Lanjutan dari novel yang berjudul Cinta yang terluka.
"Om, om baik, aku ceneng deh kalo baleng cama om," ucap Lala gadis kecil yang imut,manis dan cerdas itu.
"Iya, om juga seneng kalo bisa ketemu sama Lala tiap hari," kata Antonio yang sudah balik dari Australia sejak tiga tahun yang lalu sejak perceraian dirinya dengan Laras yang membuat dia sangat shock dan patah semangat untuk melanjutkan hidupnya.
"Om baik, kata mama ...papa nya aku itu pelgi jauh.....cekali tapi campai cekalang papa gak datang-datang aku Lindu cama papa...," ucap Lala yang lucu dan cadel itu.
Entah mengapa Antonio selalu merasakan kehangatan dan kebahagiaan saat dia bersama Lala.
Antonio tidak mengerti dengan perasaannya sendiri yang selalu ingin bertemu dengan Lala si bocah perempuan kecil yang selalu membuat hatinya bahagia.
Siapakah Lala.....yuk baca di sini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isshabell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6
Di dalam ruang meeting itu pak Bara menjelaskan tentang semua kemampuan yang di miliki perusahaannya untuk bisa di ajukan untuk berkolaborasi dengan perusahaan Antonio dalam mengerjakan sebuah proyek besar yang akan di jalankan bersama nantinya.
"Bagaimana pak Antonio? Apa anda tertarik untuk melanjutkan kerjasama dengan kami?" tanya pak Bara setelah memberikan ulasan-ulasan mengenai perusahaannya pada Antonio.
Antonio mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata pada pak Bara "Boleh saya lihat untuk denah proyeknya?" tanya Antonio pada pak Bara.
"Boleh, boleh sekali. Laras tolong berikan gambar denahnya pada pak Antonio," pak Bara menoleh pada Laras yang duduk di sebelahnya itu.
Laras menganggukkan kepalanya sambil membuka map yang berisi lembaran kertas gambar sebuah proyek.
Kemudian Laras menyodorkan lembaran kertas itu pada Antonio yang duduk di seberangnya.
"Silahkan pak Antonio ," ucap Laras pada Antonio saat menyodorkan gambar denah itu.
"Terimakasih Bu Laras," Antonio menatap Laras. Dan lagi mata Laras dan Antonio kembali beradu pandang untuk sesaat.
Kembali antonio merasakan ada perasaan yang berbeda yang dia rasakan saat menatap mata Laras.
"Ya," ucap Laras tersenyum dan buru-buru mengalihkan pandangannya dari mata Antonio dan sebenarnya hati Laras juga merasakan kehangatan yang sudah lama hilang saat mata mereka saling beradu pandang seperti tadi.
Antonio pun kembali fokus pada kertas denah proyek yang Laras berikan tadi kepadanya.
"Bagaimana pak Antonio?" tanya pak Bara ketika melihat Antonio sudah selesai melihat semua denah hotel yang akan menjadi proyek kerjasama mereka.
"Boleh juga denahnya, tapi....saya rasa akan lebih baik kalau di sudut bangunan yang depan itu di beri taman kecil untuk menyegarkan mata para tamu yang baru datang dari perjalanan jauh misalnya," saran Antonio pada pak Bara.
"Ya ya boleh juga pak, itu lebih bagus dan lebih memanjakan mata para konsumen nantinya," pak Bara setuju dengan ide yang di usulkan Antonio tadi.
"Laras, apa kamu ada ide juga?" tanya pak Bara pada Laras, pak Bara tahu Laras mesti punya ide-ide yang bagus selama dia bekerja di perusahaannya.
"Emmmm....kalau menurut saya sebaiknya nanti untuk cat tembok bagian lobi di beri cat dengan warna peach yang bisa memberikan kehangatan pada para tamu yang datang, karna kan kebanyakan dari mereka pasti datang dari jauh dan jika kita sambut dengan suasana ruangan yang hangat pastinya mereka akan betah," tutur Laras memberikan ulasan tentang idenya itu.
Antonio tersenyum dengan kagum pada Laras sambil mendengarkan penjabaran dari ide yang Laras kemukakan. Antonio hampir tak berkedip menatap Laras sedari tadi saat Laras mengemukakan idenya itu.
"Mata Bu Laras ini ...... sepertinya sangat tidak asing bagiku, tapi siapa? kenapa aku tidak bisa mengingatnya sama sekali, dan senyum Bu Laras juga seperti sangat melekat di hati aku, tapi di mana aku pernah melihat senyum itu? dan kenapa aku tidak ingat sama sekali," berbagai macam pertanyaan berputar-putar di kepala Antonio dan dia sendiri tidak tahu akan jawabannya.
Pak Bara mengangguk-anggukkan kepalanya setelah Laras selesai berbicara mengemukakan idenya itu.
"Bagaimana pak Antonio? apa pak Antonio setuju dengan idenya Laras?" tanya pak Bara yang membuat Antonio terhenyak dari lamunannya sesaat itu.
"Emmm.....iya iya, saya setuju dengan idenya Bu Laras, memang kita sebagai penjual produk sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik untuk para konsumen kita untuk memberikan kepercayaan pada mereka akan produk-produk yang kita tawarkan," ucap Antonio bergantian menatap Laras dan pak Bara.
"Oke, kalau begitu semua konsep sudah pak Antonio setujui dan saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya karena pak Antonio sudah mau bekerja sama dengan perusahaan kami," ucap pak Bara pada Antonio.
"Sama-sama pak Bara, saya juga senang bisa bekerja sama dengan perusahaan pak Bara," Antonio tersenyum ramah pada pak Bara yang usianya seumuran dengan usia papanya.
"Oh ya, pak Antonio silakan di minum kopinya ," pak Bara mengulurkan tangan kanannya mempersilahkan Antonio.
"Ya, terimakasih," Antonio mengambil cangkir yang berisi kopi itu yang di letakkan diatas meja di hadapannya.
Laras memperhatikan Antonio yang sedang menyeruput kopinya itu, ada perasaan sedih menyelinap sesaat di dalam hatinya.
"Mas, dulu sebelum kita bercerai, kalau pagi aku yang selalu nyiapin kopi buat kamu sebelum berangkat ke kantor dan kamu mesti memuji kopi buatan aku itu," ucap Laras dalam hatinya dan tak terasa air matanya mengalir di sudut matanya itu.
Antonio meletakkan cangkirnya setelah menyeruput kopi itu dan pandangannya kembali melihat pada Laras yang sedang melamun dan Antonio melihat airmata di sudut mata Laras itu.
"Bu Laras kenapa?" tanya Antonio pada Laras dan membuat Laras terhenyak dari lamunannya.
Laras mengerjapkan matanya sambil mengusap air mata yang menggenang di sudut matanya itu.
"Emmm...saya tidak apa-apa pak Antonio," Laras tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
Antonio menganggukkan kepalanya pelan sambil merasakan kesedihan di dalam hatinya saat melihat Laras menangis tadi.
"Kenapa hatiku jadi sangat sedih melihat Bu Laras menangis tadi ya, dan aku ingin sekali memeluknya untuk meredakan sedihnya itu," gumam Antonio dalam hatinya.
"Maaf pak Bara meetingnya sudah selesai ya?" tanya Laras pada pak Bara.
"Iya Laras sudah selesai," ucap pak Bara pada Laras.
"Kalau begitu saya ijin pamit dulu menjemput putri saya pak," Laras berkata agak ragu takut pak Bara tidak mengijinkan dirinya.
"Ya, boleh kamu jemput anak kamu dulu," pak Bara mengambil cangkir di meja dan menyeruput kopi yang ada di dalam cangkir tersebut.
"Kalau begitu saya juga pamit pak, dan terimakasih untuk semuanya," Antonio beranjak dari tempatnya duduk dan berjalan keluar dari ruangan meeting tersebut dengan di antar pak Bara sampai di pintu ruang meeting itu.
Laras sudah berjalan terlebih dahulu meninggalkan ruang meeting itu, Laras berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu keluar dari gedung kantornya karena jam untuk jemput Lala sudah sangat terlambat.
Antonio berjalan menuju ke arah pintu keluar gedung kantor pak Bara itu dan mata Antonio menyapu ke seluruh ruangan yang dia lewati, berharap dia menemukan Laras tapi Laras sudah menghilang dari pandangannya.
Antonio sudah sampai di pelataran gedung kantor pak Bara dan dia langsung berjalan menuju ke arah mobilnya yang di parkir itu, lalu Antonio masuk ke dalam mobil dan mobil itupun mulai bergerak perlahan meninggalkan gedung kantor pak Bara.
Sementara itu Laras masih berdiri di jalan di depan gedung kantornya menunggu taxi yang lewat di sana.
"Itu Bu Laras," ucap Antonio dari dalam mobil saat melihat Laras yang berdiri di jalan dengan wajah gelisah karena tidak segera mendapatkan taxi.
"Aduh....mana taxi ini ya, kok gak ada yang lewat satupun dari tadi," ucap Laras sambil melihat ke jalan yang banyak lalu lalang kendaraan bermotor itu.