Update setiap hari!
Leon Vargas, jenderal perang berusia 25 tahun, berdiri di medan tempur dengan tangan berlumur darah dan tatapan tanpa ampun. Lima belas tahun ia bertarung demi negara, hingga ingatan kelam tentang keluarganya yang dihancurkan kembali terkuak. Kini, ia pulang bukan untuk bernostalgia—melainkan untuk menuntut, merebut, dan menghancurkan siapa pun yang pernah merampas kejayaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 Kemarahan Leon, Kode Zero
Di malam yang sama, Distrik Orvelle, MoonClub
Lampu neon ungu dan biru menyorot samar ke dalam ruangan yang ramai. Musik berdentum rendah, bercampur dengan tawa para tamu dan denting gelas yang meriah.
Begitu Leon memarkirkan mobilnya, dua anak buahnya yang selalu bertugas menjaga pintu masuk segera menyapanya dengan penuh hormat.
"Selamat malam Bos Leon!" sapa anak buah yang pertama, tubuhnya kurus dengan gaya yang nyentrik ala anak punk. Ia bernama Jicko.
"Semoga malam anda menyenangkan!" sapa anak buah kedua yang berbadan lebih besar dan berkepala botak. Ia bernama Jhino.
Jicko dan Jhino adalah sebenarnya adalah saudara kembar meskipun penampilan mereka sangat berbeda, tapi ada satu hal yang menyamakan mereka berdua.
Mereka sama-sama bodoh...
“Apa kau lihat beritanya di TV tadi?” tanya Jicko pada saudaranya setelah kepergian Leon.
"Aku melihatnya. Ya Tuhan… Bos Leon benar-benar menghajar Alric D’Arvenne sampai wajahnya jadi bubur!"
“Bukan hanya wajahnya yang jadi bubur, tapi tulang betis dan rusuknya juga hancur berkeping-keping. Astaga… apa yang membuat Bos Leon sampai segila itu?”
“Aku tidak tahu, tapi aku yakin satu hal—jangan pernah membuat kesalahan yang sama seperti bajingan D’Arvenne itu. Bisa tamat riwayat kita nanti.”
Mereka berdua menelan ludah, wajah mereka pucat membayangkan video yang viral belum lama ini—rekaman penganiayaan brutal yang dilakukan Leon seorang diri.
“Jangan-jangan… identitas Bos Leon yang sebenarnya…"
Jicko dan Jhino saling pandang memikirkan satu hal yang sama di pikiran mereka. Mereka sudah lama memperhatikan gerak gerik Leon, mencoba untuk membongkar identitasnya yang sebenarnya.
Dan hari ini, satu kesimpulan tercipta di pikiran mereka. "Bos Leon sebenarnya adalah Raja kriminal mafia bawah tanah!" ucap mereka hampir bersamaan.
Keduanya tampak terkejut.
"Kau... Memikirkan hal yang sama denganku?"
"Hmh, aku kira hanya aku yang berpikiran begitu!"
“Kalau iya, berarti kita beruntung. Kita ada di bawah perlindungan orang yang sangat hebat!”
Kini, mereka berdua benar-benar menganggap Leon sebagai Raja Kriminal...
...
Disisi lain, Leon langsung memasuki ruang kerja MoonClub. Begitu masuk, pandangannya langsung menangkap dua sosok yang tampak sangat sibuk.
Garka dan Louis, keduanya mengangkat telepon silih bergantian, wajah mereka kusut penuh tekanan.
“Ya, aku mengerti… tapi tolong pikirkan kembali.” Louis menutup panggilan dengan wajah suram.
Garka memukul meja dengan kepalan tangan, lalu merosot ke kursinya. “Sial! Mereka semua sama saja. Setiap pemasok yang kita hubungi… semuanya ingin memutuskan kontrak dengan kita!”
Garka menatap Leon yang baru saja memasuki ruangan, ekspresi wajahnya langsung cerah seolah baru saja menemukan solusi untuk segala masalah hidupnya.
"Leon, kau pasti punya ratusan rencana untuk menangani masalah ini, kan? Katakan sesuatu. Apa yang harus kita lakukan?”
Leon tidak menjawab seketika, ia juga tidak perlu bertanya apa baru saja terjadi karena semuanya tampak jelas. Belum ada tiga hari mereka membuka MoonClub untuk menjadi pusat hiburan malam di distrik Orvelle, namun sekarang semua pemasok minuman memutuskan kontrak mereka.
"Hah... Kalian benar-benar tidak membiarkanku beristirahat dengan tenang, bajingan..." ucap Leon pelan, membuat Garka dan Louis meneguk ludah kasar.
"Maksudku bukan kalian," lanjut Leon melihat keringat dingin di kening kedua orang itu.
"Ahaha, tentu saja. Aku tahu maksudmu adalah keluarga D'Arvenne, bukan kami ahahah," kata Garka sambil tertawa canggung.
Leon menghela nafas panjang. Suara Leon tenang dan dalam. “Louis, berapa lama stok minuman kita bisa bertahan?”
Louis membuka catatannya, jari tangannya sedikit gemetar. “Sekitar… empat hari lagi, Bos. Setelah itu… bar ini kosong.”
“Buat jadi tujuh hari. Batasi pengeluaran minuman, dan tutup bar lebih cepat dari biasanya.”
Louis dan Garka saling pandang, sedikit ragu. “T-tujuh hari? Apa cukup?” tanya Garka hati-hati.
Leon mengangkat wajahnya, sorot matanya tajam bagaikan pisau. “Dalam tujuh hari… aku akan pastikan tidak ada satu pun pemasok yang berani memutus kontrak kita lagi.”
Suasana ruang kerja mendadak hening. Bahkan detak jam dinding terdengar jelas di telinga seolah ikut menegaskan kalimatnya.
Louis menelan ludah, Garka tersenyum penuh kemenangan meskipun belum dalam keadaan menang. Mereka tahu… Leon tidak sedang bercanda. Dan saat ini, ia benar-benar murka...
...
Markas Pusat Militer Federasi Nordwen, Pagi Hari.
Di markas rapat bawah tanah yang luas, tempat dimana privasi dan rahasia negara berkumpul. Terlihat para komandan dan perwira tingkat tinggi duduk berbaris, wajah mereka tegang.
Suasana begitu sunyi hingga hanya terdengar suara mesin proyektor dan helaan napas berat. Puluhan peta digital terpampang di layar hologram, menampilkan wilayah perbatasan Nordwen dan Tianxia yang semakin memanas.
Kedua belah pihak sedang mempersiapkan sesuatu yang besar untuk perang selanjutnya, Federasi Nordwen dengan gencar mengembangkan pertumbuhan ekonomi mereka demi menyaingi lawannya.
“Pasukan kita harus diperkuat di sektor timur,” ucap seorang perwira tua, menunjuk peta dengan tongkat laser. “Jika Tianxia benar-benar melancarkan serangan… jalur itu akan jadi yang pertama jatuh.”
“Kita butuh dukungan logistik lebih besar,” timpal seorang kolonel. “Persenjataan, bahan bakar, makanan, semuanya harus ditambah. Kalau tidak—”
Ding…
Suara notifikasi komputer tiba-tiba memecah keheningan. Semua kepala menoleh. Seorang perwira wanita berambut pendek yang duduk di sisi kanan meja menatap layar terminal pribadinya dengan dahi berkerut.
“A-ada… pesan rahasia masuk.” Suaranya tercekat. “Kode… Zero.”
Sekejap, seluruh ruangan seakan tersambar petir. Kursi berderit serentak ketika semua orang berdiri. Beberapa bahkan kehilangan warna di wajahnya, keringat dingin mengalir.
“Kode Zero…? Kau yakin?” suara berat kolonel bergetar.
“Y-ya, Kolonel. Autentikasi kode valid. Ini… Pesan langsung dari Jenderal Perang Alexander Kruger!”
Nama itu saja sudah cukup membuat jantung semua orang berdegup. Jenderal Perang. Legenda yang seharusnya sudah pensiun, tak lagi terikat dalam hierarki resmi… tapi tetap menanamkan bayangan kehormatan dan wibawa pada seluruh militer Nordwen.
Seorang pria tua dengan kumis kotak khasnya bangkit dari kursi. Dia bukanlah orang sembarangan, melainkan orang yang memegang gelar sebagai Lord Marsekal atau Pemimpin Agung kemiliteran. Setiap kata yang terucap dari mulutnya adalah mutlak.
“Cepat terjemahkan isinya!” teriaknya dengan suara yang menggema keras di ruangan.
"B-baik!"
Terminal langsung disambungkan ke divisi IT pusat. Dalam hitungan detik, layar hologram menampilkan barisan teks terenkripsi, lalu berubah menjadi perintah yang sederhana—namun aneh.
[Amankan jalur distribusi minuman alkohol utama. Pelabuhan, gudang penyimpanan, dan armada logistik. Batasi arus keluar dengan alasan keamanan nasional. – Zero]
Keheningan menelan ruangan.
Para kolonel dan perwira saling berpandangan, bingung.
“M-minuman alkohol? Apa ini… semacam sandi lain?”
Perwira wanita itu menatap layar, bibirnya gemetar. “I-ini bercanda, bukan? Tidak mungkin perintah sekelas kode Zero hanya soal alkohol?”
Namun, Sang Lord Marsekal berkumis kotak menggebrak meja, wajahnya memerah padam. “Diam! Jika itu perintah dari Jenderal Perang, maka itu bukan main-main. Jalankan sekarang juga, aku yang akan menanggung semua resikonya!”
Suasana mendadak bergemuruh. Telepon berdering, kurir berlari, dan pasukan komunikasi sibuk mengirim instruksi ke markas-markas militer lain yang terpecah di berbagai wilayah.
“Gerakkan armada ke pelabuhan!”
“Amankan gudang pusat!”
“Batasi distribusi, gunakan status darurat nasional!”
Dalam sekejap, seluruh jantung logistik Nordwen berputar ke satu tujuan: memblokade peredaran minuman keras.
Lord Marsekal berkumis kotak mengelus kumisnya yang sepertinya lebih berharga dari sebongkah berlian. 'Jenderal Kruger... Aku yakin dibalik perintah yang sederhana ini, kau sedang menjalankan peran penting dalam kedamaian dunia. Kau rela membuang masa pensiunmu demi negara. Sikapmu seperti inilah yang membuatku selalu menghormatimu...' batinnya penuh kepercayaan.
ayooo muncullah!!!
gmn malu'a klu tau angeline anak si komandan🤭😄
ternyata sang komandan telah mengenal leon
ah, leon akhir'a dpt sekutu