Selama ini, Rambo mengutuk diri dalam kehidupan nikah paksa yang terjadi antaranya bersama Erin 3 bulan belakang. Sayang, tak ada ruang untuk Erin dalam kehidupan Rambo yang masih memendam cinta lama.
Hingga semua berubah ketika waktu mempertemukannya kembali dengan sang pujaan hati di masa lalu, Marwah.
Dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama-sama telah menikah, Rambo yang tak bisa menahan rasa cintanya pada Marwah, akhirnya terjebak dalam konflik terlarang dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan ancaman yang semakin banyak, terutama pada Marwah yang sering mendapat kekerasan dari suaminya, juga Erin yang tak mau melepaskan Rambo, mampukah Rambo melindungi wanita yang dicintainya... Atau haruskah ia menerima hidup bersama Erin selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Permohonan disetujui
"Kalian tahu apa yang terjadi? Dan kalian bersedia mengatakan semuanya dengan jujur? tanpa berpihak pada salah satu sisi?" Tanya Anta sebelum Davin atau pun Zico menyampaikan sesuatu yang krusial untuk dikatakan padanya.
Davin dan Zico mengangguk dan melihat ke arah Rambo sekilas kemudian menatap Anta lagi dan berkata.
"Siap Pak, saya bersumpah atas kesaksian ini. Bahwa saya bisa menjamin kebenaran sekaligus menanggung segala akibatnya, jika terbukti berbohong."
Anta Reza mengangguk melipat lengannya dan menyandarkan diri di kursi, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang disampaikan oleh anggota Rambo. Sesekali ia memandang sahabatnya di depan, setelah Davin dan Zico menyampaikan semua pengetahuannya tentang rumah tangga Rambo.
Setelah Davin dan Zico menyelesaikan tugasnya untuk membantu Rambo bersaksi, mereka diminta Anta Reza untuk kembali ke tempat kerja masing-masing. Meninggalkan Rambo dan dia berduaan saja. Anta bisa merasakan hawa kesedihan dan keputusasaan dari sahabatnya itu sambil berusaha memikirkan cara bagaimana menghadapinya. Tapi ia harus mengatakan sesuatu.
"Apakah Erin dari awal menikah memang bersikap seperti itu?" Tanya Anta.
Rambo sendiri tak ingin membantah pertanyaan Anta, dia menjawab dengan anggukkan kecil.
Anta terus menatap ke arahnya. "Sudah sering kalian bicarakan bersama, apa yang salah dan apa yang seharusnya benar? Sepasang suami istri harus bersikap terbuka, jangan ada yang ditutupi antara kalian, itu lah kunci awetnya sebuah hubungan."
"Sering," jawab Rambo sambil tersenyum. "Hanya dengan janji-janji palsu, aku dapat melihat dengan jelas bahwa dia sudah menutup mata dengan semua kesalahannya. Tapi itu semua sudah tak perlu, aku sudah banyak menanggung ekspektasi lebih dari semua ini."
Terlalu banyak rasa kecewa yang diemban oleh Rambo, terlalu banyak pula kebohongan yang ia simpan. Bahkan setelah tiga bulan menikah, Anta Reza bahkan tak mengendus apa pun akan kehidupan sahabatnya. Rambo yang ia kenal sebagai pria yang tak pandai dalam mengurus rumah tangga, rupanya sudah diharuskan karena sang istri yang lupa kodrat.
Mengingat penjelasan Davin dan Zico barusan, membuat hati kecil Anta terenyuh. Sebanyak rasa empati yang mengalir ia sedikit merasa bersalah karena merasa kecolongan. Bahkan hal seperti ini, orang lain yang tahu lebih dulu dibanding ia sendiri. Sahabat macam apa aku, sampai tak tahu yang sedang ia tanggung. Gumam Anta dalam hati.
"Sebenarnya aku juga sudah mengabari dan menemui keluarga Erin soal perceraian ini. Tapi respon mereka sedikit menjengkelkan untukku, biarpun aku juga memahami kalau itu sudah sewajarnya dilakukan oleh orang tua. Seperti yang kamu katakan, sebenarnya aku telah mengemban kehormatan diri Erin. Tapi sepertinya, Erin yang tidak membutuhkan aku untuk mengemban harga dirinya." Kata Rambo sambil menghela napas.
Tiga bulan, sudah banyak kesalahan dan sudah banyak pula kesempatan yang datang. Satu hal bagi Rambo yang harus Anta Reza ketahui; 'Lelaki bisa menjaga kehormatan diri seorang wanita, asal wanita itu juga mampu menjaga harga diri suami dan memahami kodratnya.'
Seperti dalam arti Yin Yang dalam filosofi negeri timur, semua itu harus imbang dalam proporsi yang pas.
"Aku tidak menyalahkan siapa pun, dia memang masih muda, perempuan karir dan cantik. Mungkin itulah pula sebabnya, dia masih menempatkan kehidupannya sebagai seorang gadis. Aku pun tak bermaksud untuk merusak kehormatan dirinya, tapi asal kamu tau Reza, sebagai lelaki aku juga memiliki harga diri. Aku berdosa jika tak mampu mengarahkan dan membimbing istriku. Tapi apalah arti semua itu, jika istriku sendiri terlalu congkak dan mendongak di hadapanku? Semua hanya kosong, seperti bicara dengan baskom tanpa isi." Jelas Rambo dengan nada yang lebih sederhana dan berat.
"Bagaimana dengan ibumu? Mbak Rani? Mereka sudah tahu? Bagaimana aku harus merespon Rambo?"
Entah bagaimana, yang pasti saat ini Anta Reza merasa begitu jauh pada sahabatnya sendiri, mereka sudah terlalu dekat bahkan saling siap untuk direpotkan atau merepotkan. Tapi, sayangnya dengan semua kejadian ini, ia merasa sedikit menjanggal hati.
"Aku akan menjelaskannya nanti dengan mereka setelah mendapatkan surat izin mengajukan perceraian darimu. Menurutmu, salahkah jika aku melakukan ini? Aku mantap untuk bercerai." Ucap Rambo, sambil minum lagi air kemasan yang tadi diberikan oleh Anta.
"Aku tidak bisa membenarkan, tapi aku juga tak akan menyalahkan kamu Rambo." Jawab Anta Reza, "Jika memang menurutmu sudah ada lagi alasan untuk terus hidup bersama. Maka bicarakanlah baik-baik. Bertemulah dengan sekeluarga besar, tak perlu ajak tetangga, cukup keluarga inti. Kembalikan Erin baik-baik kepada keluarganya, mohon maaflah pada ayah dan ibunya karena tak sanggup lagi bertahan."
Mendadak hening, Rambo hanya memandang pada foto keluarga Anta Reza di atas meja. Keluarga sederhana yang sangat diimpikan Rambo, berpoto lengkap, istri, suami, dan ketiga anaknya, saat liburan dan hari-hari weekend.
"Kamu sudah bulat dengan keputusan ini?" Tiba-tiba Anta membulatkan pandangannya pada Rambo, sehingga lelaki gondrong itu kembali pada pikiran saat ini. "Sudah tak ada lagi pintu maaf dan kesempatan lagi untuknya?" Tanya Anta kembali.
Rambo menggelengkan kepala pelan.
"Baiklah. Jika begitu keputusannya, aku akan menyetujui permohonan ceraimu." Jawab Anta Reza dengan senyum merekah, lebih bahagia dari sebelumnya tadi. Begitu pula dengan sahabatnya, Rambo.
Ia hampir meneteskan air mata, bertemu dengan Anta Reza memang membuatnya mendapat banyak pelajaran dan masukan. Sungguh, bahkan setelah Rambo berubah sikap, tetap Anta Reza lah yang paling mengerti dia dan segala kebutuhannya.
"Terima kasih.... " Ucap Rambo dengan nada sangat pelan, lebih kecil dari suara napasnya sendiri.