Kematiannya sia-sia. Hidup barunya menyebalkan. Tapi semuanya berubah saat dia mendapatkan Sistem yang aneh.
Kang Ji-Ho, seorang karyawan lelah yang mati secara mengenaskan, bangkit di tubuh Ling Feng, seorang bangsawan muda pemalas dari klan yang terhina. Dunia Murim yang kejam menertawakannya. Namun, Ji-Ho datang dibekali sebuah sistem unik yang memberinya kekuatan dengan satu syarat: Jangan kerja keras!
[Tugas: Tidur Siang 4 jam. Reward: +10 Qi Murni] [Tugas: Nikmati Semangkuk Sup. Reward: Seni Beladiri 'Telapak Tidur Berdarah']
Dengan kekuatan barunya dan sifat aslinya yang kejam dan tak kenal ampun, Ji-Ho memutuskan untuk mengubah segalanya. Aturannya sederhana:
1. Klan ini tidak tunduk pada siapa pun.
2. Langgar perintahku, mati.
3. Bersekongkol dengan musuh, mati bersamaan mereka.
Dia merekrut orang-orang terbuang yang ditakuti dunia—seorang pembunuh gila, seorang gadis racun, seorang pandai besi penghancur—dan membangun kekuatan yang membuat seluruh dunia Murim gemetar ket
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenbi Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Pengkhianatan dari Bayangan - Hukuman bagi yang Tak Terduga
Kesetiaan di Klan Ling adalah sebuah ilusi yang dipelihara oleh teror. Namun, di balik setiap wajah yang tunduk, bisa jadi tersembunyi kelemahan atau kebencian yang terpendam. Kali ini, pengkhianatannya datang dari tempat yang paling tidak terduga: Ling Rong.
Ling Rong adalah saudara sepupu jauh. Kultivasinya biasa-biasa saja, bakatnya tidak menonjol, dan posisinya dalam hierarki klan tidaklah penting. Dia adalah salah satu dari banyak anggota keluarga yang hanya menjalankan tugasnya, hampir tidak terlihat, seperti perabot. Selama ribuan abad, dia tidak pernah menimbulkan masalah. Kepatuhannya tampak sempurna.
Tapi dalam diam, kelemahan dan keirian menggerogotinya. Dia melihat anggota keluarga lain yang lebih berbakat mendapatkan lebih banyak sumber daya, perhatian, dan pujian—walau semuanya masih dalam kerangka kesetiaan mutlak kepada Ji-Ho. Dia merasa diremehkan, diabaikan, dan akhirnya, dipenuhi oleh kebencian yang dalam terhadap keluarga inti yang dianggapnya "istimewa".
Dia tidak berani menantang Ji-Ho atau bahkan Ibu Ji-Ho. Sebaliknya, dia memusatkan kebenciannya pada target yang lebih lemah: Ling Mei, adik sepupu Ji-Ho yang masih muda, yang lemah secara Kultivasinya tetapi cerdas dan sering membantu Ibu Ji-Ho dalam administrasi. Ling Mei mewakili segala sesuatu yang tidak dimiliki Ling Rong: bakat, perhatian, dan kedekatan dengan pusat kekuasaan.
Ling Rong melakukan kontak dengan seorang pedagang gelap yang selamat dari pembersihan sebelumnya—seorang yang membenci Klan Ling karena kehancuran yang ditimbulkannya pada bisnisnya. Kesepakatan itu sederhana: Ling Rong akan memberikan informasi tentang rute patroli lemah di perbatasan selatan, memungkinkan pedagang itu menyelundupkan barang terlarang. Sebagai imbalannya, pedagang itu akan menyusupkan assassin bayaran untuk membunuh Ling Mei, membuatnya seperti kecelakaan atau serangan dari sisa-sisa pemberontak.
Mereka berhasil. Ling Mei ditemukan tewas di kamarnya, terbunuh oleh racun yang langka dan sul dilacak.
Kematiannya mengejutkan seluruh klan. Bukan karena Ling Mei sangat kuat atau penting, tapi karena ini adalah pembunuhan di dalam benteng yang paling dijaga. Itu adalah tamparan langsung pada keamanan Klan Ling.
Ibu Ji-Ho murka. Penyidikan dilakukan dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Setiap anggota klan, dari yang tertinggi hingga yang terendah, diinterogasi oleh Wu Ming dan para monster. Ketakutan merajalela.
Ji-Ho, yang terganggu oleh gelombang ketakutan dan kemarahan yang tiba-tiba, akhirnya turun tangan. Dia tidak menyibukkan diri dengan penyelidikan. Dia hanya duduk di singgasananya dan menyebarkan kesadarannya, menyelami setiap pikiran, setiap kenangan, setiap niat tersembunyi dalam klan.
Dan di sana, dalam bayangan pikiran Ling Rong yang paling dalam, dia menemukannya: ketakutan yang tidak wajar, kebencian, dan gambaran sekilas tentang deal gelapnya.
Ji-Ho tidak langsung menghakimi. Dia mengamati. Dia melihat Ling Rong pura-pura berduka, melihatnya menyebarkan desas-desus bahwa ini pasti kerja para monster baru yang tidak bisa dikendalikan, melihatnya menikmati kekacauan yang ditimbulkannya.
Setelah cukup bukti terkumpul di pikirannya, Ji-Ho memerintahkan seluruh klan berkumpul di lapangan utama—manusia dan monster.
Ling Rong berdiri di antara kerumunan, jantungnya berdebar kencang tetapi wajahnya mencoba tetap tenang.
Ji-Ho muncul, wajahnya dingin. "Seorang anggota keluarga kita telah dibunuh. Bukan oleh musuh luar. Tapi oleh pengkhianat dari dalam." Suaranya bergema. "Dan pembunuhnya berdiri di antara kita sekarang."
Tensi langsung meninggi. Semua orang saling memandang dengan kecurigaan.
Ji-Ho berjalan perlahan menyusuri kerumunan. Dia berhenti tepat di depan Ling Rong, yang sudah pucat dan berkeringat dingin.
"Ling Rong," ucap Ji-Ho. "Kau pikir karena kau tidak penting, karena kau lemah, aku tidak akan memperhatikanmu? Kau pikir kebencianmu yang kecil dan kerdil akan tersembunyi dalam bayangan?"
Ling Rong gemetar. "Tuan Muda... aku... aku tidak..."
Ji-Ho mengangkat tangannya, dan memproyeksikan memori pengkhianatan Ling Rong—pertemuannya dengan pedagang gelap, rasa irinya pada Ling Mei, perencanaan pembunuhan—ke dalam pikiran setiap orang yang hadir.
Teriakan kemarahan dan jijik meledak. Keluarga itu merasa dikhianati oleh seseorang yang mereka anggap tidak berbahaya.
"Kau membunuh saudara kita sendiri hanya karena iri?" hardik seorang anggota keluarga.
Ji-Ho menyuruh semua orang tenang. "Dia tidak hanya membunuh. Dia mengotori kesucian klan kita. Dan untuk itu, hukumannya harus sesuai."
Dia tidak membunuh Ling Rong dengan cepat. Sebaliknya, dia menggunakan kekuatannya untuk mentransfer seluruh Kultivasi, memori, dan bahkan sisa umur Ling Rong kepada anggota keluarga termuda dan paling lemah yang hadir di sana—seorang anak yatim piatu yang kultivasi stagnan tidak berkembang yang bernama Ling Fei.
Ling Rong berteriak saat kekuatannya, kenangannya, bahkan identitasnya tersedot keluar, meninggalkannya sebagai seorang tua renta yang pikun dan hampir mati, terbaring di tanah.
Si Ling Fei yang tidak tau apa-apa tiba-tiba dipenuhi kekuatan dan kenangan yang bukan miliknya, menjerit ketakutan dan kebingungan.
"Lihatlah!" kata Ji-Ho kepada kerumunan yang terguncang. "Inilah hukumannya. Bukan kematian, tetapi kehilangan segala sesuatu yang membuatnya 'ada'. Kultivasinya, kenangannya, bahkan masa depannya, diberikan kepada yang paling tidak berdaya, sebagai pengingat bahwa tidak ada yang terlalu lemah untuk tidak diperhatikan, dan tidak ada pengkhianatan yang terlalu kecil untuk dihukum."
Dia memandangi Ling Rong tua yang menggelepar. "Bawalah dia. Biarkan dia hidup sisa hidupnya yang singkat sebagai seorang yang tidak dikenal, tidak diingat, dan tidak berarti."
Kemudian, dia menunjuk anak yatim piatu yang kini kuat tapi trauma. "Dan dia akan menjadi living reminder bagi kita semua. Setiap kali kalian melihatnya, ingatlah harga dari pengkhianatan dan iri hati."
Pelajaran itu lebih menakutkan daripada sekadar kematian. Ji-Ho tidak hanya menghukum pengkhianat, tetapi juga memanipulasi kehidupan dan identitas, menunjukkan bahwa tidak ada yang aman, bahkan diri mereka sendiri.
Klan Ling membubarkan diri dengan diam-diam, masing-masing membawa trauma baru yang dalam. Ji-Ho telah mengajarkan pelajaran terkejamnya: bahwa di kerajaannya, bahkan yang paling tidak signifikan pun bisa menjadi contoh, dan hukumannya bisa lebih mengerikan daripada kematian.