanya Sylvia tidak ramah.

"Hmm tidak ... saya hanya ingin memberikan itu, ya sudah Ibu, Sylvia saya pamit," ucap Bagas.

Shifa pun ikut mengantar tapi tidak dengan Sylvia, bahkan tidak lupa Shifa berterimakasih.

Setelah di luar, Bagas menendang batu, dia begitu kesal dan marah akan penolakan Sylvia.

Bersambung ...

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
dira rahmi: Terimakasih 😘😘😘😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!