Laki Abrisam Gardia adalah seorang penyanyi religi tersohor berusia 28 tahun yang sangat akrab dengan kesempurnaan. Dia memiliki sempurna rupa, harta, dan silsilah keluarga. Ketika kuliah S-2, dia dipertemukan dengan Mahren Syafana Humairoh, sosok perempuan tangguh yang hidup sendiri dengan menanggung utang yang di tinggalkan oleh almarhum ayahnya.
Pertemuan mereka menjadi awal malapetaka. Maksud hati Laki menolong Syafa yang tengah kesulitan dengan mengamankan Syafa di salah satu hotel miliknya, malah membuat beredar kabar di sosial media, bahwa Syafa adalah wanita satu malam Laki. Kondisi semakin kacau. Desakan media dan keluarga membuat Laki dan Syafa memutuskan untuk menikah kontrak.
Janji mereka adalah, tidak ada cinta. Hanya ada parting smile, setelah 5 tahun pernikahan. Namun, waktu yang dihabiskan bersama membuat keadaan menjadi rumit. Ada luka ketika sosok lain hadir diantara keduanya. Mungkinkah cinta perlahan tumbuh diantara keduanya?
AWAS!ZONA BAPER!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alyanceyoumee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Lelaki Tak Tersentuh
Sesampainya di rumah, tampak Halila di bantu bi Kiki tengah sibuk menyiapkan makan malam. Menata makanan di meja makan.
Sebenarnya ada yang kurang. Syakila, adik Laki yang tengah sibuk mengabdikan diri menjadi Dokter Internship di luar pulau jawa tidak bisa pulang. Laki selalu bilang dia adalah wanita tersibuk sedunia ketika bertegur sapa melalui telpon.
"Kak Laki, ajak Kanaya buat makan," perintah Halila.
"Siap, Mi." Halila terkekeh ketika melihat Laki menjawabnya sambil berdiri tegap dan telapak tangan kanannya berada di depan alis.
Laki melangkah menaiki tangga. Berjalan lurus ke kamar ujung di tingkat dua. Kamar adik bungsunya yang masih sekolah kelas dua belas SMA.
Berulang kali Laki mengetuk pintu kamar. Tidak ada jawaban. Mengetuk lagi. Masih tetap tak ada jawaban. "Kana..." panggil Laki sambil membuka pintu. Disaat semua keluarga biasa memanggil Kananya dengan panggilan Naya, hanya dia yang memanggil adiknya seperti itu. Kana. Entah kenapa.
Sambil bersedekap Laki menatap tingkah adiknya yang tengah asik berjingkrak-jingkrak mengikuti gerakan BTS. Bibir Laki menyabit saat menemukan banyak poster Boy Band asal korea selatan itu terpajang di sepanjang dinding kamar.
Perlahan Laki berjalan mendekati nakas. Lalu memencet tombol off di layar tabs adiknya yang tergeletak disana.
"liih! Kak Laki!" sungut Kanaya. "Ganggu saja!" lanjutnya sambil kembali menyalakan musik. Namun sedetik kemudian Laki kembali mematikannya.
"Huh. Kak Laki emang nyebelin. Bener kata Ami. Kakak harus cepet-cepet nikah. Biar pas gatel mau jailin orang ada istrinya yang bisa dimainin."
"What?! Waah... Parah ini anak kecil. Ngomongnya vulgar. Laporin satpol PP baru tau rasa kamu."
"Wleee" Daripada mengomentari Kakak nya, Kanaya malah melet. Meledeknya.
"Turun. Kata Ami makan malam," perintah Laki. "Em... Satu lagi. Apa kamu tidak merasa kamarmu panas, Kana?"
"Enggak."
"Uuuh... Kakak merasa panas sekali. Kamu tau kenapa? Malaikat tidak mau masuk ke kamar kamu, karena banyak poster-posternya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar. Kamu tanggung jawab kalau sampai malaikat tidak mau masuk rumah ini." Mode dakwah langsung muncul.
"Ah... Kak Laki..." rengek Kanaya.
"Ami sama Abi tau, tidak?" Kanaya menggeleng sambil mengerucutkan bibir.
"Baru tadi sore aku pasang," jelasnya sambil mencopot poster di dinding satu persatu. Laki tersenyum. Tidak tega melihat raut kecewa yang terpancar dari wajah adiknya.
"Ayo, kita makan." Laki mendorong pundak adiknya yang lesu dari belakang, setelah menyimpan semua poster di atas nakas.
Selang beberapa menit. Seluruh keluarga duduk melingkari meja makan. Menyantap menu makan yang sudah disediakan. Sebagai kepala rumah tangga, Syaki duduk di tengah. Diapit oleh Halila di sebelah kanan yang berdampingan dengan Kanaya, dan Laki di sebelah kirinya.
"Kak Laki, mau sampai kapan menyanyi?" tanya Syaki di sela makan.
Sesaat Laki terdiam. Memikirkan jawaban paling tepat yang pantas ia lontarkan. "Em..., sampai bosan Abi. Hehe," katanya berusaha santai. Dia ingat Abi nya pernah tidak setuju dengan keputusannya untuk menjadi seorang penyanyi.
"Kak Laki harus sudah memikirkan perusahaan keluarga kita. Abi sudah semakin tua. Setidaknya kalau enggan untuk menikah, ambil kuliah lagi. Supaya menambah pengetahuan tentang bisnis."
Uhuk!
Laki tersedak. Dia merasa Abinya aneh. Apa hubungannya bisnis dan perusahaan dengan pernikahan? Benar-benar aneh. Lagi pula sebenarnya tidak kuliah lagi juga Laki sudah paham banyak tentang bisnis. Terbukti dengan bisnis perhotelan dan apartemen miliknya yang terus semakin berkembang.
"Laki sudah masuk kuliah paska sarjana jurusan Manajemen Bisnis Abi. Mohon do'a nya," papar Laki.
"Apa? Jadi maksudnya, Kak Laki masih mau menunda untuk menikah? Begitu?" timpal Halila.
"Ami..., ayolah. Laki masih muda."
"Dua puluh delapan sudah cukup usia Kakak. Ami sama Abi dulu nikah di usia dua puluh empat."
Huuuh. Lagi-lagi Laki hanya bisa menghembuskan napas berat kalau sudah membicarakan pernikahan.
"Apa aku bilang Kak. Ami sama Abi udah mau Kak Laki segera nikah. Biar cepet nimang cucu," selosor Kanaya sambil menyuap sesendok makanannya.
Serentak Laki menatap sinis adiknya. "Makan, hm. Makan saja. Anak kecil gak usah ikut nyampur kayak toge. Di bakso ada, di gehu ada."
Syaki dan Halila mengulum tawa. Mendengarkan candaan kedua anak nya. Apalagi kalau ada Syakila. Pasti hebohnya melebihi ini.
"Anak kecil harusnya pikirin cita-cita. Kak Laki mau tau, sebenarnya Kana mau jadi apa nanti? Mau jadi penyanyi seperti kak Laki? Oh... Tidak mungkin. Setau Kakak, suara Kana ngomong saja sumbang. Gak mungkin jadi penyanyi," ledek Laki. Dan Kanaya hanya bisa terdiam sambil mengerucutkan bibirnya, kesal.
"Em... Atau mau jadi dokter? Kayak Kak Syakila? Ah... tidak, tidak. Ami pernah bilang Matematikamu dibawah KKM, bener? Uuh..."
"Kak Laki..., cukup. Oke. Aku tidak mau merepotkan Kakak dengan membiarkan Kakak ikut bingung memikirkan cita-citaku." Laki mencibir. "Aku, sudah punya cita-cita sendiri."
"Apa?" penasaran Laki. Sementara Syaki dan Halila hanya turut menatap puteri bungsunya sambil menyabitkan senyuman.
"Cita-citaku? Aku mau menjadi seperti Ami. Menikahi laki-laki kaya raya yang soleh dan baik hati," cetusnya.
"Waaah. Maksudnya laki-laki seperti Abi? Begitu? Puteri Abi memang pintar menilai," bangga Syaki. Dia merasa senang, karena secara tidak langsung putrinya tengah memuji dirinya.
"Em..., sebenarnya lebih hangat dan lebih sabar dari abi. Hehe," tambah Kanaya sambil terkekeh. Membuat semuanya turut tertawa.
"Ya. Menikahlah dengan lelaki sholeh yang bisa mengelola warisan Abi nanti," ungkap Laki. Rupanya perbincangan keluarga belum usai.
"Hm. Sombong banget Kak Laki. Emang Kakak tidak butuh warisan Abi?" penasaran Kanaya. Halila dan Syaki hanya mendengarkan percakapan keduanya sambil mengunyah makanan.
"Kakak? Kakak sudah dapat warisan duluan dari Ami sama Abi," tutur Laki.
"Serius? Apa?" penasaran Kanaya.
Laki tersenyum. Lalu menunjuk wajahnya sambil bicara. "Ketampanan," ujarnya dengan sombong.
Syaki dan Halila tertawa. Sementara Kanaya mengerlingkan kedua bola matanya dengan jengkel.
Ya, dialah kakak laki-laki se-ami dan se-abi ku. Menyebalkan, bukan? rutuk Kanaya dalam hati. Kata Ami, dia narsis nya mirip Abi, dulu. Tapi lebih parah berkali-kali lipat.
***
Malam itu Laki duduk sendiri di atas tempat tidur sambil menonton TV. Malam yang sunyi dan sepi. Bahkan cenderung mencekam. Gelap, hitam, menyeramkan. Hanya TV yang masih menyala dengan menayangkan sebuah berita kecelakaan.
Sebuah kecelakaan maut antara sepeda motor dan dua buah mobil telah terjadi di perempatan pusat kota Bandung. Kecelakaan tersebut telah menewaskan seorang pengemudi mobil berjenis kelamin laki-laki usia dua puluh tiga tahun.
Menurut kabar, korban meninggal tersebut baru selesai melaksanakan walimah atas pernikahannya di gedung Balai Sartika. Seorang presenter membacakan berita tersebut dengan nada tegas dan tenang.
Layar televisi menayangkan sosok wanita yang masih mengenakan gaun pengantin tengah menangis histeris memeluk jasad suaminya yang tak lagi bernyawa. Seluruh baju pengantinnya dipenuhi darah suaminya. Lalu..., di luar sadar, kini wanita berpakaian pengantin yang dipenuhi darah tersebut tengah berdiri di depan Laki. Di kamarnya.
Deg!
Laki terperanjat.
"Laki..., bagaimana denganku? Suamiku... Suamiku meninggalkanku." Wanita itu menangis tersedu. Air matanya menetes merah. Bercampur darah. Serentak Laki berdiri menghadapnya.
"Tolong... Aku mohon tolong aku..." lanjut pengantin wanita berduka itu penuh sendu. Tangan kanannya hendak menggapai lengan Laki. Namun serentak Laki mundur satu langkah menjauhinya.
Wajah duka wanita itu berubah menjadi penuh amarah. Dia tersinggung dengan Laki yang menjauhinya. "Aku tau kamu adalah lelaki tak tersentuh! Lelaki yang selalu menjaga diri untuk tidak bersentuhan dengan wanita! Tapi!! Apa kamu masih merasa berhak melakukan ini padaku!!" teriaknya. Dengan tubuh gemetar, Laki semakin jauh melangkah mundur. Wanita itu menakutinya.
"KAMU YANG MEMBUNUH SUAMIKU!!!" geram wanita itu dengan suara yang berubah menjadi suara bas seorang laki-laki.
"Hah!! Astagfirullah!" Laki terbangun. Peluh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya. Lelaki itu menangkup wajahnya yang dipenuhi keringat. Mengusap air mata yang benar-benar telah menetes di luar sadar. Lalu setelahnya dia baru menyadari, bahwa getaran handphone yang telah mebangunkannya dari mimpi. Ya. Baru saja dia bermimpi. Mimpi yang sama dalam enam tahun terakhir hidupnya.
Perlahan Laki merogoh handphone diatas nakas. Meneliti jejeran angka tanpa nama yang berkedip di layar. Lalu menerima panggilan masuk tersebut.
"Assalamualaikum?" sapanya dengan suara sedikit serak dan napas ngos-ngosan.
"Waalaikum salam warohmatullah," jawab seorang wanita di sebrang telepon.
Laki menilik kembali layar handphone. Lalu mengerutkan kening. Bertanya-tanya kemungkinan siapa yang tengah menghubunginya. Yang telah membangunkannya tengah malam. Yang telah menyelamatkan dirinya dari mimpi buruk.
"Siapa ini?" tanya Laki. Suaranya masih terdengar lesu.
"Kamu sakit?" Wanita yang menelphone Laki malah balik bertanya.
"Haaah... Tidak," jawab Laki setelah menghempaskan napas lelahnya.
"Siapa?" Laki mengulang tanya.
"Saya sudah mencoba mengerjakan tugas yang bu Ayu berikan sampai jam segini. Tapi tidak bisa menemukan jawaban untuk soal nomor tujuh sampai sepuluh. Saya kirimkan soalnya. Nanti kalau sudah kamu jawab, kirim sama saya. Makasih, assala..."
"Tunggu, Syafa?" potong Laki.
"Hm, cepet kerjakan! Saya tunggu jawabannya!"
"Makasih." ucap Laki. Syafa diam tak mengerti.
"Saya tutup. Assalamualaikum," pungkas wanita yang tengah mengubur sejuta tanya itu. Dia tidak mengerti kenapa Laki berterimakasih padanya. Dia penasaran. Tapi gengsi membuat dirinya menahan rasa penasaran itu dalam-dalam.
"Terimakasih karena sudah membangunkan saya dari mimpi buruk," desis Laki setelah Syafa mengakhiri panggilan.
***
To be Continued...
Lanjut baca terus ya.... Laki dan Syafa insyaallah setia menemani...
Jangan lupa like dan komen nya. Masukan juga ke perpustakaan ya... Luv you.