Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemui Kepala Desa
"Dimalam yang sunyi ini, aku hanya ingin berdiam mensyukuri apa-apa yang telah aku terima, berusaha ikhlas dan sabar tanpa ada kata umpatan mengemuka, wahai rembulan sabit sudi kah kau temani aku malam ini"
Seperti malam-malam sebelumnya, Rehan terkadang selalu melamun menikmati sepinya malam, sambil memandang langit berhiaskan bintang gemintang, sepertinya malam ini begitu cerah, mungkin karena sedari pagi awan hitam yang bergelayut di langit telah cukup puas menumpahkan segala isinya, tapi rasa gundah itu selalu datang secara tiba-tiba dikala sunyi menyerap kalbu.
"Hey bagaimana ruko yang baru kau buka itu, mulai ramaikah? nih ngopi dulu biar melamunnya bertenaga" seru Aki Darja memecah keheningan, dia baru saja selesai menjalankan sholat isya terlebih dahulu, dan sekarang ditangannya membawa sebuah nampan berisi kopi dan cemilan khas kampung yaitu ubi rebus.
"Alhamdulillah cukup ramai Ki, ck bisa aja Aki mah," timpal Rehan sambil menyomot ubi yang terlihat masih mengepul.
"Assalamualaikum, gimana kabarnya pada sehatkan?" seru seseorang yang baru saja datang, yang tidak lain adalah pengantin baru sekaligus teman baik Rehan yaitu Rijal Sanusi.
"Waalaikumsalam, Oi Oi siapa ini? ku kira kau sudah lupa jalan ke rumah orang tua ini, sudah lama sekali kau baru mampir, macam penulis Novel online saja yang sudah lama belum updet kembali, padahal pembacanya sudah mulai bosan menanti," jawab Aki Darja sambil menerima juluran tangan dari menantu juragan sapi tersebut.
"Hehehe... Maaf Ki bukannya lupa, tapi baru sempet soalnya banyak pekerjaan, juga Si Yatinya baru mau diajak berkunjung ke kampung ini,"
"Hey kawan bagaimana kabarmu? kudengar, kau membuka bengkel elektronik di kota kecamatan," ucap Rijal sambil menepuk pundak teman sejawatnya itu.
"Alhamdulillah baik kawan, Yups, biasa sedang merintintis usaha kecil-kecilan siapa tau bisa jadi besar, tapi dalam setahun ini aku harus berusaha semaksimal mungkin agar berkembang lebih cepat, untuk membuktikan pada mulut-mulut bangsawan sombong yang pernah merendahkanku, dan aku akan merubah kehidupan yang hina ini untuk menjadi orang yang berjaya," timpal Rehan berapi-api seperti ada dendam disetiap perkataannya.
"Tenanglah agar kau tak terjerumus dalam kebencian tak berujung, lagi pula apa yang membuatmu membenci keadaan dirimu, apa karena kau terlahir dari keluarga yang tidak punya, jangan tersenyum getir seperti itu." ucap Aki Darja mengingatkan, dan Rehan hanya menyunggingkan senyum tapi itupun langsung terhenti.
"Jangan terlalu keras pada diri sendiri, jangan pernah meremehkan diri sendiri, kadang kita melebih-lebihkan apa yang harus kita bisa capai selama setahun, membuat kita lupa akan kesehatan kita, jadi jangan terlalu membenci diri sendiri ketika kegagalan itu menghampiri, karena rasa bahagia dan rasa kecewa itu timbul dari sebuah kata yang disebut pengharapan, jadi terus semangat dan lakukan secara perlahan dengan rasa sabar serta keyakinan terhadap takdir baik yang Sang Khalik rancang,"
Rijal yang berada disampingnya mendengarkan dengan takjim tanpa menyela sedikitpun, karena ia sudah tahu apa yang telah terjadi pada sahabatnya tersebut, dari cerita Si Azis dan Akbar.
Meski tadinya dia tidak percaya tapi melihat ekspresi Rehan dan kabar bidan Rena yang tidak lagi bertugas di kampung mereka, membuat Rijal semakin percaya dengan kebenaran tersebut, tapi dia urung bertanya, karena takut melukai perasaan sahabatnya itu.
***
Pagi-pagi sekali Pak Kades Jalal serta Istrinya sudah berangkat ke balai desa, karena pada malam harinya, mereka menerima telpon dari kepala pimpinan Puskesmas kecamatan bahwa sudah ada bidan yang akan bertugas di Desanya menggantikan Bidan sebelumnya.
"Selamat pagi Bapak dan Ibu Kades," sapa seorang perempuan yang berumur sekitar 25 tahun, sesampainya kedua pasangan suami istri itu di balai desa.
"Selamat pagi juga Bu Bidan, sudah lamakah menunggunya? maaf kami sedikit terlambat," Timpal Bu Kades.
"Ah tidak juga, justru saya juga baru tiba sekitar sepuluh menit yang lalu, eh iya lupa perkenalkan nama saya Zahratunnisa, saya Bidan yang akan bertugas di desa ini, jadi mohon bimbingannya Bapak sama Ibu," ucap Zahra memperkenalkan diri.
"Ouh..... Perkenalkan nama saya Pak Haji Jalalludin dan ini istri saya Bu Nia Saraswati," jawab Pak Jalal mengenalkan dirinya serta istrinya.
"Selamat datang dan selamat bertugas Bu Bidan Zahra di desa kecil kami," timpal Bu Kades Nia.
Merekapun berbincang-bincang cukup lama, karena banyak hal yang ditanyakan Zahra tentang kampung tersebut.
***
"Permisi... Bang beli pulsa yang sepuluh ribu," ucap seorang perempuan berpakaian perawat, Rehan pun menghentikan sejenak urusannya yang tengah memperbaiki sebuah televisi tabung.
"Silahkan Teh, mana nomer hpnya," ucap Rehan ramah, kemudian perempuan tersebut pun menyebutkan nomernya, dan Rehan dengan cekatan mengetik nomer yang disebutkan.
"Sudah masuk ya Teh, silahkan dicek,"
"Ouh... iya terimakasih Kang," ucap perempuan tersebut sambil menyerahkan uang untuk membayar pulsa.
"Sama-sama Teh,"
"Eh, ngomong-ngomong Akang dari kampung Padasuka ya?" seru perempuan itu yang menghentikan langkahnya, dan kembali membalikkan badan.
"Iya teh, kok tau?" ucap Rehan agak bingung dari mana dia tau bahwa dirinya adalah penduduk kampung Padasuka, padahal Rehan baru pertama kali melihat perempuan tersebut.
"Hmmz... Berarti tebakan saya benar, perkenalkan Kang nama saya Zahratunnisa, saya Bidan baru yang bertugas di kampung tempat tinggal Akang dan juga mohon bantuannya ya Kang," seru Zahra dengan penuh senyum karena tebakannya benar.
Taddinya dia agak ragu bahwa orang yang ada dihadapannya seperti pernah dia lihat, lalu Zahra pun beralasan membeli pulsa untuk memastikannya sendiri, sementara Rehan tidak mengetahui bahwa Zahra pernah melihatnya diacara pesta ulang tahunnya Rena beberapa bulan yang lalu
"Ouh... Bu Bidan baru, salam kenal juga Bu dan selamat bertugas, nama saya Rehan, soal bantuan, lebih afdol ke pegawai desa saja Bu," ucap Rehan, seperti ada sebuah kenang yang melntas di memorinya, bukankah Rena juga pernah mengatakan hal demikian ketika mereka pertama kali bertemu, Mohon bantuannya, tidak, tidak, dia tidak ingin lagi melibatkan pada hal-ha seperti itu lagi, itulah yang kini ada dalam benak pemuda tersebut.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗