Dulu Renes berkenalan sejak masih kecil bahkan saat Valia melaksanakan pendidikan, renes selalu ada. Tapi sayang saat akan bertunangan, Valia kabur memilih menjadi istri senior yang notabene adalah duda satu anak. Luka hati tersebut membuatnya sulit menerima hadirnya wanita lain di dalam hidupnya.
Namun di waktu berganti, siapa yang menyangka Tuhan mengirimkan gadis pecicilan, kekanakan, ceroboh dan keras kepala hingga kecerobohan gadis itu membuat Renes harus bertanggung jawab dan menikahi gadis tersebut, gadis yang juga adalah adik dari suami mantan kekasihnya.
Belum cukup dengan itu, sulitnya mengatakan cinta membuat sahabatnya Aria, masuk ke tengah hubungan mereka dan membuat Renes meradang. Apakah sebenarnya Renes mencintai gadis itu.
Saat bunga rasa mulai bermekaran, ujian cinta datang. Kehilangan kekasih hati membuat guncangan batin yang hebat pada diri Renes, hingga Tuhan kembali mengirim satu cinta yang sebenarnya ia pendam dalam diamnya sejak lama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Keputusan setengah hati.
Tata terdiam, menatap Bang Hara yang kini tampak begitu dingin dan jauh. Asap rokok mengepul di udara, menambah kesan kelam di antara mereka. Ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.
"Tapi, Bang..." Tata mencoba melanjutkan, namun suaranya tercekat. Ia tidak tahu apa yang ingin ia katakan. Ia hanya merasa ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang tidak bisa ia katakan karena terlalu rumit.
"Sudahlah, Ta. Jangan membahas ini lagi," potong Bang Hara, nadanya tegas. "Abang ke barak dulu, ngontrol 'anak-anak'." Pamitnya.
***
Lelah masih menyelimuti hingga akhirnya Tata tertidur sendirian di dalam kamar, sepi, hampa suara. Sejak menikah memang Bang Hara belum pernah menyentuhnya.
braaakk.. bruughhhh..
Terdengar suara benda terjatuh hingga membuat Tata terbangun. Tata beranjak dan segera keluar dari kamar. Saat itu ia melihat Bang Hara ambruk dan oleng di depan pintu ruang tamu.
"Abaaaang.. Abang mabok ya???" Pekiknya.
Sekuatnya Tata membantu Bang Hara menuju kamar mandi karena suaminya itu seperti sudah menahan rasa mual.
Benar saja, sampai kamar mandi Bang Hara langsung memuntahkan isi perutnya. Dengan sabar Tata mengurusnya dan melepas kaosnya. Bang Hara terus berontak membuat sekujur tubuh Tata ikut basah kuyup di buatnya.
Mengingat statusnya sebagai istri Bang Hara, ia memandikan Bang Hara hingga kemudian memberanikan diri melucuti sisa pakaian yang menempel pada tubuh suaminya itu.
Siapa sangka Bang Hara mencekal tangan Tata, tatapannya begitu dalam. Ia pun menarik tengkuk lehernya agar mendekat padanya, satu kecup terasa hangat menjalar pada seluruh jalur nadi. Tata terlena, Bang Hara pun melanjutkannya.
Dengan lincahnya tangan Bang Hara mengosongkan helai kain dari tub*h Tata dan membawa Tata ke kamar belakang.
...
Selaras rasa, Tata begitu di cintai. Suaminya memang begitu menginginkannya, Tata yang baru menikmati pengalaman pertamanya. Detik demi detik waktu berlalu. Untuk sesaat Tata melayang terbang namun sekejap rasa hati kecilnya bagai terbanting kuat menghantam bumi. Erangan nafas berat Bang Hara terus memanggil nama Fia.
"Abang sayang sama Fia. Jangan tinggalin Abang ya, dek..!!"
Pelukan Bang Hara begitu kuat. De*ah nafas terus terhela, sekejab Bang Hara berusaha keras mengumpulkan kesadaran.Kepalanya terasa berat, ia mulai menyadari Tata yang ada dalam peluknya.
"Astagfirullah hal adzim..!!!" Kaget, bingung dan tentunya terpukul melihat Tata sampai menangis. Bang Hara berusaha menarik diri tapi ia sudah memb*sahi Tata hingga semua terasa lepas, tuntas tanpa sisa dalam rasa yang ia sendiri tidak mampu menjabarkan.
Titik air mata Tata meleleh, gadis itu terisak-isak dalam dekapan Bang Hara. "Sedalam itukah rasa sayang Abang untuk Fia?? Tata juga bisa menenangkan batin Abang."
"Bukan begitu, dek..!! Dengar dulu penjelasan Abang..!!"
-_-_-_-_-
Fia menikmati buah potong yang sudah di sediakan Bang Renes. Setiap hari dirinya bak seorang ratu semut yang hanya di minta menjaga bayi dalam kandungan.
tok.. tok.. tok..
"Selamat pagi, ijin ibu..!!" Sapa seseorang yang pastinya seorang anggota yang sudah di minta mengantarkan ini dan itu.
"Masuk saja, Om. Nggak apa-apa." Kata Fia karena pintu rumahnya memang tidak di kunci.
"Ijin ibu, permisi..!!" Ujar anggota tersebut sambil meletakan bungkusan di atas meja.
"Apa ini, Om?? Baunya seperti ketoprak."
"Siap ibu, Danki baru beli ketoprak tapi beliau tidak bisa mengantar karena ada tugas yang harus di selesaikan segera." Laporan anggota tersebut.
~
Mata Fia berkaca-kaca. Ia menikmati setiap suapan dengan bahagia. Perlahan perutnya mulai kenyang dan puas.
"Inikah rasanya di cintai dan di perjuangkan??" Fia menghabiskan ketoprak itu hingga habis tanpa sisa.
...
Bang Hara terngiang wajah Tata yang terus berkelebat berputar di kepalanya. Tak paham mengapa wajah sendu itu nampak cantik membuat jantungnya terus berdebar.
Terbersit sesal namun juga tiada sesal. Sesal karena bukan Fia tempatnya berlabuh, hanya saja dirinya melakukannya dalam status halal meskipun salah tujuan.
"Kenapa aku bisa kelepasan??"
Memang Bang Hara ada niat melakukannya, semua atas dasar kesadaran karena dirinya adalah seorang suami yang berkewajiban memberi nafkah, apalagi kasus perceraian Renes sudah memberi pelajaran berharga baginya.
Dalam hatinya sama sekali tidak pernah ada niat untuk selingkuh, hanya saja dirinya masih sulit untuk melupakan bayang Fia, rasa kehilangan itu masih terasa.
Bang Hara meraup wajahnya dengan gusar. "Bagaimana kalau jadi anak??"
Masih dalam rasa gusarnya, Bang Renes menepuk pundaknya. "Kenapa, Kang??" Nadanya terdengar cemas.
Bang Hara tersentak kaget. Ia menoleh dan mendapati wajah Bang Renes yang penuh perhatian. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.
"Tidak apa-apa, Ren. Hanya sedikit pusing," jawab Bang Hara, berusaha tersenyum.
Bang Renes mengerutkan keningnya. "Pusing bagaimana? Apa perlu ke dokter?"
"Tidak usah, Ren. Hanya kurang tidur saja," elak Bang Hara. Ia tidak ingin menceritakan masalahnya pada siapa pun, termasuk Bang Renes.
"Ya sudah, kalau begitu istirahat saja. Jangan dipaksakan," saran Bang Renes. Ia menepuk pundak Bang Hara sekali lagi sebelum pergi. Sebagai seorang pria tentu Bang Renes tau sahabatnya membutuhkan ruang privasi untuk berpikir.
...
Usai apel pagi Bang Hara memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia melihat Tata masih terbaring di tempat tidur, memunggunginya. Ia mendekat dan duduk di tepi ranjang.
"Dek..." panggil Bang Hara lirih.
Tata tidak menjawab. Ia tetap diam, memunggungi Bang Hara.
Bang Hara mengulurkan tangannya, mencoba menyentuh bahu Tata. Namun, Tata menepisnya dengan kasar.
"Jangan sentuh Tata, temui saja Fia..!!" bentak Tata, suaranya bergetar.
Bang Hara terdiam. Keningnya berkerut, ia kembali mengingat yang sudah terjadi. Mungkinkah ia benar menyebut Nama Fia. Bang Hara menarik tangannya dan menatap Tata dengan sedih.
"Maafkan Abang, Dek," ucap Bang Hara, suaranya lirih. "Abang tidak bermaksud menyakitimu."
Tata berbalik dan menatap Bang Hara dengan mata berkaca-kaca. "Tidak bermaksud? Lalu apa maksud Abang memanggil nama Fia saat... saat kita....." Tata tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Air matanya mulai menetes.
Bang Hara menghela napas panjang. Ia tau ia telah melakukan kesalahan besar dan menyakiti hati Tata.
"Abang tidak sadar kenapa Abang bisa melakukan itu, Dek," jawab Bang Hara, suaranya penuh penyesalan. "Mungkin Abang masih belum bisa melupakan Fia sepenuhnya. Tapi bukan berarti tidak ada kamu di hati Abang."
Tata frustasi dan tidak ingin mendengar apapun lagi, Tata begitu histeris.
Melihat Tata seperti itu, Bang Hara pun tidak tega hingga ia pun ikut menangis. "Abang janji tidak ada Fia lagi dalam hati Abang. Abang akan memperbaiki diri. Apapun yang terjadi semalam, semua tanggung jawab Abang."
.
.
.
.