Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.
Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.
Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.
Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Tersesat
Aku duduk dengan santai diatas ranjang tempat tidurku. Sudah jam 8 malam tapi suamiku belum pulang. Saat aku menghubunginya dia bilang ada rapat mendadak jadi pulang terlambat.
Suamiku sangat rajin dalam bekerja. Dia tipe pria pekerja keras dan aku menyukai sifatnya yang ini.
Dia akan menghasilkan banyak uang dan aset dalam waktu sekejap untuk memastikan masa depan kami cerah.
Aku tersenyum hangat memandang foto pernikahan kami. Waktu itu perasaanku masih sangat kacau. Aku tidak menyukainya sama sekali. Bayang-bayang masa lalu selalu saja menggangguku, mengusik ketenangan jiwaku yang sudah ingin menerima kehadirannya.
Tapi sekarang, pengganggu itu datang lagi. Tidak! Sudah cukup aku bersikap labil selama ini, tidak adil untuk Ali yang tidak tahu apa-apa. Aku mulai ingin membuka hatiku untuknya,untuk suamiku yang telah banyak menolongku.
Bunyi klik ringan dari pintu yang terbuka membangunkanku dari lamunan. Ku alihkan pandanganku ke sana dan aku melihat ternyata Ali,suamiku sudah pulang. Wajahnya terlihat letih.
“Ali? Kamu sudah pulang sayang?”
Ali langsung mendongak menatapku,seolah tak percaya dengan apa yang telah didengarnya.
Untuk pertama kalinya aku memanggil suamiku dengan sebutan ‘sayang’ selama 5 bulan pernikahan kami. Ali tersenyum tipis dan mengangguk lemah.
“Aku cape sayang, peluk aku dong!” keluhnya manja.
Ia merebahkan tubuhnya ke atas ranjang dan menaruh kepalanya di kedua pahaku. Aku menaruh foto pernikahan kami yang terbungkus bingkai kecil ke atas nakas lalu ku usap lembut kening dan rambutnya. Kedua mata Ali terpejam menikmati elusan tanganku.
“Ali, kamu harus mandi dulu. Badan kamu bau keringat”
“Ga pa pa,yang penting kamu suka” candanya.
Aku memencet hidungnya gemas dan dia mengerang kesakitan. Aku tertawa melihat tingkahnya. Rasanya menyenangkan juga bisa sehangat ini dengan suami. Baru kali ini aku tidak merasa canggung saat berduaan dengannya. Semoga kami akan selalu seperti ini.
“Tadi, gimana jalan-jalan ke toko bukunya? Nando pasti beli banyak buku ya?”
Aku membeku mendengar pertanyaan Ali. Apa aku terus terang saja sama Ali kalau aku pergi meninggalkan Nando? Ku rasa Ali tidak mungkin marah. Nando sudah besar, anak itu bisa pulang sendiri.
“Ya, Nando beli banyak buku. Tapi dia tadi sama temennya”
“Temen?” kelopak mata Ali terbuka, dahinya berkerut “siapa?”
“Ga tahu, pacarnya mungkin” jawabku asal dan rasa perih kembali menjalari hatiku.
“Kok kamu ga tahu sih?”
“Aku pulang duluan soalnya”
“HAH?” Ali langsung bangun. Duduk sambil menatapku dengan panik “Apa kamu bilang? Pulang duluan?”
Aku mengangguk dengan santai.
“Nando!” teriaknya, ia berlari dengan terges. Aku segera menyadari ada yang tidak beres jadi aku mengikuti Ali dari belakang.
Ali mengetuk pintu kamar Nando dengan keras lalu membukanya setelah lama tak ada jawaban. Kamar itu kosong. Pintu kamar di banting kembali setelah memastikan bahwa pemiliknya tidak berada di sana, Ali berlarian menuruni tangga menuju lantai dasar rumah. Dia semakin panik. Aku mengikutinya dari belakang.
“Bi ina, liat Nando ga?” tanyanya setelah tanpa sengaja berpapasan dengan bi Ina.
“Sejak tadi pergi sama nyonya, saya belum liat mas Nando pulang tuan” jawab Bi Ina apa adanya.
Aku mengerutkan kening tak mengerti, kenapa Ali sangat cemas? Nando bukan anak kecil yang tidak bisa pulang dan pergi sendiri. Aku malah curiga saat ini dia sedang asik berkencan dengan Bella.
Ali menepuk dahinya kemudian ia memeriksa ponselnya untuk menelpon seseorang.
“Akh...Nando kenapa handphone kamu ga aktif?” keluhnya dengan nada geram. Melihat ekspresi Ali membuatku turut merasa khawatir, apa terjadi sesuatu pada Nando? Ali memencet layar ponselnya beberapa kali. Wajahnya sudah semakin prustasi.
“Apa terjadi sesuatu pada Nando?” tanyaku pelan-pelan.
“Semoga saja tidak. Jika memang telah terjadi sesuatu padanya, itu semua salahmu!” Ali memandangku penuh emosi.
Aku hanya bisa menunduk sedih. Untuk pertama kalinya Ali memarahiku. Sepertinya dia lebih menyayangi adiknya dari pada aku. Waw...Nando bukan hanya merubah dirinya tapi juga semua orang.
Tak lama kemudian, bel rumah kami berbunyi. Ali segera berlari ke arah pintu dan membukanya dengan cepat. Aku berjalan sangat pelan menghampirinya, sama sekali tak berhasrat untuk ke sana.
“Nando!” seru Ali setengah berteriak.
Aku mendongakkan kepalaku, diluar pintu Nando sedang berdiri dengan Pak Hartono bawahan Ali di kantor, aku mengenalnya karena ia pernah beberapa kali datang ke rumah kami. Dia adalah karyawan paling dekat dengan Ali.
“Pak Ali, saya tadi tidak sengaja melihat mas Nando di pinggir jalan” Pak Hartono melirik sebentar ke arah Nando yang hanya bisa menunduk “Dia lagi dimarahin sama supir taxi karena tidak tahu jalan pulang”
Aku terkejut mendengarnya. ‘Nando tidak tahu jalan pulang?’
“Dimana Pak Hartono menemukan dia?” tanya Ali.
“Di jalan ke arah luar kota, Pak”
Ali segera memeluk Nando sementara wajah Nando tidak berubah, ia hanya menunduk pasrah.
“Maafkan aku ka, aku udah naik tiga taxi tapi aku tidak berhasil ingat jalan pulang. Handphoneku mati jadi ga bisa menghubungi kaka”
“Tidak apa-apa Nando, yang penting kamu sudah dirumah sekarang. Kakak takut kamu kenapa-napa”
“Maaf selalu bikin kakak khawatir setiap kali aku pergi”
“Lain kali kalo mau pergi, kamu bawa alamat rumah yah” Nando mengangguk lemah. Ali melepaskan dekapannya, “Pak Hartono, terima kasih sudah mengantarkan Nando pulang”
“Sama-sama, Pak. Kalo gitu saya pamit dulu, saya harus melanjutkan perjalanan saya”
Ali mengangguk lalu bersalaman dengan Pak Hartono sebelum pria paruh baya itu pergi. Ali mengandeng Nando masuk ke dalam rumah.
Saat kedua mata kami bertemu aku melihat betapa kecewa dirinya terhadapku. Ingin rasanya ku katakan maaf tapi tak ada yang keluar dari mulutku. Pikiranku masih di penuhi oleh banyak pertanyaan tentang dirinya.
Bagaimana bisa anak muda seperti dia memiliki ingatan yang begitu lemah? Bahkan dia sampai hampir nyasar ke luar kota? Dia seolah tidak mengenali dirinya sendiri.
Tiba-tiba saja Nando berhenti di depanku dan Ali membiarkannya menatapku. Wajah Nando tampak pucat dan lemah. Aku menunduk berusaha menghindari tatapannya yang seolah ingin menghakimiku.
“Kenapa Kak Aura tidak bilang padaku kalo mau pulang? Aku bisa meminta alamat rumah sebelum kakak pulang, jadi aku tidak bingung seperti ini,” ucapnya.
Aku hanya bisa menunduk tanpa merespon sedikitpun, mungkin aku sedikit kejam tapi ku pikir ini sudah cukup. Aku ingin memberitahunya jika aku kini sudah benar-benar tidak peduli padanya.
“Aku punya firasat bahwa sejak awal Kak Aura tidak suka padaku!"
Aku mendongak menatapnya dengan terkejut.
Bukan itu Nando! Aku tidak mungkin tidak menyukaimu! Ini semua terjadi karena salahmu sendiri.
Demi tuhan, sampai kapan kau mau berpura-pura terus seperti ini? Aku jelas lebih kecewa darimu. Sungguh egoisnya dirimu.
“Nando, istirahatlah, kamu pasti cape kan?”
Ali menepuk pundak Nando membuat perhatiannya teralih dariku “Sebelum tidur makan dulu yah, nanti kakak suruh bi Ina bawain makanan ke kamar kamu”
Nando mengangguk lemah lalu dengan langkah berat meninggalkanku yang hanya bisa berdiri mematung menatap lantai. Air mataku telah terjatuh. Ali membelai pipiku, mengangkat wajahku agar melihatnya.
“Ayo ke kamar, sudah saatnya kamu tahu segalanya tentang Nando”
Aku memicingkan kedua mataku ‘Tahu segalanya tentang Nando?’ aku semakin tidak mengerti, apa ada rahasia besar tentang Nando yang selama ini dirahasiakan oleh Ali?