Rayna tak pernah benar-benar memilih. Di antara dua hati yang mencintainya, hanya satu yang selalu diam-diam ia doakan.
Ketika waktu dan takdir mengguncang segalanya, sebuah tragedi membawa Rayna pada luka yang tak pernah ia bayangkan: kehilangan, penyesalan, dan janji-janji yang tak sempat diucapkan.
Lewat kenangan yang tertinggal dan sepucuk catatan terakhir, Rayna mencoba memahami-apa arti mencintai seseorang tanpa pernah tahu apakah ia akan kembali.
"Katanya, kalau cinta itu tulus... waktu takkan memisahkan. Hanya menguji."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iyikadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Sepertinya Gue Gila!
"Ada dua manusia yang pura-pura biasa, padahal saling jatuh di dalam diam."
...***...
Di tengah terik matahari Menteng yang membakar kulit sekitar pukul satu siang, Ben dengan setia mengantarkan Rayna sampai ke depan rumahnya. Meskipun peluh sudah membasahi pelipisnya, semangatnya tak surut sedikit pun.
Setibanya di depan pagar rumah Rayna, Ben mematikan mesin motor. "Udah sampe nih," ucapnya sambil tersenyum, "Gue langsung balik ya, semangat belajarnya buat ujian besok."
Rayna mengangguk, membalas senyum Ben. "Oke, hati-hati ya, Ben."
Tiba-tiba Ben memasang tampang bingung dan berteriak, "Hah? Apa? Gue gak denger...?"
Rayna menghela napas, teringat akan permintaan konyol Ben. Dengan wajah datar, ia berkata, "Hufftt... Hati-hati, gantengku."
"Ahaha, siap, cantikku!" balas Ben sambil mengedipkan mata, lalu menyalakan motor dan bergegas pergi, meninggalkan Rayna yang menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.
Rayna berdiri di depan pagar, memandang motor Ben yang semakin menjauh, lalu tersenyum kecil sendiri. Meski lelah karena perjalanan, dia merasa bahagia dan sedikit geli dengan semua tingkah Ben tadi. Setelah itu, dia melangkah masuk ke dalam rumah, siap menghadapi hari-harinya dengan semangat baru.
...***...
Di tengah perjalanan, Ben berhenti di sebuah taman yang teduh. Ia mematikan motor, melepas helm, dan dengan posisi masih duduk di atas motor, ia mengeluarkan ponselnya. Jemarinya lincah mengetik sebuah pesan untuk Rayna,
"Jangan kangen ya, cantikku. Besok gantengmu ini akan jemput lagi, hehe."
Ben tersenyum sendiri membayangkan reaksi Rayna saat membaca pesannya.
Semenjak Rayna memanggil Ben dengan sebutan 'gantengku'. Ben merasakan sesuatu yang berbeda didalam dirinya.
Kemudian, Ben menekan foto profil Rayna, memandangi fotonya yang terlihat sangat cantik dan anggun. "Ini sih bukan dia yang jatuh cinta sama gue, tapi gue yang tergila-gila sama dia, hahaha..." gumamnya sambil terkekeh.
Dia mulai memperbesar dan memperkecil foto Rayna berulang kali. "Arrghhhh, bisa gila gue lama-lama liat fotonya, rasanya pengen balik lagi ke rumahnya buat ketemu," ujarnya sambil terus tersenyum sendiri dan bicara sendiri.
Tiba-tiba, seorang ibu-ibu lewat, "Heh bocah, lu ngapa dah senyum-senyum sendiri begitu, ngomong sendiri juga, gila lu ya?"
Ben yang terkejut langsung memasang wajah datar. "Apaan sih, Bu, orang saya gak kenapa-kenapa," jawabnya sedikit kesal.
"Lah, gak kenapa-kenapa tapi ngomong dan ketawa sendiri, mana gak ada orang sama sekali," timpal ibu itu dengan nada curiga.
"Ehhh, orang saya lagi nonton video lucu ini," elak Ben sambil menunjukkan layar ponselnya.
"Alah, bohong. Kasian banget, ganteng-ganteng udah stres, mana masih muda lagi," kata ibu itu sambil menggeleng-gelengkan kepala dan pergi meninggalkan Ben.
"Ehh si ibu, ikut campur banget, gak tau apa anak muda ini lagi terkagum-kagum sama seseorang," gerutu Ben sambil memasang muka tengil.
"Tapi hari ini gue dipanggil 'gantengku' sama Rayna, ahahaha... Apa gue pura-pura marah aja tiap hari, supaya bisa dibilang 'gantengku', 'cintaku', 'sayangku', ahahaha gemesss deh," katanya sambil senyum-senyum kasmaran.
Tiba-tiba, Ben sadar akan kelakuannya sendiri. "Lo ngapain sih, Ben. Kaya orang stres aja. Itu bukan diri lo!" ujarnya dengan ekspresi datar.
"Tapi gapapa ahh, namanya juga lagi butterfly era hahaha," katanya sambil memakai helm lagi dan melanjutkan perjalanan.
Setibanya di rumah, Ben sempat mengecek ponselnya terlebih dahulu sebelum masuk. Terlihat satu notifikasi pesan dari Rayna,
"Lo kenapa sih, Ben, hari ini aneh banget."
Dengan bersemangat, Ben segera membalas,
"Gapapa kok, gue biasanya juga gini, lo nya aja yang gak sadar karena terlalu cuek."
Tak lama kemudian, Rayna membalas, "Engga, gue baru kali ini liat lo gitu."
"Perasaan lo aja kali," balas Ben singkat.
Setelah membalas pesan itu, Ben kembali tersenyum kasmaran. Hatinya berbunga-bunga karena Rayna memperhatikannya. Dengan langkah ringan, Ben masuk ke dalam rumah, siap untuk melanjutkan hari dengan semangat yang baru.
"Ben, tumben udah pulang jam segini, sini temenin Mama makan," sapa Mama dengan senyum sumringah.
"Oke, Ma," jawab Ben sambil tersenyum lebar. Padahal, ia sudah makan tadi bersama Rayna, tapi karena suasana hatinya sedang berbunga-bunga, ia tetap menerima ajakan Mama tanpa membantah sedikit pun.
Mama yang melihat itu nampak heran. "Tumben tuh anak langsung meng-iyakan tanpa drama ini itu," gumam Mama dalam hati sambil menatap Ben dengan tatapan menyelidik.
"Sini Mama siapin ya, kamu mau makan sama apa?" tanya Mama sambil beranjak menuju dapur.
"Apa aja, Ma, masakan Mama pasti enak," jawab Ben dengan nada ceria.
"Emm, tumben kamu," kata Mama sambil menatap Ben dengan tatapan curiga.
"Hehehe," Ben hanya bisa tertawa kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa sedikit malu karena sikapnya yang berbeda dari biasanya.
"Oh iya, kenapa tumben jam segini udah di rumah?" tanya Mama sambil menyiapkan makanan di meja makan.
"Tadi cuma ujian aja, Ma, jadi sebentar," jawab Ben sambil duduk di kursi.
"Ohh, ujian kelulusan ya? Berarti anak Mama ini bentar lagi lulus," kata Mama dengan nada bangga.
"Iya, Ma, bentar lagi Ben bukan anak SMA lagi," jawab Ben sambil mengangguk.
"Hemm... berarti harus segera dibicarakan lagi nih rencana pernikahan kamu dengan Rayna," ujar Mama sambil tersenyum menggoda.
"Uhukk... uhukk," Ben tersedak mendengar ucapan Mama.
"Ben, pelan-pelan makannya, jadi tersedak kan," kata Mama sambil menyodorkan segelas air.
"Eeu... iya, Ma..." jawab Ben sambil berusaha menenangkan dirinya.
Pikiran Ben langsung melayang-layang.
"Oh iya ya, gue kan bakal nikah setelah lulus sekolah ini, berarti gue bisa deket terus dong sama Rayna," pikirnya sambil senyum-senyum sendiri.
"Heh, Ben! Kamu kenapa sih malah senyum-senyum?" tanya Mama sambil mengerutkan kening.
"Ehh engga kok, Ma, ini masakan Mama enak banget nget nget, baru kali ini Ben makan makanan yang seenak ini," jawab Ben sambil berusaha menutupi kegugupannya.
"Ah, kamu ini bisa aja," kata Mama sambil tersenyum senang.
Mama Ben tampak senang dengan sikap Ben yang seperti itu. Ia merasa sangat nyaman dan dekat dengan anaknya setelah beberapa waktu lalu sempat renggang karena emosi Ben.
"Entah apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Ben, tapi Mama senang kamu sudah engga marah lagi sama Mama," gumam Mama di dalam hatinya sambil tersenyum lembut melihat Ben yang sedang makan dengan lahap.
Ia merasa lega karena hubungannya dengan Ben mulai membaik.
"Ma, Ben boleh tambah lauknya lagi ga? Enak banget ini, hehe," pinta Ben sambil menyodorkan piringnya.
"Boleh dong, ambil sepuasnya," jawab Mama sambil tersenyum senang.
"Mama juga tambah dong, temenin Ben," ajak Ben sambil menatap Mama dengan tatapan penuh harap.
"Iya iya, Mama tambah juga temenin Ben," jawab Mama sambil mengambil lauk dan menaruhnya di piringnya sendiri. Ia merasa bahagia bisa makan bersama Ben dengan suasana yang hangat dan harmonis seperti itu.
Bersambung...