Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.
Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.
Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.
"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.
Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”
Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.
Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Operasi Berhasil
Hari berikutnya, hari operasi Alessia akhirnya tiba. Dengan hati yang dipenuhi kecemasan, Adriella menggenggam tangan adiknya, menyemangati meskipun dirinya sendiri merasa takut. Operasi berlangsung panjang, dan waktu berjalan seperti siksaan yang tak berujung.
Zehan tetap berada di samping Adriella, memberikan dukungan tanpa henti. Mereka berdua duduk di ruang tunggu rumah sakit, menanti dengan sabar. Zehan duduk dengan tenang, meski Adriella bisa merasakan kecemasan yang meliputi dirinya.
“Apa yang akan terjadi kalau operasi ini gagal?” tanya Adriella pelan, suaranya hampir terdengar putus asa.
Zehan menatapnya dengan mata penuh harapan. “Itu bukan pilihan. Kita harus tetap percaya. Alessia kuat, dan kamu sudah mendoakan yang terbaik untuknya.”
Hampir lima jam berlalu, hingga akhirnya dokter yang menangani Alessia keluar dengan ekspresi serius. Adriella langsung berdiri, dan Zehan menggenggam tangannya lebih erat.
“Dok, bagaimana keadaan Alessia?” tanyanya dengan cemas.
Dokter itu tersenyum kecil. “Operasi berjalan lancar. Kami berhasil mengatasi masalahnya. Sekarang, tinggal menunggu pemulihan.”
Adriella terisak, air mata jatuh begitu saja. Semua rasa cemas yang menggerogotinya selama ini seakan lepas begitu saja. “Alhamdulillah... terima kasih, Dok... terima kasih banyak....”
Zehan berdiri di samping Adriella, memeluknya dengan lembut. “Syukurlah operasinya berhasil. Usaha dan doamu selama ini berhasil.”
Malam itu, Adriella akhirnya bisa bernapas lega. Alessia masih dalam pemulihan, tapi keadaannya jauh lebih baik. Meski begitu, Adriella tahu bahwa pertarungan mereka belum selesai. Keluarganya tetap mengincar haknya atas rumah dan warisan yang masih tersisa, sementara ia harus terus berjuang demi Alessia dan masa depan mereka.
🍁🍁🍁
Hari-hari pasca operasi Alessia berjalan dengan penuh harapan. Meski awalnya cemas dan khawatir, kondisi Alessia semakin membaik. Setiap kali adriella menatap wajah adiknya yang perlahan kembali ceria, rasa lelah dan stres selama ini terasa sedikit berkurang. Rumah sakit menjadi tempat yang penuh ketegangan, namun sekarang mereka kembali ke rumah, dan suasana itu akhirnya berubah menjadi lebih tenang.
Alessia kembali ke rumah setelah seminggu penuh perawatan setelah operasi.
Matahari sore menyelinap masuk melalui celah tirai jendela rumah mewah keluarga Bastian. Adriella berdiri di ambang pintu, menggenggam erat tas kecil milik Alessia yang baru saja kembali dari rumah sakit. Di sebelahnya, Zehan mendorong kursi roda Alessia dengan lembut, sesekali bertanya apakah gadis itu baik-baik saja.
Mereka baru saja melangkah masuk ke dalam rumah ketika suasana dingin menyambut mereka. Tidak ada senyuman. Tidak ada ucapan selamat datang. Hanya tatapan tajam Rika yang duduk di sofa, serta Bara yang bersandar malas di dinding dengan lengan bersilang.
"Sudah pulang rupanya," ucap Rika datar, bahkan tanpa menoleh penuh. "Padahal saya pikir kalian akan tinggal di rumah sakit saja. Bukankah itu lebih cocok untukmu, Alessia?"
Alessia menggigit bibir bawahnya. Ia menunduk, mencoba menahan air mata yang tiba-tiba saja menggenang di pelupuk mata. Suasana hatinya yang semula senang karena boleh pulang mendadak menggelap.
"Tante, tolong jangan begitu," kata Adriella, mencoba tetap tenang. "Alessia baru saja selesai operasi. Bisa tidak kalian bersikap lebih manusiawi sedikit?"
Rika mengangkat alis. "Manusiawi? Siapa yang bukan manusia di sini? Kau pikir setelah membawa pulang adikmu dan membawa-bawa suamimu itu, kau sudah jadi ratu di rumah ini?"
Zehan mengepalkan tangannya di sisi tubuh, tetapi tetap diam. Ia tahu, bukan tempatnya untuk ikut campur sekarang. Adriella menghela napas dan menggandeng tangan Alessia.
"Ayo ke kamar," bisiknya.
Setelah mereka naik, Rika menatap Bastian yang baru saja turun dari lantai atas. Pria paruh baya itu tampak memegang sebuah undangan berwarna emas yang mengilap.
"Ada apa itu?" tanya Rika penasaran.
"Undangan pernikahan. Keponakan ku akan menikah bulan depan. Seluruh keluarga diharapkan hadir. Termasuk Adriella."
"Kalau begitu biarkan dia tahu. Supaya dia tidak malu sendiri kalau datang dengan pakaian lusuh dan tampang seperti pembantu." Rika tertawa kecil.
Namun, di lantai atas, Adriella tengah membantu Alessia berbaring. Gadis itu tampak lelah tapi mencoba tetap tersenyum.
“Maaf ya, semua ini jadi merepotkan Kakak karena aku,” bisik Alessia pelan.
“Jangan bilang begitu. Kamu adikku,” jawab Adriella lembut. “Yang penting sekarang kamu sembuh dulu.”
Beberapa hari berlalu. Kondisi Alessia membaik, dan ia mulai bisa berjalan meski masih harus berhati-hati. Adriella dan Zehan membagi waktu menjaga Alessia sambil tetap bekerja. Mereka berusaha menghindari konflik dengan keluarga, tetapi suasana tetap tegang.
Pada suatu pagi yang cerah, Adriella menerima undangan di meja makan. Tanpa sepatah kata pun, Rika meletakkannya di hadapannya. Kertas undangan mewah dengan nama besar keluarga Bastian tercetak di atasnya.
“Kita semua akan hadir. Kamu juga. Jangan buat malu keluarga,” ucap Rika tajam sebelum berjalan pergi.
Adriella menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah Zehan yang duduk di seberangnya. Mereka saling bertukar pandang, tanpa kata, tapi penuh pemahaman.
Pernikahan itu mungkin menjadi awal dari drama baru.
🍁🍁🍁
Pagi itu suasana rumah tidak seperti biasanya. Aroma harum masakan dari dapur menggoda, dan suara tawa Tante Rika terdengar menggema di seluruh rumah. Bukan karena kebahagiaan, tapi karena ia senang akan satu hal, kesempatan pamer di acara pernikahan kerabat Om Bastian.
Di kamar yang sempit dan cat dindingnya mulai mengelupas, Adriella tengah menyisir rambut Alessia yang sudah mulai tumbuh sehat kembali. Gadis itu duduk tenang, meski sesekali menunduk, matanya masih sayu karena luka batin yang belum sepenuhnya sembuh.
“Aku benar-benar harus ikut, Kak?” tanya Alessia lirih.
Adriella tersenyum lembut. “Kita harus tunjukkan kalau kita kuat. Meski mereka tak suka, kita tetap bagian dari keluarga ini.”
Zehan yang baru keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan kaus abu-abu yang mulai memudar warnanya, mendekat dengan ekspresi penuh simpati.
“Saya bisa temani kalian,” katanya, berdiri di ambang pintu. “Kalau kalian tak keberatan, saya ikut ke acara itu.”
Adriella mengangguk. “Akan lebih baik kalau kamu juga ikut bersama kami.”
Di ruang tengah, Rika sedang sibuk memilih kain untuk dijahit ke tukang jahit langganannya. Ia sudah menyiapkan rencana gaun mahal untuk dirinya dan Bara, tapi ketika Adriella menghampiri, ia hanya melemparkan dua setelan sederhana dan lusuh.
“Kau bisa pakai ini,” kata Rika dengan datar. “Dan untuk si anak sakit itu, pakai apa saja asal sopan. Tak perlu ikut kalau tak mampu berdiri lama.”
Alessia yang mendengar itu hanya menunduk, tapi Adriella tak bisa diam. “Tante, jangan bicara seperti itu.”
Rika melirik tajam. “Jangan ajari saya bersikap. Kamu pikir dengan memboyong laki-laki ke rumah ini kamu bisa seenaknya bicara pada saya?”
Adriella menggenggam tangan Alessia, menahan amarah yang mulai membakar dada.
Di sisi lain, Bara hanya bersandar santai di ambang pintu sambil memainkan ponselnya. Ia menatap Adriella dari ujung kaki sampai kepala, lalu mendesis pelan. “Jangan pakai baju ketat ya, nanti yang lain kepincut, padahal udah jadi istri orang.”
Zehan yang baru saja pulang melangkah maju, berdiri tepat di samping Adriella. “Jaga ucapanmu!” katanya tenang namun penuh tekanan. “Saya tidak suka kalau istri saya direndahkan.”
Bara mengangkat alis. “Hei, aku cuma bercanda.”
“Lain kali, simpan canda untuk dirimu sendiri,” balas Zehan.
Rika menatap tajam ke arah mereka. “Jangan buat keributan! Ini acara penting. Kalian mau mempermalukan kami?!”
Adriella menarik napas panjang. Ia tahu hari ini tidak akan mudah. Tapi demi Alessia dan martabat yang tersisa, ia akan berdiri tegak.
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...