NovelToon NovelToon
Obsesi Sang Ceo

Obsesi Sang Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta / Dark Romance
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Biebell

Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.

Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.

Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.

Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 — Impian Indah Nerios

Ternyata mereka berdua tidak lembur sampai larut malam. Sekitar pukul setengah sembilan, pekerjaan sudah rampung. Namun, keduanya tidak langsung pulang. Mereka memilih duduk berdampingan di sofa ruangan, beristirahat sejenak sebelum Nerios kembali mengendarai mobil.

Sunyi malam perlahan merambat masuk melalui kaca besar ruangan, ditemani udara dingin yang membuat suasana semakin tenang. Duduk berdua dengan Camelia dalam keheningan seperti itu, tanpa sadar membuat pikiran Nerios kembali melayang pada sesuatu yang selama ini ia impikan.

“Kau ingin tahu sesuatu?” tanya Nerios tiba-tiba, suaranya terdengar dalam tapi tenang.

Camelia segera meletakkan ponsel yang tadi ia pegang di atas meja. Ia menoleh penasaran. “Kau ingin memberitahuku rahasia besar keluarga Miller?” tebaknya asal.

Nerios terkekeh kecil, lalu menoleh dengan senyum tipis. “Itu tidak mungkin. Kecuali… kalau kau sudah jadi istriku.”

“Ah, sudahlah …” Camelia mengibaskan tangannya, enggan menanggapi gurauan itu lebih jauh. “Jadi, apa sebenarnya yang ingin kau katakan padaku?”

Nerios menyandarkan tubuhnya ke sofa, kepalanya menengadah menatap langit-langit ruangan. “Aku selalu bermimpi… suatu hari nanti aku akan hidup bahagia bersama istri dan anak-anakku. Meski dulu aku tidak pernah benar-benar punya seseorang yang kusukai.”

Camelia menatapnya dengan polos. “Lalu, apakah sekarang kau sudah punya seorang wanita yang kau sukai?”

Nerios menurunkan pandangannya, menatap wajah polos Camelia dengan ekspresi tak percaya. “Kau serius bertanya begitu, Camelia?”

Wanita itu mengangguk kecil. “Iya. Katakan saja siapa orangnya.”

Tuk!

Nerios menyentil kening Camelia dengan gemas hingga wanita itu meringis pelan. “Wanita itu, tentu saja dirimu. Apa menurutmu ada alasan lain kenapa aku terus mempertahankanmu di sisiku?”

“Jahat sekali sih…” Camelia mengusap keningnya sambil mengerucutkan bibir. Akhir-akhir ini Nerios memang sering sekali melakukan itu padanya.

“Maaf.” Nerios mengulurkan tangan, mengusap lembut keningnya seakan menebus rasa sakit kecil tadi. “Aku lanjutkan ceritaku, boleh?”

Camelia hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, membiarkan Nerios melanjutkan kata-katanya dengan tenang.

Nerios menarik napas panjang sebelum melanjutkan. Matanya masih menatap langit-langit ruangan, seolah tengah membayangkan sebuah dunia lain yang selama ini hanya ada di pikirannya.

“Aku selalu membayangkan pulang kerja, bukan ke rumah yang sunyi, tapi ke rumah yang hangat. Ada seorang wanita yang menungguku, tersenyum sambil berkata ‘selamat datang pulang’. Lalu ada suara kecil yang berlari menghampiri, memeluk kakiku, memanggilku dengan sebutan ayah.”

Camelia mendengarkan dengan saksama. Suaranya terdengar pelan, namun hatinya dipenuhi rasa penasaran bercampur haru. “Kau ingin kehidupan yang sederhana begitu?”

Nerios mengangguk tipis. “Sederhana, tapi penuh arti. Aku tidak butuh pesta besar atau rumah megah. Cukup ruang makan dengan meja kayu, dua piring nasi hangat, dan tawa kecil dari keluargaku. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku bahagia.”

Camelia terdiam, matanya melembut. Ada bagian dari hatinya yang ikut tersentuh mendengar pengakuan itu. Nerios yang selama ini ia kenal keras, tegas, bahkan menyebalkan, ternyata menyimpan impian sederhana yang begitu dalam.

“Aku selalu iri pada orang-orang yang bisa merasakan itu sejak kecil,” lanjut Nerios, kini menoleh pada Camelia. “Tapi sekarang, aku ingin menciptakan hal itu sendiri. Dan Camelia, aku ingin kau ada di dalam mimpi itu.”

Camelia tercekat. Ia menunduk sejenak, berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Tangannya yang tadi terlipat di pangkuan kini meremas ujung bajunya sendiri. “Kau memiliki mimpi yang indah, Nerios.

Nerios tersenyum kecil, lalu menyentuh pelan tangan Camelia. Sentuhan itu hangat, menyalurkan sesuatu yang lebih dari sekadar perasaan biasa. “Itulah mimpi paling besar dalam hidupku. Dan akan terasa lebih indah lagi jika kau mau mewujudkannya denganku.”

Camelia menghela napas perlahan, mencoba menjaga ketenangannya meski hatinya bergetar. “Jika itu sebuah ajakan untukku, maka aku tidak bisa menjawabnya.”

Jemarinya bergerak, mengelus punggung tangan Nerios dengan lembut. “Tapi jika itu hanya harapanmu, maka aku tidak akan melarangnya.”

Nerios menatapnya dalam-dalam, matanya menyala penuh keyakinan. “Itu bukan hanya harapan, tapi aku sedang mengajakmu untuk mewujudkannya, Camelia! Untuk apa hanya berharap, jika aku bisa berusaha keras agar semuanya terwujud?”

Camelia terdiam, bibirnya terbuka hendak membantah. “Seperti yang aku katakan tadi, jika itu sebuah ajakan, maka aku tidak—”

Namun Nerios cepat memotong kalimatnya. Suaranya berat, tapi penuh tekad. “Bahkan aku rela menentang Daddy agar aku tetap bekerja di sini, bukan di perusahaan cabang. Aku berusaha keras mengelola perusahaan pusat agar terus berjalan, supaya Daddy percaya dengan kemampuanku. Dan supaya aku tidak jauh darimu.”

Kata-kata itu jatuh begitu jujur hingga membuat jantung Camelia berdegup lebih cepat. Kedua matanya membesar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Nerios melakukan itu demi dirinya?

Pria itu sungguh nekat. Dia rela menanggung risiko sebesar itu hanya demi tetap berada di sisinya. Jika Tuan Antoni saja bisa diyakinkan oleh Nerios, lalu bagaimana dengan dirinya?

“Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku juga memiliki impian sendiri,” ungkap Camelia lirih. Suaranya bergetar, tapi matanya mencoba tetap tegak. Dalam hati, ia sudah sangat ingin keluar dari lingkaran hidup Nerios. Namun, semakin ia mencoba menjauh, semakin erat pula pria itu menggenggamnya.

“Apa maksud ucapanmu itu?” Tatapan Nerios menajam, penuh cemas sekaligus ancaman. “Apa kau ingin pergi dariku dan memulai hidup dengan pria lain?”

Camelia spontan menarik tangannya dari genggaman, namun Nerios segera menariknya kembali. Genggamannya semakin kuat, seakan memberi isyarat bahwa wanita itu tidak bisa ke mana pun.

“Aku tidak bisa memaksakan hatiku.” Camelia menelan salivanya dengan susah payah, dadanya sesak melihat tatapan yang seolah menusuk dirinya. “Hatiku selalu merasa takut jika bersamamu. Aku tidak nyaman. Aku selalu dalam pengawasanmu, aku tidak bebas. Jadi aku sulit membuka hati untukmu.”

“Mengapa kau sulit membuka hati untukku?” Nerios menahan napasnya, berusaha tetap terdengar tenang walau jelas ada getaran emosi dalam suaranya. “Padahal kau hidup enak bersamaku. Aku akan memberimu apa pun yang kau inginkan. Kau akan mendapatkan seluruh hatiku. Kau tak perlu khawatir dengan wanita lain, karena aku akan selalu setia.”

Camelia menatapnya dengan ragu, suaranya terdengar getir. “Itu semua tidak ada artinya, jika aku tidak mencintaimu. Aku tidak merasa nyaman di dekatmu. Kau mungkin senang karena aku seolah-olah menjadi milikmu sepenuhnya, tapi aku hidup terus dalam rasa takut.”

Nerios mendongak, menarik napas panjang, berusaha menahan amarah yang mendidih di dadanya. “Aku akan berusaha agar kau mencintaiku,” ucapnya, nada suaranya berat tapi penuh tekad. “Biar pun perlahan, asal kau bersabar, aku yakin kau akan jatuh cinta padaku.”

Namun dalam batinnya, ia tak sabar. Ia ingin Camelia segera menjadi miliknya seutuhnya, tanpa syarat, tanpa penolakan.

Tangan Nerios beralih, mengusap rambut Camelia dengan lembut. Tatapannya melembut, mencoba meredakan suasana yang hampir pecah. “Kau tidak nyaman dengan pembahasan ini, ya?” bisiknya pelan.

“I-iya…” jawab Camelia jujur, hampir tak terdengar. Meski begitu, ia tak bisa menolak hangatnya sentuhan pria itu. Tatapan mata Nerios yang kali ini begitu lembut, ditambah telapak tangannya yang kasar namun menenangkan saat mengelus pipinya, membuat pertahanannya sedikit goyah.

Keduanya saling bertatapan dalam diam. Waktu seakan berhenti. Hingga perlahan, tangan Nerios beralih ke tengkuk Camelia. Ia menarik wanita itu semakin dekat. Jarak di antara mereka semakin menipis, degup jantung Camelia tak terkendali.

Wajah Nerios mendekat, penuh hasrat. Dan Camelia hanya bisa diam, terjebak dalam arus yang tak kuasa ia lawan. Hingga akhirnya, sebuah benda kenyal menyentuh bibirnya.

1
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Biebell: Aku udah up bab 46 sama 47 yaa
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Biebell: Sudah ya, baru aja aku up. Lagi direview
total 1 replies
Satsuki Kitaoji
Gak nyangka bakal se-menggila ini sama cerita. Top markotop penulisnya!
Alucard
Baca sampe pagi gara-gara gak bisa lepas dari cerita ini. Suka banget!
MilitaryMan
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!