Kisah dua anak manusia yang ditemukan karena takdir.
Sekartaji adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Dia adalah satu-satunya yang belum menikah di usianya yang ke 27 sementara kedua kakak dan adiknya sudah punya pasangan masing-masing. Sekar tidak ada keinginan menikah karena baginya pria jaman now red flag semua.
Danapati, seorang pengusaha berusia 34 tahun, belum mau menikah karena menunggu wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bagaimana jika dua orang yang tidak mau menikah tapi dipertemukan oleh takdir?
Disclaimer. Ini bukan cerita rakyat Jawa ya. Hanya cerita komedi unfaedah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Boyolali
Sekartaji berjalan-jalan bersama dengan Danapati ke Ria Batik untuk berbelanja daster serta beberapa kemeja batik santai. Setelahnya mereka berjalan-jalan membeli abon, rambak dan beberapa oleh-oleh khas Solo lainnya.
"Kamu mau beli apa lagi?" tanya Danapati saat mereka berada di cafe kopi Loske."Sepertinya aku salah deh! Sini kopinya memang enak tapi tidak ada AC."
Sekartaji yang memakai blus tanpa lengan dan celana jeans, hanya tersenyum melihat Danapati mengipasi dirinya dengan tangan.
"Panas ya mas?" kekeh Sekartaji.
"Buanget!" Danapati menghembuskan nafasnya. "Tapi memang kopinya enak."
"Yang penting kan kopinya enak mas."
"Iya tapi sambil sauna begini?" sungut Danapati sebal.
Sekartaji tersenyum. "Mas, kayaknya aku sudah cukup deh beli oleh-olehnya. Buat anak-anak kantor juga sudah jadi aman deh!"
"Kok malah memikirkan anak-anak kantor?" tanya Danapati sambil menyesap kopinya.
"Aku kan dua hari tidak ke kantor ... Roy sudah tahu aku kemana tapi tidak bilang sama siapa. Jadi mereka nodong oleh-oleh supaya ada hubungan timbal balik karena mereka yang mengerjakan tugas aku." Sekartaji menatap Danapati. "Gara-gara siapa coba aku tidak masuk kantor?"
Danapati hanya bersiul-siul dengan wajah bodo amat. Sekartaji menyipitkan matanya ke arah pria tampan itu tapi untuk kali ini, mukanya lebih menjurus ke menyebalkan.
"Eh Sekar, kita pulang jam berapa besok?" tanya Danapati. "Kan kita car free day dulu terus checkout hotel langsung Jakarta atau kamu mau ada tempat lain?"
"Pak, bagaimana kalau kita ke Boyolali? Makan iga pak Wid."
"Lha habis itu balik ke tol?" tanya Danapati.
"Kalau bapak capek nyetir ya aku saja yang nyetir. Toh itu kan mobil papa aku ...."
"Lha lupa itu mobil papa mertua. Udah main hak milik saja karena anaknya sudah separo jalan jadi hak milik dan hak cipta." Danapati tersenyum usil membuat Sekartaji melengos sebal. "Atau, sekarang saja kita ke Boyolali? Daripada besok. Ya kaaaannn? Mumpung mau masuk jam makan siang. Nanti kalau ada yang kamu mau beli disana kan enak. Daripada besok?"
"Boleh deh pak! Habis aku bingung mau beli apa lagi di Solo karena semua oleh-oleh sudah ada semua."
***
Danapati pergi menuju Boyolali bersama Sekartaji setelah sebelumnya mengisi penuh tangki bensin mobil Rama.
"Kalau jalannya sepanjang ini macam dari rumah ke Halim tanpa macet, ya bisa santai lah. Jalan ke Boyolali itu dibandingkan rumah ke Halim, satu kali Halim sama saja Boyolali pulang pergi," ucap Danapati sambil fokus ke jalan.
"Apa pindah ke Solo mas? Atau Semarang? Atau Klaten?" goda Sekartaji.
"Memang kamu ada rencana pindah ke Jawa Tengah?" Danapati menoleh ke arah Sekartaji.
"Papa dan mama sudah rencana kalau pensiun pindah Solo. Katanya mau pensiun di tempat yang tidak macet. Bosan kena kemacetan."
Danapati mengangguk. "Faktor usia juga karena sudah cukup capek dengan macetos. Mungkin aku akan begitu tapi untuk sementara ini, aku masih memilih tinggal di Jakarta."
"Iya mas. Bukan apa-apa, kita masih ada banyak pekerjaan hingga lima tahun ke depan. Aku sudah mendapatkan jadwal mesin yang akan hadir di tempat kita dan sudah kita buat perencanaannya agar tidak keteteran."
Danapati mengangguk. "Soal divisi kamu, aku tidak akan ikut campur karena kamu sudah lama disana. Sudah pasti kamu punya ritme kerja sendiri dalam tim kamu kan?"
"Iya ... Kami sudah sangat solid dalam pekerjaan kami. Tugas kami berat mas, karena salah sedikit saja, bisa membahayakan banyak nyawa mas." Sekartaji menoleh ke arah Danapati. "Perusahaan mas itu sudah punya reputasi dan kesalahan satu saja, bisa menghancurkan semua nama baik AirEngine Ltd."
"Oke. Sekarang kita tidak usah ngomongin soal pekerjaan ya?" Danapati tersenyum ke arah Sekartaji.
Setelah hampir setengah jam dari Solo, mereka pun tiba di iga Pak Wid di Boyolali. Danapati dan Sekartaji pun segera memesan menu makanan mereka lalu keduanya saling mengobrol banyak hal tanpa tahu ada sepasang mata melihat ke arah pasangan itu.
"Kayaknya kemana-mana ketemu mereka melulu ya Gil."
"Kan memang orang Jakarta tahunya kesini, pak Dewa."
"Mbok ke kemuning atau Tawangmangu lah, malah ke pak Wid!"
Ragil hanya menoleh sebal ke Bossnya. "Pak Dewa, yang namanya orang mau kemana itu tidak bisa diatur. Ya kali ini restauran punya bapak ... Nggak tho?"
"Dih, kok kamu yang sewot! Sebal tahu lihat pasangan lagi ada bebungaan melayang-layang macam mbak Kunti nyebarin kembang kantil!" sahut Dewa.
"Pak, setahu saya mbak Kunti itu makan kembang kantil bukan nyebarin," jawab Ragil.
"Lha? Kok kamu tahu?" Dewa menyipitkan matanya. "Kamu habis nonton Suzanna ya?"
Ragil hanya memutar matanya malas. "Pak Dewa, tidak usah julid sama pak Dana dan nona Sekartaji. Kenapa sih harus julid?"
"Dengar Ragil bapaknya Nakula Sadewa. Gue sudah tiga malam tidak kelonan dengan jeng Alina. Rasanya ada yang kurang jadi melihat orang yang lagi hepi-hepi penuh dengan romansa, bikin gue empet, tahu nggak!" omel Dewa.
"Pak, saya juga sama dengan bapak. Tidak bersama Chika tapi ya mbok woles ngunu lho pak. Sukanya kok merepotkan diri sendiri sih?" balas Ragil yang sudah tahu kebiasaan Dewa kalau tidak ada Alina, pasti ngadi-ngadi dan kemana-mana omelannya. Namun itu hanya bersama dirinya dan keluarganya saja. Dewa jika di kantor, dikenal Boss yang tegas dan tanpa tedeng aling-aling kalau ada yang membuat kekacauan.
"Kita hampiri yuk. Sekalian suruh si Pati bayarin makanan kita!" seringai Dewa usil.
"Ya Allah pak ... Nggak gitu konsepnya!" seru Ragil gemas. "Kok bapak bisa beda jauh dengan pak Bagas sih!"
***
Danapati sedang melihat jadwal kedatangan mesin di ponselnya sementara Sekartaji membalas chat dari Agni ketika Dewa dan Ragil datang menghampiri mereka berdua.
"Lha? Elu ngapain kemari?" tanya Danapati bingung sementara Sekartaji terkejut karena anak boss ayahnya juga berada di tempat yang sama.
"Kan seperti kata pepatah, dunia itu tidak selebar daun kelor tapi pindah-pindah macam daun janda bolong. So, kalian malah kemari itu bijimane?" tanya Dewa sambil duduk di depan Danapati dan Sekartaji.
"Lha sini kan memang tempat kuliner turis lokal dan warlok jadi wajar dong," jawab Danapati.
"Kirain ke selat mbak Lis."
"Nggak, Sekar minta kemari jadi ya sudah. Soalnya kan besok habis checkout langsung pergi ke Jakarta. Tapi pagi kita memang mau car free day dulu baru pergi." Danapati menatap Dewa yang memasang wajah usil. "Gue curiga deh sama gelagat elu."
Dewa pun nyengir. "Lu sekalian bayarin makanan gue dan Ragil ya?"
Danapati melengos. "Sudah kudaging!"
"Kudugong!" ralat Dewa.
"Bodo Amat! Elu tuh banyak duit, kampret!" sungut Danapati.
"Hei, gue banyak duit iya. Tapi kalau dibayarin, siapa juga yang nolak!" balas Dewa.
"Elu itu bukan dibayarin tapi nodong pemaksaan minta dibayarin!" ucap Danapati kesal.
Sekartaji hanya menggeleng gemas dengan kelakuan pria dewasa yang macam anak SMA itu.
Ampun deh!
***
Yuhuuuu up Pagi Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu
sebelum jaman drakor tayang