NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyesal

“Hei, keluar!” teriak salah seorang petugas lapas yang sedang berjaga, memukul jeruji besi dengan tongkat yang ada di tangannya sehingga terdengar bunyi yang nyaring.

Tanan yang sedang duduk di pojok ruangan itu melirik sang petugas dengan tatapan malas. Tubuhnya lemas karena beberapa hari ini dia tidak bisa makan dengan baik, juga karena seringnya kambuh efek dia tidak mendapatkan barang terlarang yang bisa dia konsumsi. Matanya sayu, lingkaran hitam jelas terdapat di matanya karena Tanan kurang tidur, tubuhnya sakit karena sering berbaring di lantai yang dingin. Atau, jika dia masih kuat dia akan duduk dengan memeluk lututnya sendiri.

Protes kepada petugas, hanya satu atau dua kali saja, selebihnya dia akan mendapatkan perlakuan yang sama dari ketiga orang yang ada di satu sel bersamanya. Mereka terlalu kejam dan menakutkan sehingga bisa berbuat seenaknya, bahkan tidak jarang jika Tanan akan mendapatkan kekerasan jika mereka tidak suka dengan sikapnya.

Tanan ingin pergi, tapi jelas hukum telah menjeratnya dan memaksa dia untuk tinggal di sini selama beberapa tahun.

“Ayo pergi. Kenapa masih di situ?” bentak seorang sipir.

Tanan bangkit dan berjalan dengan gontai keluar dari sel tersebut dan melewati penjaga yang tubuhnya bahkan lebih kurus darinya. Tatapan laki-laki itu sinis menatap Tanan dengan jijik.

Tanan dan semua orang dikumpulkan di sebuah ruangan, seorang laki-laki dengan memakai sarung dan peci sudah ada di depan mimbar, bersiap untuk memimpin shalat dhuha dan sedikit ceramah yang biasa dilakukan sepuluh sampai lima belas menit sebelum mereka beraktifitas. Tidak semua orang berkumpul di tempat tersebut, mereka dibagi menurut kepercayaan masing-masing.

Di luar, Tanan melihat beberapa orang lain dengan kegiatannya masing-masing. Ada beberapa orang yang membersihkan kolam sambil berbincang dan tampak seru. Di tempat lain, beberapa sedang mencuci pakaian. Melewati ruangan yang lain pula, terdengar tawa beberapa pria baik muda maupun tua sedang duduk dan menjahit kerajinan tangan, membuat keterampilan berupa dompet atau tas kecil yang bahkan Tanan sendiri enggan untuk melakukannya.

Membosankan menurut Tanan yang hobinya hanya rebahan dan tidur saja.

Bukan tanpa sebab mereka diberikan pembinaan selama di dalam penjara, harapannya agar setelah mereka bebas, mereka memiliki keterampilan dan bisa menjadi pribadi yang baik serta bisa mencari lowongan pekerjaan atau bahkan bisa membuka lowongan pekerjaan untuk orang lain. Setidaknya, agar mereka bisa mencari kehidupan yang lebih baik dan tidak lagi berbuat kesalahan yang mana bisa mengantarkan diri mereka lagi ke penjara.

“Hei, sini. Gabung sama kita!” panggil seorang pria melambaikan tangannya saat Tanan melewati mereka. Lima orang sedang duduk dan memegang sesuatu dari bahan daur ulang plastik, botol air minum kemasan dan dibuat berbagai hiasan terutama bunga-bunga plastik yang cukup indah dipandang mata. Namun, Tanan hanya melewati mereka saja dan terus berjalan tidak tahu tujuannya.

Seorang petugas sipir menegur Tanan, menyuruhnya untuk duduk dan mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan, tapi Tanan menolak dan lebih memilih untuk duduk seorang diri di tempat lain sambil merenung.

Semua orang bisa Tanan lihat dari tempatnya duduk. Ada pula sekelompok orang yang tengah bermain basket di lapangan yang masih beralaskan tanah, kering, berdebu, sehingga saat orang-orang itu berlari mengejar bola, maka debu pun akan beterbangan ke udara dan membuat sesak.

“Hei, elo nggak gabung sama yang lain?” tanya seorang pemuda yang baru saja duduk di samping Tanan.

Tanan diam tidak menjawab.

Pemuda itu tersenyum, sudah biasa untuk anak yang baru merasakan dinginnya penjara seperti Tanan, hanya bisa merenung dan diam. Tentu saja masih belum ada yang bisa dia ajak berbicara.

“Dari pada elo di sini cuma diem aja, mendingan elo ikut gabung dengan yang lain. Hukuman elo masih panjang, elo harus berbaur biar bisa betah di sini,” ujar pemuda itu.

Tanan tidak mau berbicara, matanya masih menatap ke arah lapangan dan memperhatikan bola yang dioper ke sana ke sini oleh mereka.

Pemuda tersebut melihat luka memar yang ada di wajah Tanan, dia sudah menebak jika laki-laki ini mendapatkan kekerasan fisik dari rekan satu selnya.

“Hei, saran dari gue. Elo memang harus jadi orang yang lebih baik di sini, jadi anak yang baik. Tapi, elo juga jangan diam aja kalau dibully. Justru kalau elo diam aja, mereka akan sewenang-wenang. Sesekali, elo juga harus ngelawan,” bisik pemuda tersebut kemudian pergi meninggalkan Tanan.

Tanan melihat punggung pemuda itu yang semakin menjauh. Dia berpikir jika memang yang dikatakan olehnya adalah benar, tapi satu lawan tiga? Bukankah itu mencari mati namanya?

Kini, Tanan termenung sendirian di tempat duduknya. Pikirannya mulai terbang ke pada saat-saat dia masih berada di rumah. Beberapa tahun silam, bahkan sampai memikirkan masa kecilnya.

Bayangan seorang anak yang nakal dan sering membangkang kepada ibunya, kurang ajar, dan tidak pernah mendengar apa yang Ijah larang. Tidak mau menurut dan juga tidak pernah membantu kesulitan sang ibu. Bahkan, dia juga berani mencuri uang ibunya dan dia habiskan untuk berjudi, mabuk, dan juga membeli barang haram itu.

Tanan menyesal, tapi apalah arti menyesal jika dia tidak bisa mengembalikan semua kesialan akibat perbuatannya? Dirinya yang ada di dalam penjara. Sang ibu yang sedih dan mungkin saja terus menangis menyalahkan dirinya. Juga, ada seorang wanita yang telah dia hancurkan masa depannya. Tanan menyesal.

Nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa Tanan lakukan lagi selain memperbaiki diri sendiri dan dia harus mempertanggung jawabkan atas apa yang telah dia perbuat di hari kemarin.

Dia ingat dengan ibunya, tiba-tiba saja dia khawatir. Apa kabar ibunya di sana? Apakah ibunya bisa makan dengan baik? Tidur dengan nyenyak?

Tanan ingin tertawa menyadari kebodohannya. Terlalu bodoh sampai-sampai dia terlambat untuk menyadari dan juga membuat wanita yang telah melahirkannya, yang telah mengurusnya, dan yang telah menyayanginya kini bersedih.

Dia menyandarkan tubuhnya pada dinding yang dingin, mencoba mengingat hal baik yang dia lakukan untuk ibundanya. sayangnya, itu tidak ada sama sekali, dia terlalu nakal dan tidak pernah berguna.

Tanan mengusap wajahnya, merunduk, melihat ke bawah. Dia sering menyalahkan Ijah, tentang sosok ayah yang tidak dia miliki. Seharusnya, itu bukan salah ibunya bukan, karena siapa yang bisa menghalangi ajal seseorang?

"Ibu, maaf .... "lirihnya pilu.

Tanan cemburu akan kehidupan teman-teman nya yang ada Ayah. Bisa main bersama, makan bersama, itu menyenangkan.

"Ampuni saya, maafkan saya Ibu ..., ” Tanan bergumam.

Air matanya tiba-tiba jatuh, menyesali semuanya. Dia tidak bisa apa-apa tanpa ibu, tetapi dia selalu menyakiti sang ibu.

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!