Cinta itu datang membawa sejuta keindahan, dan seribu kebahagiaan.
Namun sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama.
Cinta itu pula yang menorehkan luka.
Sebuah kisah gadis mudah berumur 23 tahun yang mencinta pria matang seumur ibunya.
Tania pikir, kisah cintanya akan semulus kisah cinta orang tuanya. Namun Tania salah, Cinta itu malah membuatnya terpuruk.
Dunia Tania hancur saat Julian yang tak lain adalah lelaki yang dicintainya tiba-tiba mengenalkan calon istri kehadapannya.
Hubungan yang sudah di bangun dua tahun tersebut itu pun harus berakhir.
Tanpa Tania tau, ada alasan kenapa Julian meninggalkannya dan memilih wanita lain.
Pria asal Spanyol itu menyimpan alasan tersendiri kenapa dia harus meninggalkan Tania.
Satu tahun berlalu, mereka di pertemukan kembali. Akan kah Tania tau apa yang di sembunyikan oleh Julian?
Mengandung bawang, mecin dan seperti tayangan ikan terbang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Setelah mendapat kabar bahwa papih dan mamih nya datang Tania langsung dilanda kegelisahan. Tania yakin, orang tuanya telah mengetahui apa yang terjadi.
Dia bisa membayangkan apa betapa murkanya Keinya. Dia tidak terlalu takut pada Bram, karena Bram adalah tipe ayah yang bijaksana. Bram bisa melihat sesuatu dari berbagai sisi. Berbeda dengan Keinya yang selalu memutuskan sepihak dan terkadang Bram pun tak bisa menentang keputusan istrinya.
Tania terus berjalan kesana kamari dalam ruangannya. Untung saja setelah Aska menelpon memberi tau mamih dan papihnya datang, Tania segera menghubungi Julian, dia sungguh tak ingin di marahi oleh Keinya seorang diri.
"Selamat sore semua!" sapa Julian. Mata Julian langsung menatap Keinya. Jika boleh jujur, ini pertama kalinya seorang Julian kim merasakan rasa gugup yang amat luar biasa.
Aska langsung menyikut aysel yang ada di sebelahnya dia mengisyaratkan agar meninggalkan Keinya dan Bram agar Julian bisa berbicara secara leluasa.
"Vania, Malik, kalian beristirahatlah diatas. Moma dan popa akan keluar sebentar!" titah Aysel yang mengerti isyarat suaminya.
"Duduklah, Jul!" titah Bram saat tinggal Keinya dan Bram di ruang keluarga.
Julian pun duduk, di depan Keinya dan Bram.
"Ada yang ingin kau sampaikan pada kami?" tanya Bram saat Julian sedang duduk.
Julian menatap Keinya sejenak. Kegugupannya bertambah saat Keinya tak mau melihat kearahnya dan Julian tau bahwa sahabat kecilnya sedang kecewa terhadapnya.
"Uncle, Keinya ... Aku ingin meminta maaf atas apa yang terjadi pada Tania. Karena ku dia harus mengalami hal buruk." Julian menghentikan sejenak ucapannya. Dia memandang Bram dan Keinya. Julian semakin gugup ketika Keinya sama sekali tak mau memandang kearahnya. Dia menghela napas sejenak lalu melanjutkan kalimatnya.
"Uncle, Kei ... Aku tau, aku bukan lagi lelaki muda, aku juga bukan lagi seorang perjaka. Namun, aku begitu tulus menyayangi Tania dan semoga kalian bisa mengijinkanku untuk menikahi putri bungsu kalian."
Bram menghela napas sejenak, dia memandang kesisi untuk melihat Keinya. Namun, Keinya sama sekali tak bergeming. Sekarang Bram pun harus bertugas untuk meyakinkan istrinya.
"Apa Tania setuju dengan keinginanmu, Jul?" tanya Bram.
Mendengar ucapan suaminya. Keinya langsung memandang Bram, dia sudah tau bahwa suaminya akan merestui hubungan Tania dan Julian.
Bram tau istrinya akan keberatan dengan rencanya. Dia menggenggam tangan istrinya. "Sayang, biarkan aku berbicara dengannya. Tunggulah aku di kamar aku akan menyusul," ucap Bram. Dia berbicara memakai bahasa Indonesia agar Julian tidak tersinggung.
Keinya pun hanya mendelik sebal pada suaminya. Tapi dia pun menuruti perintah Bram dan meninggalkan Bram dan Julian yang akan berbicara serius.
"Jul, apa Tania tau kau dan Tania sudah yakin tentang hubungan kalian?"
Julian pun mengangguk mantap, dia pun bercerita bagaimana hubungannya dengan Tania termasuk hubungan pernikahanya yang tidak sehat dan Clara yang menjebaknya hingga dia harus meninggalkan Tania.
"Jika kalian memang saling mencintai. Uncle sebagai orang tua takan bisa mencegah. Namun, sebagai seorang ayah, Uncle akan mengajukan beberapa syarat padamu."
"Aku akan memenuhi syarat yang uncle akan ajukan," jawab Julian tanpa ragu.
"Apa kau sanggup menjadi mualaf mengikiti agama kami?"
"Ya, aku sanggup Uncle," jawab Julian dengan tegas. "Sebenarnya awal aku berpacaran dengan Tania pun aku sudah memelajari semua tentang islam. Jika Uncle memang merestui kami, secepatnya aku akan memotong ...." Julian menghentikan ucapannya saat tersadar atas apa yang dia akan ucapkan. Tak mungkin kan jika dirinya berbicara pada calon mertuanya bahwa dia akan memotong senjatanya.
"Memotong apa?" tanya Bram dengan bingung.
Julian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia pun bingung harus menjelaskannya dari mana.
"Sudah ... Sudah. Uncle mengerti apa maksudmu," ucap Bram setelah tau apa yang di maksud oleh Julian.
"Uncle merestui kami?" tanya Julian dengan mata berbinar.
"Uncle tak bisa memutuskan sekarang, kau tau kan bagaimana sifat istri Uncle. Uncle akan menelponmu nanti."
Julian pun mengangguk. Dia pun pamit dan pulang ke apartemennya.
Sudah pukul 19.00 malam waktu Spanyol, seharusnya Tania pulang dari tadi. Namun, ketakutannya menghadapi Keinya lebih besar saat ini. Ahsam bahkan berkali-kali mengajak Tania pulang. Namun, Tania terus mengulur-ngulur waktu. Dia semakin gelisah ketika Julian tak mengangkat telpon darinya.
Pintu ruangan terbuka menyadarkan Tania dari lamunannya.
Ternyata Bram lah yang masuk keruangan Tania, Ahsam melapor pada Bram bahwa Tania tak ingin pulang.
"Kau tidak rindu Papih?" tanya Bram.
Seketika Tania bangkit dari duduknya dan berhambur memeluk Bram.
"Kenapa kau tidak pulang, kami semua menunggu mu?" tanya Bram sambil mengelus rambut putri bungsunya.
Tania pun melepaskan pelukannya, dia mendongak melihat wajah Bram.
"Papih, aku tak mau pulang." Tania kembali menunduk, matanya terlihat berkaca-kaca.
"Kau takut pada mamih?"
Tania pun mengangguk lesu.
Bram pun mengajak Tania untuk duduk disofa.
"Jika kau takut pada mamih, kenapa kau bertindak tanpa memikirkan resikonya."
"Maafkan aku, Papih."
"Sekarang ayo kita pulang, besok kita akan kembali ke Indonesia."
Seketika Tania membulatkan matanya. Belum dia sebulan berada di Spanyol dan kini dia di perintah untuk pulang. Lalu bagaimana hubunganya dengan Julian bila ia harus kembali ke Indonesia besok.