NovelToon NovelToon
Jawara Dua Wajah

Jawara Dua Wajah

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Gangster / Idola sekolah
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aanirji R.

Bima Pratama bukan sekadar anak SMK biasa.
Di sekolah, namanya jadi legenda. Satu lawan banyak? Gaspol. Tawuran antar sekolah? Dia yang mimpin. Udah banyak sekolah di wilayahnya yang “jatuh” di tangannya. Semua orang kenal dia sebagai Jawara.

Tapi di rumah… dia bukan siapa-siapa. Buat orang tuanya, Bima cuma anak cowok yang masih suka disuruh ke warung, dan buat adiknya, Nayla, dia cuma kakak yang kadang ngeselin. Gak ada yang tahu sisi gelapnya di jalan.

Hidup Bima berjalan di dua dunia: keras dan penuh darah di luar, hangat dan penuh tawa di dalam rumah.
Sampai akhirnya, dua dunia itu mulai saling mendekat… dan rahasia yang selama ini ia simpan terancam terbongkar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aanirji R., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SMK Sebelah Ngajak Ribut

Malam itu

Begitu berhasil masuk kamar tanpa suara, Nayla langsung menjatuhkan diri ke kasur. Degup jantungnya masih kencang, takut kalau-kalau Bima atau orang tuanya sempat mendengar pintu terbuka. Tapi rumah sudah sepi. Aman.

Ia menatap langit-langit dengan napas lega. Ada rasa hangat sekaligus kacau yang masih tersisa dari perjalanan pulang bersama Ardi. Ingatan tentang tatapan matanya, suara beratnya, hingga senyum tipisnya membuat Nayla sulit memejamkan mata.

Dengan wajah memerah, akhirnya ia menutup mata, mencoba tidur cepat sebelum rasa gugupnya ketahuan siapa pun.

***

Besok pagi di rumah

Suasana dapur ramai dengan suara sendok dan piring. Mama menyiapkan sarapan, Papa sudah rapi dengan kemeja kerjanya. Bima keluar dari kamar sambil merapikan rambutnya.

Nayla turun dari tangga, masih setengah mengantuk, berseragam rapi. Ia baru saja hendak duduk ketika suara Bima memanggil.

“Nay.”

Nayla menoleh, sedikit terkejut. “Apa, Kak?”

Bima menatapnya tajam sambil menyilangkan tangan di dada. “Kemarin sore lo ke mana? Mama bilang lo pulang baru malem. Gue cari-cari nggak ada.”

Nayla sempat tercekat, tapi buru-buru menarik kursi dan duduk. “Ehm… kemarin ada tambahan tugas dari Bu Ningsih. Habis itu sempat makan juga sama temen. Jadi pulangnya agak sore.”

Bima mengangkat alis. “Sama siapa?”

Nayla cepat menyuap nasi ke mulutnya, menahan gugup. “Ya sama Wulan, sama Sari juga. Nggak sendirian kok.”

Bima mendengus pelan, masih menatap curiga. “Lain kali kabarin. Jangan bikin Mama panik. Gue juga males kalau ditanya-tanya gara-gara lo.”

“Iya, Kak…” Nayla menunduk, suaranya kecil.

Mama yang berdiri di dekat kompor hanya melirik sekilas, lalu menghela napas. “Sudah, jangan ribut pagi-pagi. Ayo makan cepat, nanti telat sekolah.”

Percakapan pun berhenti. Tapi Nayla tahu, sorot mata Bima tadi bukan main-main. Ia harus lebih hati-hati kalau tidak mau rahasianya terbongkar.

***

Di sekolah, pagi itu

Halaman sekolah sudah ramai oleh suara siswa yang bercanda dan derap sepatu. Nayla baru saja melewati gerbang ketika matanya langsung menangkap motor hijau mencolok di parkiran.

Deg. Itu motornya Ardi.

Ia buru-buru menunduk, berjalan cepat ke arah kelasnya. Berusaha terlihat biasa saja, meskipun jantungnya berdebar aneh.

Begitu Nayla masuk kelas, Riri langsung gelendot di mejanya dengan tatapan penuh gosip.

“Woy, kemarin lo sama Ardi tuh kemana aja? Gue penasaran, sumpah.” Riri nyikut lengan Nayla.

Wulan yang udah duduk juga ikutan kepo, “Iya, iya. Kemarin lo lama banget, Nay. Ceritain dong.”

Nayla langsung salah tingkah, buru-buru buka bukunya. “Apaan sih, biasa aja. Dia cuma ngajak mampir bentar.”

“Mampir? Mampir ke mana?” Riri makin dekat, matanya berbinar penuh selidik. “Cafe? Warung? Atau… tempat lain?” godanya.

Pipi Nayla langsung memerah. “Ya ampun, jangan lebay! Cuma ngobrol aja kok.”

Riri dan Wulan saling pandang terus cekikikan. “Hmm, ngobrol doang, tapi mukanya sampe merah gitu…” Riri mencibir jahil.

Nayla langsung manyun sambil menunduk, tapi di dalam hatinya ia tahu Riri benar—malam itu bukan sekadar “ngobrol biasa”. Ada perasaan baru yang ia sendiri masih bingung harus gimana.

Di sisi lain, dii sekolah, jam istirahat siang.

Ruang UKS lama di pojok belakang sekolah udah lama jadi markas kecil geng Bima. Jendelanya kusam, ranjang pasien bekas didorong ke sudut, dan tirainya selalu ditutup rapat. Cuma anak-anak tertentu aja yang boleh nongkrong di sana.

Bima duduk di kursi kayu bekas, kaki naik ke atas meja, rokok terselip di jarinya. Beberapa anak geng lain nyebar di ruangan, ada yang main kartu, ada yang ngobrol kecil.

Pintu diketuk tiga kali, lalu terbuka. Dodi—kakak kelas Bima tapi jelas statusnya bawahan—masuk dengan wajah serius. Suasana langsung hening.

“Bim,” panggilnya pendek.

Bima menoleh malas. “Apa lagi?”

Dodi maju, menaruh tasnya di lantai. “Gue dapet kabar… SMK Garuda mulai gerak. Mereka lagi coba tarik anak-anak di SMK Cakrawala.”

Sekejap, ruangan itu langsung dingin. Anak-anak yang tadinya main kartu berhenti, saling pandang dengan wajah nggak percaya.

Bima menurunkan kakinya dari meja. Tatapannya tajam, suaranya berat.

“Cakrawala? Itu sekolah udah lama di bawah gue.”

Dodi mengangguk cepat. “Makanya gue langsung kesini. Kayaknya Garuda mau ngerebut pengaruh lo, Bim.”

Salah satu anak nyeletuk penuh emosi, “Biar gue ajak anak-anak turun ke sana, Bim! Kita sikat aja Cakrawala biar nggak kebawa arus.”

Tapi Bima ngelirik dingin, bikin anak itu langsung bungkam.

“Bego. Kalau kita serang sekarang, Garuda malah dapet alasan buat perang terbuka. Gue nggak main kayak gitu.”

Dia berdiri, jalan pelan sambil menyalakan rokoknya lagi. Asapnya memenuhi ruangan sempit itu.

“Mereka pikir gampang ambil wilayah gue? Salah besar.”

Bima berhenti di depan jendela, menyingkap sedikit tirai yang kusam. Dari balik kaca, tatapannya penuh perhitungan.

“Dod.”

“Ya, Bim.”

“Malam ini gue mau tau nama. Siapa orang Garuda yang turun ke Cakrawala, dan siapa anak Cakrawala yang udah mulai goyah. Jangan sampe ada yang kelewat.”

Dodi mengangguk cepat, “Siap, Bim. Gue urus.”

Bima senyum tipis, dingin tapi bikin semua orang di ruangan itu merinding.

“Kalau Garuda berani main di wilayah gue… gue sendiri yang maju duluan.”

Anak-anak geng di UKS lama itu langsung saling pandang, darah mereka panas. Semua tau: kalau Bima udah ngomong gitu, artinya perang gede antara geng sekolah udah di depan mata.

***

Malam itu, rumah Bima lagi adem-adem aja. TV masih nyala di ruang tamu, suara ibu-ibu gosip di layar terdengar samar. Bima berdiri dari sofa, nyambar jaket hitamnya.

“Mah, Pah, aku keluar dulu. Ada urusan sama temen,” katanya singkat.

Bokapnya cuma ngelirik dari balik koran. “Jangan pulang pagi, Bim. Ingat besok sekolah.”

“Iya, Yah.”

Baru mau keluar, Nayla yang lagi scroll HP langsung nyahut, “Kak, keluar lagi? Malem-malem gini? Emang gak capek?”

Bima senyum tipis, tepuk kepala adiknya. “Udah, Dek. Nggak usah banyak tanya. Fokus belajar aja.”

Nayla manyun, tangannya nyilang. “Ih, Nayla kan cuma nanya… yaudah hati-hati deh.”

Bima ngeloyor keluar, ninggalin Nayla yang masih kepo setengah mati.

***

Jam udah nunjukin hampir sembilan malam. Di sekolah, gedung UKS lama keliatan remang-remang, lampu seadanya nyala. Itu basecamp kecil geng Bima—tempat nongkrong dan rapat kalau ada urusan penting.

Begitu pintu berderit kebuka, semua mata langsung nengok. “Bima datang!” celetuk salah satu anak.

Di pojokan, Dodi, kakak kelas yang sekaligus jadi tangan kanannya, berdiri. Wajahnya serius. “Bim, ada kabar baru. SMK Garuda makin edan. Abis siang tadi kita dapet info mereka ngincer SMK Cakrawala, sekarang mereka juga mau nyikat SMK Nusantara.”

Suasana ruangan langsung panas. Anak-anak saling pandang. Dua sekolah bawahan geng Bima itu bukan sekolah sembarangan—kalau beneran diambil, nama geng bisa jatuh.

Bima diem sebentar, kedua tangannya masuk ke kantong jaket. Dia nyengir miring, sinis. “Garuda kira kita bakal diem aja liat mereka ngacak-ngacak wilayah? Enggak semudah itu, bro. Besok, kita gerak.”

Suara meja kebentak sama salah satu anak, semangat. “Gas, Bim! Kita hantem mereka balik!”

Udara di ruang UKS itu makin tebel sama aroma rokok dan emosi panas anak-anak yang siap perang.

1
Amel
lnjuttt
Amel
Suka banget sama cerita aksi sekolah sekolah gini
Aanirji R.: siap kak😉
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!