NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:11.7k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Curiga

Andry menghela napas berat. “Iya… kalau sampai papa, kita pasti jadi omongan. Nama keluarga bisa hancur. Yang lebih kita takutkan adalah, kita dikeluarkan seperti Kak Rakha.”

“Nah... Itu yang kumaksud. Selama ini kan keluarga besar selalu anggap kita keluarga sempurna, anak-anak penurut, Mas. Kalau sampai Disa ketahuan… apalagi kalau benar dia pacaran sembunyi-sembunyi… Astaghfirullah,” lanjut Mama Disa, suara makin panik.

Andry menatap istrinya dengan sorot mata tegas. “Makanya aku bilang, kita harus selesaikan ini sebelum papa atau Rakha curiga. Kita nggak boleh kelihatan panik. Kalau perlu, kita pasang orang untuk awasi Disa diam-diam.”

Mama Disa terdiam sejenak, lalu mengusap wajahnya. “Kamu yakin bisa nutupin, Mas? Soalnya Disa makin susah diatur. Aku takut dia malah makin keterusan.”

Andry menarik napas panjang. “Aku tahu. Tapi aku nggak mau nama keluarga kita jatuh. Apalagi papa… beliau nggak bakal segan hukum kita kalau tahu kita gagal jaga anak.”

Mama Disa memegang dadanya, wajahnya pucat. “Aku nggak sanggup, Mas… aku nggak mau malu di depan keluarga besar.”

Andry berdiri, memegang pundak istrinya. “Tenang. Kita harus hati-hati. Jangan sampai ada satu pun anggota keluarga besar tahu soal ini. Kita awasi Disa, dan aku akan cari tahu siapa laki-laki itu. Sebelum semuanya terlambat.”

Mama Disa mengangguk pelan, tapi matanya berkaca-kaca. “Semoga aja belum ada yang tahu. Kalau sampai Papa Danish dengar… habislah kita, Mas.”

Suasana ruang tamu terasa menegangkan. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar, sementara keduanya tenggelam dalam ketakutan akan aib yang bisa mencoreng nama keluarga mereka.

Sementara itu di kamar atas.

Disa menutup pintu kamarnya pelan. Napasnya masih terasa ringan, meski hatinya berdetak kencang. Ia merebahkan diri di kasur dengan senyum lebar, memeluk bantal seakan memeluk bayangan laki-laki itu.

Di balik tirai yang tertutup rapat, kamar Disa terasa hangat oleh perasaan yang membuncah. Ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk.

“Udah sampai rumah, Cantik?”

Senyum Disa melebar. Jari-jarinya cepat membalas pesan itu. "Udah, Kak… Makasih udah nemenin gue hari ini. Rasanya kayak mimpi.”

Tak butuh waktu lama, balasan masuk.

“Bukan mimpi, Dis. Gue serius sama lo. Kita bakal sering ketemu. Gue janji.”

Wajah Disa memerah. Dia menatap pesan itu lama, seperti mengukir setiap kata ke dalam hatinya. Ia tak peduli dengan tatapan curiga orang tuanya di ruang tamu. Tak peduli ponselnya yang mati total semalam membuat rumah geger. Yang penting, dia merasa dicintai dan diperhatikan.

Disa menutup mata, mengingat kembali setiap momen di apartemen pria itu. Tatapan tajamnya, senyum misteriusnya, genggaman tangan hangat yang membuatnya merasa istimewa.

“Dia bener-bener beda…” bisiknya pelan, pipinya memerah.

Lagi-lagi ponselnya berbunyi.

“Besok kita ketemu lagi, ya. Gue gak bisa lama-lama jauh dari lo.”

Disa menggigit bibirnya, hatinya meleleh. Ia membalas singkat,

“Iya, Kak… Gue juga kangen.”

Ia menatap layar ponselnya lama, lalu tersenyum sendiri sambil memeluk bantal. Dunia terasa seperti milik mereka berdua saja. Kegelisahan dan kekhawatiran yang dirasakan orang tuanya di luar kamar, tak sedikit pun ia hiraukan

Disa masih merasakan jantungnya berdegup cepat setelah apa yang baru saja mereka lakukan. Di apartemen itu, semua batas seakan kabur. Lelaki itu selalu tahu cara membuatnya luluh, meski hati kecilnya terus berbisik kalau ini berbahaya.

***

Keesokan harinya, Disa kembali ke apartemen karena kedua orang tuanya sedang keluar rumah. Hari minggu yang harusnya kumpul keluarga, tapi sudah beberapa hari ini orang tua Disa memang sibuk makanya sulit mengontrol Disa.

Seperti biasa mereka melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh orang yang belum mempunyai hubungan halal. Keduanya terlalu larut akan kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Mereka bahkan sampai lupa waktu.

Disa terlonjak saat waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Walaupun merasa lelah, dia terpaksa harus bangun supaya dia tidak dimarahi oleh orang tuanya.

Setelah mandi, sebelum pulang, lelaki misterius itu kembali menatapnya dalam-dalam.

“Lo inget, ya. Semua yang udah kita jalanin jangan sampai bocor. Lo harus pintar nutupin jejak.”

Disa menunduk, jemarinya memainkan resleting tasnya dengan gugup. “Iya, Kak… tapi kalau sampai ketahuan Mama atau Papa gimana?”

Lelaki itu meraih dagu Disa, mengangkat wajahnya hingga mata mereka bertemu.

“Mereka gak bakal tahu. Gue udah atur semuanya. Lo cuma perlu percaya sama gue.”

"Dan jangan lupa, lo harus minum apa yang gue kasih."

"Tapi, Kak..."

"Lo masih mau sama gue, Gak?" tanyanya. "Kalau lo gak mau, ya sudah... Yang rugi bukan gue. Ini demi kebaikan kita juga."

Disa terdiam. Ada rasa takut, tapi juga ada rasa nyaman yang aneh ketika bersama pria ini. Senyum manis lelaki itu, sentuhan tangannya, semuanya membuat Disa merasa dipilih—sesuatu yang tidak pernah ia rasakan dari keluarganya.

Akhirnya, Disa mengangguk pelan.

“Oke…” bisiknya, meski nada suaranya nyaris bergetar.

Pria itu tersenyum puas, lalu menepuk pipinya pelan.

“Good girl. Udah, yuk. Gue antar pulang sebelum bokap nyokap lo curiga.”

Mereka pun turun bersama menuju parkiran apartemen. Mobil pria itu melaju tenang membelah jalan sore yang mulai ramai. Namun pikiran Disa terus berputar. Ia tahu ia sedang masuk terlalu jauh. Tapi setiap kali mengingat tatapan pria itu… ia tidak bisa berhenti.

Sesampainya di depan rumah, Disa sempat menahan pergelangan tangan lelaki itu.

“Kak… lo beneran gak akan ninggalin gue, kan?” tanyanya lirih.

Pria itu hanya tersenyum samar, lalu mencium keningnya sekilas.

“Gue gak pernah main-main sama lo.”

Disa pun turun dari mobil dengan hati berdebar. Begitu mobil itu melaju pergi, ia berdiri cukup lama di depan pagar rumahnya. Ada rasa bersalah, ada pula rasa takut. Tapi jauh di lubuk hatinya, ada juga kebahagiaan yang sulit ia bantah.

***

Di balik kemudi mobilnya yang melaju menuju apartemen, lelaki misterius itu tertawa kecil, matanya menyipit penuh kepuasan.

“Haha… nurut juga dia sama gue. Secinta itu sama gue?” gumamnya sambil memainkan setir dengan satu tangan.

Ia mengingat wajah Disa yang memohon agar tidak ditinggalkan, membuat senyum miringnya semakin melebar.

“Tapi lo harus jadi budak gue, Dis. Gue udah tanamkan di kepala lo kalau hidup lo gak lengkap tanpa gue.”

Suara tawanya pecah pelan di dalam mobil.

“Suruh siapa juga lo dulu ganggu hubungan gue? Sekarang lo harus jadi budak gue. Pacar gue dulu? Hah—kesentuh tangan gue aja dia gak mau apalagi lebih dari itu."

Tangannya mengepal di atas setir, sorot matanya penuh dendam, tapi senyum miring itu kembali muncul.

“Tapi lo, Dis… lo beda. Lo gue buat jatuh ke pelukan gue, lo gue buat haus sama gue. Gue gak akan lepasin lo. Lo udah terlalu jauh masuk dalam permainan ini.”

Ia menyandarkan tubuh ke jok kursinya sambil terkekeh puas.

“Mulai sekarang, lo budak gue. Dan lo gak bakal bisa kabur. Haha…”

***

Keesokan harinya, di kamar Haidar dipenuhi suara rengekan manja Emily. Gadis itu berusaha bangkit dari ranjang, tapi langkahnya kembali kikuk, jalannya miring seperti bebek.

“Huaaa… semua gara-gara kamu…” gerutu Emily sambil mendorong bahu Haidar yang malah rebahan santai di atas kasur.

Haidar terkekeh, matanya nakal menatap istrinya yang pipinya sudah merona merah.

“Kan bukan pertama kalinya, Sayang. Kok masih begitu?” godanya sambil menahan tawa.

Emily menggembungkan pipinya. Ia duduk di pinggir ranjang sambil meremas ujung selimut, wajahnya makin merah.

“Punya kamu itu… kayak… ketinggalan di dalam…” rengeknya lirih, tak berani menatap.

Haidar langsung tertawa keras sambil menutup wajahnya dengan tangan. “Hahaha… ya ampun, Sayang. Kamu lucu banget!”

Emily merajuk, memukul lengan Haidar pelan dengan kepalan kecilnya. “Ih, malah diketawain! Aku serius tau…”

Haidar cepat-cepat menarik Emily ke pelukannya, menempelkan keningnya di kening istrinya. “Salah kamu sendiri… Sayang minta lagi dan lagi semalam.” Bisiknya dengan suara berat yang membuat Emily makin salah tingkah.

“Mana ada!” Emily buru-buru memalingkan wajahnya, menutupi pipi panasnya dengan tangan.

Haidar tersenyum lebar, mencium ujung telinga istrinya yang langsung meringis malu. “Ada dong… dan jangan pura-pura lupa.”

Setelah persiapan berangkat sekolah selesai, Emily mendengus, setengah kesal, setengah malu. Tapi senyum tipis akhirnya muncul juga di bibirnya.

Emily masih mondar-mandir kecil di kamar, berusaha turun ke bawah. Tapi langkahnya tetap saja miring, bikin Haidar gemas setengah mati.

“Ya Allah, Sayang… jalanmu kayak bebek baru belajar berenang. Sampai kapan kita nunggu begini?” goda Haidar sambil bersedekap di depan pintu.

Emily manyun. “Salah kamu sendiri semalam…”

Tanpa banyak omong lagi, Haidar tiba-tiba membungkuk dan mengangkat tubuh istrinya ke dalam gendongan bridal style. Emily terkejut dan refleks melingkarkan tangan di leher Haidar.

“Mas! Turunin aku! Nanti diliat orang!” serunya panik.

“Biarin, toh kamu istri aku. Mau sampai siang kamu pelan kayak gitu? Bisa kesiangan sekolah,” jawab Haidar santai sambil melangkah turun.

Begitu sampai ruang makan, Soraya—sedang menyiapkan sarapan. Matanya langsung melebar melihat anak menantunya digendong begitu mesra.

“Kenapa Emily, Nak?” tanyanya sambil menahan heran.

Emily yang wajahnya sudah merah padam buru-buru menunduk, menutup muka dengan tangan. “Semua gara-gara suamiku, Ma…” ucapnya lirih tapi jelas terdengar.

Soraya berkedip, separuh bingung, separuh menahan senyum. “Gara-gara Haidar? Memangnya kenapa?”

Sebelum Emily sempat buka mulut lagi, Haidar mendekat, menurunkan istrinya perlahan di kursi lalu membisikkan di telinganya.

“Ssst… jangan bilang Mama. Nanti kamu lebih malu sendiri,” bisiknya sambil nyengir nakal.

Emily langsung menggigit bibir bawah, menahan malu. Sedangkan Soraya menatap mereka berdua dengan tatapan penuh tanda tanya.

Soraya duduk berhadapan dengan Emily dan Haidar di meja makan. Tatapannya nggak lepas-lepas dari menantunya yang pipinya udah kayak tomat rebus.

“Emily, kamu kenapa jalannya kayak orang keseleo? Jangan-jangan jatuh?” tanya Soraya pura-pura polos.

Emily buru-buru geleng. “Ngg… nggak, Ma. Cuma kepleset dikit aja semalam.”

Soraya menyipitkan mata. “Kepleset di mana? Di kamar? Atau… keplesetnya gara-gara didorong seseorang?” Soraya melirik Haidar dengan senyum nakal.

Haidar pura-pura sibuk ngambilin roti. “Ah, Mama ini… jangan bikin gosip pagi-pagi.”

Emily langsung menunduk makin dalam, tangan kecilnya mencubit lengan Haidar di bawah meja. “Ini semua salah kamu, Mas,” bisiknya geram.

Soraya menghela napas panjang, tapi senyumnya nggak hilang. “Ya Allah… kalian ini kayak pengantin baru terus tiap hari. Mama sampai bingung, ini rumah apa honeymoon resort.”

Haidar tertawa, tangannya diam-diam menggenggam tangan Emily yang ada di bawah meja. “Ya namanya juga pasangan halal, Ma. Kan pahala.”

Emily makin merah padam, buru-buru menarik tangannya sambil meraih gelas susu. Tapi karena gugup, dia hampir saja tumpahin isinya.

Soraya cuma geleng-geleng sambil terkekeh. “Sudahlah, kalian makan dulu. Nanti kalau Emily makin jalan bebek ke sekolah, teman-temannya bisa curiga. Hati-hati lho, Dar…”

Emily langsung hampir tersedak mendengar itu, sementara Haidar malah santai mengoles selai ke roti sambil nyengir lebar.

Di sekolah, Emily masuk kelas dengan jalan bebek khasnya. Untung saja teman-teman nggak terlalu memperhatikan karena lagi ribut soal tugas. Tapi, ada satu orang yang matanya tajam banget memperhatikan: Linda.

Linda menyandarkan dagunya di meja, pandangannya mengikuti setiap langkah Emily. Nih anak, kenapa lagi jalannya kayak habis lari maraton? Atau... jangan-jangan...? pikirnya.

“Ly, lo kenapa sih jalannya aneh mulu beberapa hari ini?” tanya Linda tiba-tiba, bikin Emily kaget.

Emily buru-buru duduk, menutupi kegugupannya dengan senyum. “Hehe… jatuh, Lind. Kebetulan semalem juga agak keseleo dikit.”

Linda mengangkat alis, menatapnya penuh curiga. “Jatuh terus? Kok bisa? Biasanya kan lo kalau jatuh juga bar-bar aja berdiri lagi.”

Emily pura-pura merogoh tas, menghindari tatapan Linda. “Ya namanya juga sial, ya kan? Lagian gue kan manusia biasa, bukan robot.”

Linda mendengus pelan, tapi dalam hati otaknya bekerja cepat. Beberapa kali gue liat dia turun dari mobilnya Pak Haidar. Gosip tes pack kemarin juga anehnya langsung reda. Terus… jalannya yang nggak normal…

“Ly,” Linda mencondongkan tubuh, suaranya lebih pelan. “Gue tanya serius ya. Lo ada hubungan apa sama Pak Haidar?”

Bersambung

1
Reni Anjarwani
kira2 siapa ya laki2 misterius ituu
Hardware Solution
senjata makan tanaman nih
Reni Anjarwani
siapa laki2 itu yaa
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up
Nur Adam
lnju
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!